Kaitan Novid dengan Sistem Kekebalan Tubuh?
Sistem imun setiap orang berbeda-beda. Bagaimana sistem kekebalan merespons infeksi tertentu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antara lain faktor genetik, jenis kelamin, usia, pola makan, pola tidur, tingkat stres, riwayat penyakit penyerta, obat, status vaksinasi, dan tingkat paparan virus.
Status sistem kekebalan tubuh pada saat tertentu akan mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap penyakit infeksi. Sehingga bagi orang yang rentan terhadap Covid-19 yang parah adalah mereka yang memiliki kekebalan kurang efektif, terutama karena memiliki penyakit penyerta yang kronis, para lansia, ataupun mereka yang imunokompromis, dimana sistem kekebalannya tidak berfungsi dengan baik.
Faktor lainnya adalah virus SARS-CoV-2. Virus ini sejak kemunculannya terus berkembang dan bermutasi menghasilkan varian-variannya yang lebih menular dan lebih virulen. Demikian pula dengan subvarian Omicron baru yang terus bermunculan. Adanya berbagai mutasi, terutama pada protein spike (S) virus berpengaruh terhadap interaksi antigen antibodi dalam tubuh seseorang.
Apakah antibodi yang terdapat dalam tubuh seseorang mampu mengenali dan mengikat antigen virus SARS-COV-2 dengan berbagai varian dan sub-variannya akan sangat berpengaruh pada perlindungan dan kerentanan sistem kekebalannya.
Berdasarkan berbagai penelitian telah diketahui bahwa SARS-CoV-2 sangat mahir berevolusi untuk menghasilkan varian virus yang dapat menghindari sistem kekebakan tubuh seseorang. Selain itu, perlindungan kadar antibodi terhadap SARS-COV-2 yang telah terbentuk mengalami penurunan setelah beberapa bulan jika tidak dilakukan vaksinasi ulang berikutnya atau booster vaksin. Dengan demikian ada kemungkinan beberapa orang tertentu yang lebih kecil kemungkinannya terkena Covid-19 karena kekuatan sistem kekebalan mereka.
Bagaimana dengan Faktor Genetik Seseorang?
Melansir laman https://www.abc.net.au/news/2022-11-11 tanggal 11 November 2022 yang lalu, Prof Nathan Bartlett dari School of Biomedical Sciences and Pharmacy, University of Newcastle, menyebutkan pengaruh variasi genetik individu atau polimorfisme terhadap risiko penyakit biasanya sangat kecil, jadi untuk mengidentifikasi pengaruh genetik terhadap Novid ini membutuhkan lebih banyak penelitin yang melibatkan lebih banyak subjek yang terdiri dari berbagai ras dan suku untuk membuktikannya.
Dalam salah satu studi, para peneliti membandingkan antara genom subjek yang terdiri dari sekitar 50.000 orang penderita Covid-19 dengan genom dari sekitar 2 juta orang yang diketahui tidak terkena infeksi atau novid.
Mereka mengidentifikasi lokus genom yang terkait dengan risiko tertular Covid-19 dan daerah genetik lain yang terkait dengan tingkat keparahan penyakit. Penelitian ini membuktikan bahwa sebagaimana jenis penyakit lainnya, gen tertentu memang mempengaruhi risiko terinfeksi Covid-19. Hasil penelitian ini sangat penting untuk lebih memahami aspek biologi molekuler dari patogenenis Covid-19 dan juga untuk menjawab pertanyaan siapa yang mungkin berisiko terkena penyakit parah atau long Covid dan membantu pengembangan terapi baru untuk pencegahannya.
Penelitian lainnya yang dipublikasi pada Jurnal Nature yang terbit pada 7 Maret 2022 yang lalu menyebutkan bahwa tim peneliti telah mengidentifikasi 16 jenis gen pada pasien Covid-19 yang kritis. Para peneliti menganalisis sekitar 56.000 sampel untuk membandingkan genom pasien Covid-19. Berdasarkan analisis genetik, peneliti menemukan perbedaan di antara 23 gen pada pasien dengan kondisi kritis dengan pasien Covid-19 tanpa gejala atau dengan gejala ringan. Temuan ini merupakan hasil perbandingan antara 7.491 pasien Covid-19 kritis dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 48.400 orang.
Variasi genetik yang ditemukan pada 16 jenis gen ini dapat memengaruhi risiko keparahan dan perawatan intensif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apabila seseorang mengalami infeksi Covid-19 parah, memiliki variasi genetik yang membuat tubuh mereka rentan terhadap peradangan, serta pembekuan darah, serta ketidakmampuan tubuh pasien untuk mengatasi replikasi virus.
Hasil penelitian ini diharapkan di masa depan, dapat membuat prediksi jenis perawatan yang tepat bagi pasien berdasarkan variasi genetiknya.
Baca sambungan di halaman 2: Apa yang Harus Dilakukan Menghadapi Lonjakan Subvarian Omicron XBB?