Berburu Tengkleng Solo di Tengah Liputan Muktamar, liputan kontributor PWMU.CO Ichwan Arif
PWMU.CO – Tim liputan PWMU.CO di Muktamar Muhammadiyah berkemas dari Bandar Narita Hotel di Jalan Adi Sucipto 4 Surakarta, Ahad (21/11/22), pukul 15.30. Mobil putih yang memuat enam wartawan melaju pelan karena jalan depan Edutorium UMS sedikit macet.
Langit sedikit mendung. Perburuan menu legendaris Solo yaitu tengkleng, kembali dilakukan. Sebelumnya saat malam pertama di Solo kami menikmati tengkleng di Rumah Makan Pak Dahlan, di Jalan Letjen Suprapto 69.
Kali ini kami mencari lokasi di Pasar Klewer yang terkenal ada penjual tengkleng paling lazib di jagad. Tengkleng Bu Edi. Rasanya paling nendang banget. Dipandu Global Positioning System (GPS), mobil melaju di jalanan membelah jantung Kota Solo.
Dua puluh menit perjalanan, mobil sampai di Pasar Klewer. Tapi suasana sudah sepi. Tak ada hiruk pikuk. Pasar sudah tutup. Tukang becak yang mangkal di samping pasar memberi saran mencoba ke Warung Pak Manto.
Tanpa pikir panjang, mobil pun melaju ke arah barat Pasar Klewer. Perjalanan sekitar 1,5 Km. Tidak sampai 10 menit, mobil sampai di lokasi. Jalan Honggowongso 36 Solo. Kaget lagi. Ternyata pembeli penuh. Tak ada tempat parkir. Mobil terus melaju pelan mencari ruang kosong. Tukang parkir memberi tahu ada mobil parkir mau keluar. Suruh menunggu sebentar. Setelah mobil itu keluar, ganti kami masuki. Lega.
Bumbu Rica-rica
Dapur tempat masak berada samping depan pintu masuk. Ada pemandangan menarik di dapur itu. Beberapa tungku tempat masak menyemburkan api. Dari tungku itu berhamburan ‘kembang api’ layaknya kunang-kunang merah beterbangan.
Ketika kaki melangkah ke warung, kaget lagi. “Wuih, ramai sekali,” kata Sugeng Purwanto, Ketua Lembaga Informasi dan Komunikasi (LIK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur.
Semua meja makan yang panjang itu penuh. Di teras penuh. Di bagian dalam yang sangat luas juga penuh. Antre menunggu pengunjung meninggalkan meja. Bersyukur dapat meja di bagian dalam. Dekat mushala. Cukup lama juga menunggu pelayan membersihkan sisa makanan di meja.
Setelah sisa piring dan tulang belulang bersih, menunggu lagi layanan pesan makanan. Semua pelayan sibuk. Hilir mudik. Mengambil sisa makanan atau mengantar pesanan. Sepuluh menit kemudian ada pelayan mendekati. Mencatat pesanan makanan dan minuman. Dua porsi tengkleng dan tiga porsi sate kambing. Cukup buat berenam.
Pengunjung yang melimpah membuat orang harus bersabar menunggu pesanan terhidang di meja. Apalagi tengklengnya baru dimasak setelah pesan. Kerupuk dan emping melinjo di meja menjadi pelampiasan selama menunggu makanan.
Datang pertama sate kambing. Satu tusuk berisi tiga potong daging. Tapi bagian tengah diisi gajih. Potongan dagingnya besar. Bumbunya hanya kecap. Tak ada bumbu kacang seperti di Surabaya. Gak pakai lama langsung disantap. Di bawah sate ternyata ada sayuran. Irisan kubis dan tomat. Datang lagi nasi. Segera dilahap mengisi perut yang lapar.
Tiga porsi sate kambing habis dalam waktu 10 menit. Rajangan kubis dan tomat pun menggoyang lidah. “Potongan kubisnya krius-krius. Ini nikmat sekali,” kata Sugeng Purwanto saat mengambil kubis dengan bumbu kecap dengan sendok. Satu porsi sate kambing harganya Rp 60 ribu.
Berikutnya diantarkan tengkleng. Kaget lagi. Isinya ternyata iga kambing yang banyak sekali. Potongan kaki dan kepala sedikit sekali. Bumbunya kecap. Inilah tengkleng rica-rica khas masakan Pak Manto. Beda dengan tengkleng Pasar Klewer Bu Edi yang pakai kuah kuning. Isinya potongan kaki, kepala, lidah, dan jerohan.
“Tengkleng di sini pakai kecap manis. Beda juga dengan tengkleng Pak Dahlan di Jalan Letjen Suprapto 69 Solo. Satenya di Pak Manto lebih menggigit rasanya,” komentar Sugeng lagi. Tengkleng Pak Manto harganya Rp 65 ribu per porsi.
Sementara Pemimpin Redaksi Mohammad Nurfatoni mengungkapkan, “Baru tahu di sini sate kambing ada sayur kubisnya.”
Warung milik Sumanto dan istrinya, Tutik Widiastuti, ini buka mulai pukul 08.00-20.00. Sesuai dengan info juru parkir, pengunjung yang datang melebihi pukul 20.00 tidak akan diladeni. Pegawai sudah mulai kemas-kemas dan warung akan tutup.
“Lonjakan pengunjung meningkat bila dibandingkan hari-hari biasa ketika ada Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah,” kata juru parkir yang sibuk menata sepeda motor dan mengarahkan mobil untuk parkir di sepanjang jalan. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni