PWMU.CO – Semakin jauh dari masa Nabi Muhammad saw, semakin banyak aliran pemikiran yang muncul di kalangan umat Islam. Masa sekarang, madzhab fiqih bukan hanya empat. Tetapi lebih dari itu.
Perhatikan saja para fuqaha’ (ahli fiqih) yang bermunculan dalam masa kontemporer, seperti Fazlurrahman, Abdullahi al-Na’im, Muhammad Syahrur dan Abd al-Karim Soroush. Memang pemikiran mereka mengundang kontroversi. Kita mungkin setuju mungkin tidak, tetapi mereka adalah pemikir-pemikir penting di masa kontemporer.
(Baca juga: Begini Muhammadiyah Memandang dan Perlakukan Ajaran Wahhabi)
Dalam teologi tidak lagi hanya 73 aliran, bahkan tak seorang pun yang mampu menghitungnya. Dalam setiap aliran ada beberapa sub-aliran yang jumlahnya terus berkembang. Jumlah aliran itu bertambah lagi terus dengan semakin berkembangnya pemikiran dalam soal-soal sosial, ekonomi, dan politik.
Realitas menunjukkan bahwa menyatukan pemikiran adalah sesuatu yang mulia sekalipun merupakan utopia. Yang penting adalah proses tanpa akhir menuju kesatuan umat. Konon, Nabi Muhammad saw pernah meramalkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, yang semuanya masuk neraka kecuali satu, yakni mereka yang mengikuti sunnahnya dan sunnah para sahabatnya.
(Baca juga: Ini Jawaban, Mengapa Jumlah Kyai di Muhammadiyah Semakin Menurun)
Dalam hadits lain disebut juga bahwa yang selamat itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Hadits ini, sekalipun keshahihannya diperdebatkan, sangat popular. Bahkan, seorang penulis sejarah pemikiran, Al-Syahrastani, dalam bukunya al-Milal wan Nihal menggunakan hadits itu sebagai patokan untuk membagi-bagi golongan (firqah) di kalangan umat Islam. Wajar saja jika penulis itu mengklaim madzhabnya sebagai ahlussunnah yang dijamin selamat dan akan masuk surga itu.
Tidak hanya al-Syahrastani, orang lain pun banyak yang ingin mengaku sebagai pemilik merek Ahlussunnah. Dalam Qanun Asasi, Nahdlatul Ulama (NU) menyatakan menganut Ahlussunah wal Jama’ah (ASWAJA). Beberapa organisasi lain juga melakukan hal yang sama.
(Baca juga: Syafiq: Di Turki, Subuh pun Serasa Jumatan dan Akankah Muhammadiyah Jadi Sisifus?)
Ada sebuah buku yang menarik yang ditulis oleh KH Tolchah Hasan, orang Lamongan yang menjadi salah satu tokoh puncak NU. Dalam sebuah perbincangan, beliau berkisah tentang buku yang ditulisnya. Buku itu membahas Ahlussunnah wal Jamaah menurut NU. Beliau sadar bahwa merek itu digunakan oleh banyak orang, dan setiap orang bisa memiliki pengertian yang berbeda-beda.
Problem di seputar mendefinisikan Aswaja, halaman 2