Kisruh Munas HIPMI dan Teladan Muktamar Muhammadiyah; Kolom oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) menyelenggarakan Munas di Solo pada 21-23 November 2022, sehari setelah Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah ke-48 berakhir 20 November 2022.
Akbar Himawan Buchori terpilih sebagai Ketua Umum HIPMI untuk periode 2022-2025. Perhelatan munas para pengusaha muda tersebut menimbulkan keprihatinan banyak pihak karena sempat diwarnai kericuhan, adu pukul, tendangan, adu jotos, dan caci maki antarpeserta.
Sontak kejadian tersebut dibandingkan dengan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang berlangsung adem, ayem, damai, meskipun dihadiri ribuan peserta pemilik hak suara maupun jutaan penggembira.
Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka meminta peserta Munas HIPMI meniru perilaku peserta dan penggembira Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sebagian pihak menganggap pernyataan Walikota Solo seperti “Jokosembung” alias tidak nyambung: lha organisasi dakwah kok disamakan organisasi pengusaha.
Sementara banyak khalayak lupa bahwa Muhammadiyah selain organisasi masa juga sebagai organisasi amal usaha. Keberadaan amal-amal usaha sekaligus menjadi furqan atau pembeda Muhammadiyah dengan ormas kebanyakan. Tanpa disadari banyak pihak, para anggota, simpatisan, sampai pimpinan persyarikatan adalah pengusaha atau entrepreneur yang berjamaah.
Memakai definisi entreprenur Ir Ciputra dalam buku Quantum Leap, entrepreneur dikelompokkan menjadi empat bidang. Meliputi pendidikan, sosial, pemerintahan dan bisnis. Dari pengelompokan tersebut, maka para entrepreneur atau pengusaha bukan hanya domain para pelaku bisnis, perdagangan barang, dan jasa.
Para penggerak bidang pendidikan dan sosial yang penuh inovasi tanpa banyak menggantungkan kebutuhan pada pemerintah layak disebut entrepreneur atau pengusaha. Amal-amal usaha Muhammadiyah dan Aisyiyah sejauh ini telah dikelola layaknya badan usaha yang berorientasi laba, surplus bukan defisit atau rugi.
Profit untuk Pengembangan Dakwah
Beda dengan organisasi bisnis pada umumnya, profit atau surplus amal-amal usaha digunakan untuk pengembangan dakwah, sosial dan amal usaha itu sendiri, bukan untuk memperkaya diri pribadi atau sekelompok pengurus dan pengelola amal usaha saja. Suka tidak suka para pimpinan, simpatisan, dan warga yang peduli dengan persyarikatan diajak memiliki mental wirausaha demi kelangsungan hidup jangka panjang amal-amal usaha.
Mental entrepreneur atau pengusaha sosial telah ditanamkan KH Ahmad Dahlan sejak awal pendirian persyarikatan. Selain beliau sendiri yang berlatar belakang pedagang batik, ulama dan khatib kasultanan Ngayoyakarta Hadiningrat. Pada sebuah kesempatan dikisahkan KH Ahmad Dahlan memukul kentongan di siang bolong karena kesulitan kas untuk membayar gaji guru. Para warga Kauman berbondong-bondong ingin tahu ada apa gerangan. Setelah paham maksud dan tujuan bunyi kentongan di siang bolong itu, warga dengan suka rela memenuhi kebutuhan gaji guru tanpa meminta pada pihak pemerintah baik keraton maupun kolonial.
Pemilihan pimpinan-pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah dari tingkat pusat sampai ranting laksana memilih komisaris penanggung jawab kelangsungan amal-amal usaha. Tugas pimpinan-pimpinan Muhammadiyah dan Aisyiyah selain merawat jamaah juga ada tanggung jawab menjaga kelangsungan hidup amal-amal usaha.
Pukulan kentongan para pimpinan masih diharapkan jika amal-amal usaha ada yang mengalami kesulitan. Alhamdulillah zaman sekarang jauh berbeda dengan zaman KH Ahmad Dahlan di mana pukulan kentongannya cepat direspon warga Kauman Yogyakarta. Pukulan kentongan pimpinan kini selain masih didengar dan ditaati warga persyarikatan juga sering didengar dan direspon lembaga-lembaga keuangan. Bantuan keuangan dalam bentuk pembiayaan maupun hibah menuntut pertanggungjawaban yang baik dan transparan bisa dijalankan terbukti semakin berkambangnya amal-amal usaha persyarikatan.
Dengan keberadaan ribuan amal usaha yang beriorientasi profit tersebut di atas potensi konflik dalam persyarikatan termasuk pemilihan ketua umum tingkat pusat sampai ranting pasti ada. Tetapi sejauh ini potensi konflik bisa diredam tanpa harus menjadi fitnah berkepanjangan apalagi sampai mengacaukan muktamar, musyawarah wilayah, daerah, sampai cabang dan ranting. Miliaran atau bahkan triliunan aset dan putaran omzet amal usaha sejauh ini tidak membuat pimpinan, warga dan simpatisan menjadi gelap mata, cinta dunia berlebihan yang bisa menimbulkan fitnah.
Saran Mas Gibran Walikota Solo pada HIPMI agar meneladani Muhammadiyah tidak salah, walaupun barangkali tetap belum paham keberadaan amal-amal usaha yang dikelola para pengusaha andal. Apapun alasan dan sebabnya, konflik dalam Munas HIPMI di Solo sangat disayangkan. Para pengusaha muda sebagai salah satu elemen penting bangsa dalam menggerakkan roda ekonomi, mencatatkan angka produk domestik bruto, pembukaan lapangan kerja dan sebagainya diharapkan segera bersikap dewasa.
Tidak selayaknya persaingan usaha atau isu politik dijadikan sumber konflik apalagi sampai muncul di permukaan secara “vulgar”. Pelajaran dan pengalaman manajemen konflik perlu ditanamkan pada para pengusaha muda karena konflik tidak bisa dihilangkan, hanya bisa dikelola.
Surakarta telah disirami beragam teladan kebaikan oleh pimpinan, simpatisan, warga dan para penggembira Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah. World Peace Forum ke-8 pada 17-18 November 2022 juga telah menghasilkan Surakarta Message yang merupakan pernyataan sikap bersama oleh para peserta World Peace Forum mengenai perdamaian dunia. Nun jauh di tahun 1905 pun telah dicontohkan kolaborasi damai Serikat Dagang Islam (SDI) sebagai salah satu motor kebangkitan nasional sebelum Budi Utomo 1908.
HIMPI jadilah Himpunan Pengusaha Muhammadiyah Indonesia. Jika enggan menjadi anggota atau warga dan simpatisan ormas Muhammadiyah,setidaknya bisa meneladani Muhammad SAW yang juga seorang pedagang dan mentor pengusaha tangguh Abdurahman bin Auf, Utsman bin Affan dan kawan-kawan. Pengusaha dengan akhlakul karimah yang bukan sekedar mengejar keuntungan pribadi, partai atau golongan, melainkan memajukan ekonomi bangsa yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Wallahu’alambishawab (*)
Editor Mohammad Nurfatoni