Pemimpin Profetik
Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta itu mengatakan, dalam konteks kehidupan kebangsaan diperlukan pemimpin profetik yang memiliki komitmen terhadap kebenaran, mendorong terwujudnya keadilan sosial, dan ekonomi yang berpihak kepada masyarakat.
“Pemimpin yang dimaksud mampu memadukan kekuatan visi, pengambilan keputusan, memiliki kapabilitas, integritas yang kuat sebagai manifestasi kenegarawanan,” katanya.
Haedar juga mengurai kriteria pemimpin profetik yang dibutuhkan, yakni relijius, bertanggung jawab, mengutamakan kepentingan bangsa ketimbang diri sendiri, partai politik, kroni, dan berani mengambil keputusan strategis untuk memecahkan persoalan bangsa.
“Para pemimpin bangsa saat ini, baik pusat hingga daerah perlu melakukan rekontruksi diri dalam alam pikiran orientasi sikap dan tindakan. Dinamika politik liberal ditandai dengan sikap politik serba pragmatis menjadikan politik Indonesia serba trasaksional, berbiaya sangat tinggi, dan bahkan bersumbu pendek,” tuturnya.
Politik, jelas dia, hanya menjadi alat tukar kepentingan dan rebutan kursi kekuasaan minus idealisme dan kenegarawanan. Hadirnya hegemoni kekuasaan partai politik, sepenuhnya menguasai tatanan kenegaraan di Indonesia. Meski demikian, Haedar menyatakan Muhammadiyah masih percaya banyak elite dan warga negara di Indonesia yang masih memiliki kejernihan hati, pikiran dan tindakan. Untuk membangun Indonesia yang berkemajuan dalam bingkai cita-cita luhur.
Muhammadiyah, kata Haedar, terus menaruh sikap positif dan kepercayaan bahwa komitmen, nilai dasar, serta visi kenegaraan yang fundamental dapat membangun kesadaran kolektif untuk memberi harapan positif bagi seluruh rakyat.
“Pemimpin di pusat maupun daerah diharapkan mengedepankan keteladanan, kebersamaan, kedamaian, dan sikap kenegerawanan yang luhur dalam berkehidupan kebangsaan. Berikan rakyat kegembiraan, dan harapan positif yang terjamin hak-haknya,” terang Haedar.
Baca sambungan di halaman 3: Pimpinan dari para Ahli