PWMU.CO – Persepsi terhadap sesuatu, sangat bergantung pada “kaca mata” yang kita gunakan. Seperti saat melihat langit biru dengan menggunakan kaca mata hitam. Apakah langit biru itu akan tetap berwarna biru? Begitu juga kalau menggunakan kaca mata lensa merah, langit itu pun akan berubah warna.
Pernyataan dan pertanyaan filosofis di atas disampaikan ustadz Sulthon MAg saat memulai memberi materi pada pengajian rutin Pimpinan Cabang Aisyiyah Kecamatan Tandes, di Masjid Muhajirin, Komplek Perguruan Muhammadiyah Buntaran, Tandes, Surabaya, Ahad, (5/3).
(Baca: Hari Pertama Gerakan Ketuk Pintu 1000 Rumah: 122 Penderita TB Diobati, Ditemukan 23 Penderita Baru)
“Langit yang sama, bisa berbeda warna bila kita melihatnya dengan kacamata yang berbeda. Nah, untuk menilai keberuntungan pun seperti itu. Tergantung kaca mata yang kita gunakan,” ujar Wakil Ketua PCM Rungkut Bidang Majelis Tabligh itu.
Seseorang, kata Sulthon, mengalami suatu hal bisa dikatakan beruntung–bisa juga dikatakan tidak beruntung–tergantung dilihat dengan kaca mata apa? “Jika ada seorang perempuan yang berwajah tidak terlalu cantik, tapi suaminya sangat ganteng dan kaya raya, maka orang akan berkata bahwa perempuan itu beruntung banget,” katanya memberi contoh.
(Baca juga: Rektor UMSurabaya Akan Bimbing Calon Jamaah Haji KBIH Muhammadiyah Surabaya)
“Demikian juga jika ada mahasiswa yang baru lulus dan langsung dapat pekerjaan mapan. Kata orang, anak itu beruntung sekali. Tapi benarkah semua itu sebagai keberuntungan?” tanyanya. Menjawab pertanyaan itu, Sulthon mengajak sekitar 100 jamaah yang berasal dari 8 Ranting Aisyiyah se-Kecamatan Tandes untuk memaknai keberuntungan dari kaca mata Islam.
“Jodoh, bentuk fisik, musibah, atau meninggal merupakan iradah Allah SWT,” kata guru Al Islam dan Kemuhammadiyahaan di SD Muhammadiyah 4 Pucang Surabaya ini. Menurutnya, untuk mendapatkan keberuntungan dari Allah, maka ada 5 syarat yang harus dipenuhi, yang terangkum dalam kata MAJIT, yaitu, pertama Mukmin.
(Baca juga: Dulu Rasan-Rasan sambil Petan, Kini Ngrumpi via WhatsApp)
“Barangsiapa yang yang mengerjakan amal shaleh, baik laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan penghidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik atas apa yang mereka perbuat,” Sulthon mengutip surat Annahl ayat 97.
Kedua, kata Sulthon, adalah Amal seperti yang dijelaskan Ala dalam surat Ali Imran ayat 104, “Dan hendaknya ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.”
(Baca juga: Menggunakan Kata Singkatan, Nasehat Pimpinan Muhammadiyah pada Angkatan Muda)
Ketiga, Jihad. Sulthon mengutip surat Attaubah ayat 88, “Tetapi Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersama dia, mereka berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang memperoleh kebaikan dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Keempat, Infaq. “Allah menerangkan dalam surat Arrum ayat 38, ‘Maka berilah kepada kerabat yang terdekatkan haknya, demikian kepada fakir miskin orang-orang dalam perjalanan itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.’,” jelas Sulthon.
Kelima, Taubat. Sulthon mengungkapkan penjelasan Allah dalam surat Alqashas ayat 67, “Adapun orang yang bertaubat dan beriman serta mengerjakan amal yang shaleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.” (Ferry Yudi AS)