Isu dan Move Politik dalam Muktamar oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Gaung Muktamar ke 48 Muhammadiyah-Aisyiyah di Surakarta masih terasa hingga sekarang. Walau sudah lewat tiga hari.
Tulisan-tulisan tentang Muhammadiyah dalam berbagai sudut pandang terus memenuhi laman lini masa dari banyak kalangan dan media. Terpilihnya kembali duet Prof Haedar Nashir dan Prof Abdul Mu’ti sebagai ketua dan sekretaris umum PP paling menyedot perhatian.
Bukan saja sosok kedua pimpinan puncak Muhammadiyah ini sudah begitu populer, namun juga proses pemilihannya yang berlangsung secara elegan, adem, mengusung konsep syuro modern.
Tak urung perhelatan akbar ini banyak dikaca sebagai yang terbaik dari sebuah even musyawarah nasional yang melibatkan ormas besar.
Apalagi setelahnya masyarakat disuguhi tontonan tawuran peserta musyawarah dari sebuah himpunan pengusaha muda. Orang dengan mudah membandingkannya dengan Muhammadiyah sampai-sampai Wali Kota Solo turut berkomentar. ”Memalukan, contohlah Muhammadiyah.Dihadiri jutaan orang berjalan tertib dan aman. (https://sangpencerah.id)
Lemparan Isu
Muktamar tertib, aman, dan adem sudah menjadi watak Muhammadiyah. Namun ini bukan berarti tidak ada keriuhan sama sekali. Beberapa bulan sebelum gelaran muktamar suara-suara tentang usulan 23 nama calon PP sudah ramai bermunculan.
Prof Din Syamsuddin membuat move tentang pentingnya darah segar dan penambahan jumlah personalia Pimpinan Pusat Muhammadiyah lebih dari 13 orang.
Prof M. Amien Rais membuat isu meminta agar dua orang, tanpa menyebut nama, yang menurutnya suka wira- wiri ke pusat kekuasaan agar tidak dipilih oleh muktamirin.
Di lain pihak lobi-lobi tim masing-masing PWM juga terus berkoordinasi untuk barter antar tokoh yang harus digolkan dalam 13 orang. Tak terkecuali PWM Jatim yang sudah sejak awal mematok tiga tokohnya masuk jajaran PP.
Beberapa jam sebelum pemilihan terjadi debat panas dalam menetapkan 13 nama pilihan sampai muncul istilah “saling gorok”.
Setelah terjadi kesepakatan, ending-nya malah jadi lucu. Beberapa saat jelang pemilihan, peserta dapat bocoran contekan nama 13 orang yang dipilih. Maksudnya jelas, agar tidak lupa, cepat, dan tidak salah pilih.
Ketua Panitia Pemilihan Dahlan Rais setelah menerangkan proses dan tahap pemilihan lalu memulainya dengan sebuah saran.
”Bapak-bapak silakan mulai pemilihannya. Pesan saya, pertama, boleh datang langsung memilih nama- nama yang disenangi. Kedua, silakan menggunakan contekan yang sudah ada di tangan. Ketiga, boleh pula memilih calon yang tidak ada dicontekan alias pilih sesuai selera dan nurani.”
Tak urung hal ini menimbulkan ger-geran di antara muktamirin. Walhasil contekan yang ada di tangan muktamirin menjadi pilihan alternatif, karena ternyata memang sebagian peserta mengatakan mereka mengganti sebagian orang dalam contekan dengan yang lain.
Tak Berpengaruh
Peserta muktamar benar-benar bersikap independen. Isu yang selama ini beredar di media, saran-saran senior dan sesepuh sama sekali kurang memiliki efek signifikan.
Arahan dan koordinasi pun pada akhirnya kalah oleh watak independen yang melekat pada setiap peserta. Di sinilah penting menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang akan bertarung dalam pemilihan kepemimpinan di Muhammadiyah.
Alih-alih kontestasi terbuka, penggunaan uang, minta dukungan saja harus dilakukan secara sukuti alias diam-diam. Sluman-slumun.
Muktamirin dituntut pandai dan weruh siapa sosok yang layak dan benar-benar dibutuhkan persyarikatan. Bisa dipastikan siapapun yang kani ngaya menggalang dukungan harus siap-siap kecewa.
Editor Sugeng Purwanto