Siswa Semdalas Belajar Hukum di Program Orangtua Mengajar, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Fitri Wulandari
PWMU.CO – Tema Remaja Keren Paham Hukum dibahas dalam Orangtua Mengajar SMP Muhammadiyah 12 (Spemdalas) GKB Gresik, Jawa Timur, Kamis (3/11/22).
Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan Wirda Ulyana SPd menyampaikan kegiatan Orangtua Mengajar ini bertujuan memberikan pengetahuan baru kepada siswa, terutama terkait hal-hal yang menjadi patokan dalam menjalankan sebuah profesi.
“Dengan mengetahui sejak dini, siswa diharapkan memiliki pandangan terhadap profesi yang akan mereka pilih di masa yang akan datang. Untuk itu, dalam acara ini sekolah mendatangkan Dwi Ariyani SH SE orangtua siswa yang memiliki profesi In House Lawyer PT PLN (Persero) sebagai pemateri,” imbuhnya.
Di depan kelas IX International Class Program (ICP), Dwi Ariyanimemaparkan definisi hukum sebagai undang-undang, peraturan untuk mengatur pergaulan masyarakat. Orangtua siswa Khalasha Azaria Widianto ini menjelaskan hukum sebagai peraturan resmi bertujuan melindungi hak-hak setiap individu.
Ibu dua anak ini kemudian menjelaskan definisi remaja. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) remaja merupakan penduduk dalam rentang usia 10-18 tahun. Dari sudut hukum, UU No 23 tahun 2002 UU No 35 Tahun 2014 menyebutkan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
“Jadi, karena kita bicara hukum, saat ini saya bicara dengan anak, ya?” celetuknya.
Hak dan Kewajiban
Alumnus Universitas Airlangga ini menyatakan anak memiliki hak dan kewajiban. Sesuai hukum positif, setiap anak berkewajiban untuk, pertama menghormati orangtua, wali, dan guru. Kedua, mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman.
“Ketiga mencintai tanah air, bangsa, dan negara. Keempat menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya. Kelima, melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.”
Dia menyampaikan lima hak ini lebih sedikit dibandingkan dengan hak-hak anak. Hak anak adalah bagian dari hak azasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.
“Enak lho jadi anak. Memiliki banyak hak dibandingkan dengan kewajibannya,” ucapnya pendek.
Lebih dari sepuluh poin terkait hak anak yang wajib dijamin pelaksanaanya. Dari sekian hak tersebut, dia menyoroti hak anak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Dalam pergaulan di masyarakat, anak sebagai subjek hukum ketika menjalankan hak dan kewajibannya dapat besinggungan dengan hukum.
“Kasus yang banyak terjadi di kalangan anak-anak adalah kekerasan. Kekerasan dapat mengacu pada kekerasan fisik, psikologi, atau seksual. Dalam hal ini harus dapat dibedakan antara anak yang berkonflik dengan hukum (pelaku), anak yang menjadi korban tindak pidana (korban), atau anak yang menjadi saksi tindak pidana (saksi). Pembedaan posisi tersebut yang menentukan proses hukum selanjutnya. Namun, kondisi tersebut tidak berarti mengurangi hak-hak anak.”
Berkonflik dengan Hukum
Ariyani menjelaskan pada dasarnya orangtua memiliki peran penting dalam perkembangan dan pengawasan terhadap anaknya. Posisi tersebut dianalogikan dengan menayangkan film pendek yang menggambarkan seorang anak yang diberikan sendok sayur oleh seseorang.
“Anak tersebut kemudian membawa sendok sayur itu pergi. Tak lama kemudian, sendok sayur tersebut digunakan untuk memukul kepala temannya. Menurut kalian, siapa yang harus bertanggung jawab?” tanyanya.
“Tentu seseorang yang memberikan sendok sayur tersebut, bukan?” lugasnya yang dibalas anggukan tanda setuju dari siswa.
Jika anak berkonflik dengan hukum, upaya pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara anak (diversi) menjadi pilihan utama. Dalam tujuan ini, mediasi atau musyawarah merupakan langkah utama untuk mencapai keadilan. Namun, jika mediasi dan diversi tidak menemukan kesepakatan, proses hukum dapat dilanjutkan dengan sidang.
“Jika ini yang terjadi, akan diberlakukan Hukum Acara Pidana, kecuali jika Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) menentukan lain dalam pelaksanaanny,” jelasnya.
Dia berpesan supaya siswa untuk selalu menaati seluruh norma dan hukum yang berlaku di manapun berada. “Tidak hanya adik-adik, saya juga seorang anak dari orangtua saya. Dalam hal ini kedudukan kita setara ya,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.