Potensi RSM Naik Kelas
Prof Mu’ti menegaskan, “Melayani menengah ke bawah yang paling banyak bukan berarti melepas (kalangan) atas!”
Ruangan masyarakat menengah ke atas yang butuh pelayanan lebih itu Mu’ti gambarkan dengan pasien ingin dirawat pada satu ruangan sendiri di mana keluarganya bisa ikut menjaga di ruang itu. Pembayarannya kontan. Pasien dari kalangan ini juga biasanya ingin dapat pelayanan penuh dari apa yang dia inginkan.
Prof Mu’ti mengimbau pelayanan di RSM harus naik kelas. “RS kita sebagian besar tipe B, C, dan D. Kita belum punya RS pusat yang jadi rujukan seperti rumah sakit pemerintah di Jakarta. Kita ingin Muhammadiyah punya RS pusat yang apapun penyakitnya pasien bisa dilayani dengan perawatan dan dokter-dokter yang hebat,” jelas dia.
Dia yakin, sumber daya manusia dokter di Indonesia luar biasa. Artinya, selain punya profesionalisme juga punya dedikasi tinggi yang tidak banyak dimiliki dokter lain. Inilah menurutnya potensi RS Muhammadiyah yang sebenarnya untuk naik kelas dengan merangkul kelompok menengah ke atas sebagai segmen pelayanan.
“Dalam pengamatan saya Jawa Timur yang memulai, dengan pola seperti itu kita bisa lebih maju lagi!” tegasnya.
Maka dari itu, dalam konteks pelayanan ke depan, Prof Mu’ti mengingatkan agar tenaga kesehatan ikut membangun masyarakat sehat. Juga menjangkau gaya hidup sehat dan menciptakan relasi sosial sehat. Akhirnya dia berharap, Muhammadiyah lewat MPKU dan jaringannya bisa berbuat lebih banyak dalam pelayanan di rumah sakit, masyarakat, dan bidang kemanusiaan.
Ibadah dan Dakwah
Prof Mu’ti menekankan, pelayanan kesehatan bagian dari berdakwah karena amal usaha merupakan konkritisasi amal shalih. Berdasarkan AD/ART, lanjutnya, amal usaha itu bagaimana Muhammadiyah mencapai maksud dan tujuannya.
“Karena Muhammadiyah gerakan dakwah, maka rumah sakit Muhammadiyah dan semua amal usaha itu bagian kita berdakwah dengan membuktikan pelayanan di Muhammadiyah itu baik,” terangnya.
Dia menilai pelayanan doa di RSM saja tidak cukup. Perlu diimbangi dengan pelayanan kinerja tenaga kesehatan yang baik. Misalnya, bagaimana seorang perawat profesional mampu menyuntik dengan baik dan dokter yang bisa membantu kapan saja.
“Kita perlu professional doctor and smiling doctor! Pak Suko (Dr dr Sukadiono MM, Wakil Ketua PWM Jatim) ini dokter dan rektor yang tersenyum terus. Seperti ini yang limited edition. Kita perlu perbanyak!” tuturnya.
Dari buku ‘The Heart of Islam’ yang dia baca yang membahas Islam dan layanan sosial, tertulis Islam adalah agama yang melayani. “Pengemis yang menadahkan tangannya adalah tangan-tangan malaikat yang dijulurkan untuk Anda agar mendapat surga dari peminta-minta itu,” jelas dia.
Kemudian saat ada orang sakit yang berobat, itulah cara Allah mengirimkan malaikat-Nya agar pelayan rumah sakit itu mendapatkan surga. “Kalau ini dipahami dalam memberikan pelayanan dari hati, tidak ada alasan kita melayani pasien dengan kasar, melihat asuransinya tipe dan kelas apa,” imbaunya.
Siapapun yang datang, lanjutnya, mereka itulah yang Allah utus utnuk membukukan pintu ibadah. “Sehingga ihsan dalam pelayanan itu bagian dari service yang kita bangun,” tambahnya.
Pasien yang dapat layanan terbaik akan menjadi agen pemasaran yang tidak perlu dibayar, karena dia akan bagikan pengalamannya kepada kawan-kawannya. “Kita harus punya pelayanan unik yang membuat orang merasa nyaman karena dia dikenali dengan baik dengan orang yang melayainya!” tuturnya. (*)