Unek-Unek Kesulitan Menulis
Di Rectangle Group mereka juga membahas bagaimana strategi supaya tulisan tidak basi saat dibaca. “Hindari kata-kata yang sudah aus atau sudah sering digunakan orang lain,” ujarnya. Seperti kedispilan, keindahan, atau kebahagiaan. Bisa diganti dengan penjabaran dari kata-kata tersebut.
Menurut Dewi, menulis juga mampu menjadi terapi atau healing guru TK yang sehari-hari tidak biasa mengungkap emosi karena mereka dituntut selalu tersenyum dan riang di depan anak didik. Dengan menulis guru bisa mengeluarkan unek-uneknya yang terpendam.
Guru PGTA PPI Rizky Anzasari SPd pun menyampaikan unek-uneknya. “Gimana ya memunculkan ide cerita? Kadangkala pikiran terasa kosong dan tidak tahu apa yang akan ditulis,” tanyanya.
Langsung saja Dewi menjawab, “Tulis apapun yang saat itu Ibu pikirkan. Otak kita nggak pernah kosong,” jawabnya. Ia mengibaratkan sedotan yang sedang dipegangnya dan menyuruh semua guru melihat sedotan itu agak lama. “Pasti di pikiran ibu masing-masing terlintas tentang benda ini dengan pikiran yang berbeda-beda. Pikiran itulah yang diungkapkan lewat kata yang ditulis,” ajaknya.
Nah, sambung Dewi, saat menulis itu ada dua otak yang bekerja: otak produktif dan otak kritikus. “Matikan otak kritikus, yang produktif dinyalakan,” jelasnya.
Dia menambahkan, tuliskan semua kata di dalam pikiran tanpa ada kritik sama sekali. Setelah tuntas menulis, baru itu dibaca ulang kemudian diedit sesuai yang diinginkan. Ditambahi yang kurang dan dikurangi yang kelebihan.
“Bagaimana kalau nulisnya itu kejadiannya melompat-lompat?” tanya Iffah Nihayati SPsi, guru TK Aisyiyah 36 PPI.
Dewi mengatakan, hal itu tidak masalah. Momen bisa berubah. Ketika ada spot peristiwa, meski kecil tapi berkesan, langsung ditulis. Begitu seterusnya, sampai akhirnya tulisan-tulisan itu digabung.
Baca sambungan di halaman 3: Jenis-Jenis Tulisan