Darah Segar di Musywil Muhammadiyah Jatim di Ponorogo oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan
PWMU.CO– PWM Jawa Timur telah menyampaikan undangan Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jatim ke daerah.
Permusyawaratan tertinggi di Muhammadiyah Jawa Timur dilaksanakan di Ponorogo hari Sabtu-Ahad, 24-25 Desember 2022. Tinggal sebulan lagi.
Agendanya tidak jauh beda dengan muktamar. Puncak agenda akan terjadi pada pemilihan anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah. Jumlahnya 13 orang.
Ada enam tokoh yang tak bisa dipilih lagi. Muhammad Najikh dan Nadjib Hamid yang wafat. Ketua PWM Dr Saad Ibrahim sudah jadi anggota PP Muhammadiyah. Wakil Ketua Nur Cholis Huda MSi dan Prof Dr Ahmad Jainuri tak bersedia maju lagi. Prof Dr Zainuddin Maliki menjadi anggota DPR dan Ketua PAN Jawa Tengah.
Maka anggota PWM Jatim tinggal tujuh orang yaitu Dr Sukadiono, Dr M. Sulthon Amin, Prof Dr Biyanto, Dr Syamsuddin, Dr Hidayatullah, Ir Tamhid Masyhudi, Prof Dr Thohir Luth. Mereka masih diharapkan melanjutkan estafet kepemimpinan PWM.
Dari kalangan generasi muda Muhammadiyah sudah terdengar slenthingan agar darah segar mulai diakomodasi untuk periode yang akan datang dengan berbagai alasan.
Legacy PWM
Rasanya harus dipikirkan masak-masak komposisi kepemimpinan Muhammadiyah Jatim ke depan. Hal ini bukan saja disebabkan tantangan eksternal dan global yang semakin kompleks dan tinggi. Namun juga era kepemimpinan periode 2015-2022 kemarin yang patut menjadi pertimbangan.
Apa yang menjadi garapan PWM Jatim selama ini bisa dijadikan titik tolak pemilihan kepemimpinan PWM Jatim berikutnya.
Pertama, PWM era Kiai Saad Ibrahim telah meninggalkan legacy sebagai PWM berasa PP. Jangkauan pengabdian yang meluas hingga wilayah Indonesia Timur, Tengah bahkan Spanyol saat rencana membeli gereja menunjukkan PWM Jatim bisa untuk Indonesia dan dunia.
Kedua, chemistry yang terbangun di antara pimpinan terasa kuat. Adanya chemistry, berpotensi memproduksi sikap sehati dan kohesivitas tinggi.
Sikap ini pada gilirannya menimbulkan rasa nyaman, self of belonging, kolaborasi, dan kerja sama yang kuat. Bukti tentang hal ini bisa kita lihat pada bekerjanya sistem organisasi dan kepemimpinan kolegial sehingga program program PWM berjalan dengan baik dan sukses.
Ketiga, kapasitas, integritas, dan kemauan mengabdi benar-benar dimiliki oleh para pimpinan PWM.
Dengan berbagai back ground dan pengalaman, PWM saat ini sangat bisa diandalkan untuk membawa Muhammadiyah Jatim berbicara dan menunjukkan jati diri sebagai pemimpin masyarakat Islam berkemajuan.
Dalam sejumlah event, kita bisa menyaksikan para anggota PWM hadir bersama. Setiap pekan bisa sekali sampai dua tiga kali.
Mereka rapat membahas hal mendesak. Dalam bahasa sederhana mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan, kesehatan, kesempatan, dan kemauan (mampu, sehat, sempat, dan niat).
Keempat, mereka rata-rata sudah selesai dengan dirinya. Menjadi pemimpin di Muhammadiyah harus siap mengurusi Muhammadiyah, bukan malah menjadi urusan dan minta diurusi Muhammadiyah.
Pemimpin yang belum selesai dengan dirinya hanya akan sibuk memikirkan dirinya. Tidak jarang pemimpin yang seperti ini selalu punya alasan logis: ”Maaf saya sedang urus bisnis yang tidak bisa saya tinggal.” dalam setiap undangan rapat. Orang-orang Muhammadiyah yang memang baik-baik akan memakluminya.
Kelima, tidak menjadikan Muhammadiyah sebagai tangga untuk Pansos.
Banyak kita jumpai, sebelum menjadi pimpinan dia adalah orang biasa dan bukan siapa-siapa. Setelah jadi pimpinan, diundang ke sana kemari. Jadilah dia keenakan.
Dengan mudahnya dia mengatasnamakan Muhammadiyah untuk kepentingan diri sendiri atas berbagai alasan. Pimpinan seperti ini akan suka slinthutan, meninggalkan kawan seiring berlari lebih cepat alias kebanteren dari pimpinannya.
Langkah-langkahnya tidak terkoordinasi bersama pimpinan yang lain. Apalagi Muhammadiyah sekarang luar biasa seksinya. Pemimpin Muhammadiyah harus terus mampu membumi, siapapun itu nanti.
Darah Segar
Dipastikan istilah darah segar yang diviralkan pertama kali oleh Prof Din Syamsuddin jelang muktamar akan terus menggelinding sampai ke agenda Musywil yang akan datang.
Jika darah segar diartikan secara kuantitatif memang berkaitan dengan usia. Namun jika darah segar diartikan dengan energik dan aktif, tidak melulu ini tentang usia. Elan vital menjadi utama.
Hampir di semua daerah, cabang, dan ranting Muhammadiyah dan Aisyiyah dipimpin oleh mereka yang usianya di atas kepala 5, 6, 7 bahkan 8. Mereka masih aktif dan bergerak terus meskipun dengan tubuh tertatih.
Memang gerakan sudah lamban, pemikiran sering konvensional tapi semangatnya tinggi dan cukup energik.
Para sesepuh ini sulit diam karena menjadi pimpinan Muhammadiyah adalah hiburan. Namun usulan darah segar juga tidak boleh dipinggirkan karena bisa memberikan pemikiran segar bagi persyarikatan.
Hematnya adalah perpaduan aksiomatis komposisi kepemimpinan sesuai kebutuhan dengan syarat darah segar yang memiliki persyaratan di atas.
Semoga Musywil Ke-16 Muhammadiyah Jatim di Ponorogo memberikan hasil yang berkah.
Editor Sugeng Purwanto