Hukum Wanita Memotong Kuku dan Rambut saat Haid; Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Haid merupakan suatu kondisi di mana seorang perempuan mengeluarkan darah dari farji-nya akibat meluruhnya dinding rahim. Hal ini merupakan kondisi yang alami dan wajar terjadi pada perempuan dengan siklus normal 28 hari sekali atau sekitar itu.
Keadaan haid memang menjadikan seorang perempuan menjadi tidak suci dalam artian tidak dapat melaksanakan ibadah tertentu seperti shalat, puasa, dan thawaf. Sebab ibadah-ibadah tersebut mempersyaratkan pelakunya harus dalam keadaan suci. Dengan kata lain orang yang haid maka ia sedang ber-hadas, dan tergolong hadas besar.
Namun demikian umat Islam perlu memahami bahwa keadaan hadas menghalangi seseorang melakukan ibadah tertentu yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya, yaitu ibadah shalat, puasa, dan thawaf.
Beberapa hadis terkait larangan shalat dan puasa bagi wanita haid adalah sebagai berikut:
Rasulullah SAW bersabda:
أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ
“Bukankah jika wanita sedang haid tidak shalat dan tidak puasa” (HR Bukhari dan Muslim)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah, beliau mengatakan:
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.
“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat.” (HR Muslim).
Adapun larangan thawaf bagi wanita haid terdapat pada hadis:
عَنْ عَائِشَةَ ، زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهَا قَالَتْ : قَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ لَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ ، وَلا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : افْعَلِي مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ غَيْرَ أَنْ لا تَطُوفِي بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِي
“Dari Aisyah RA, istri Nabi SAW, ia berkata, ‘Saya telah sampai di Makkah, sedangkan saya dalam keadaan haid sehingga saya tidak melaksanakan tawaf di Baitullah, tidak juga mengerjakan sai antara bukit Shafa dan Marwa. Lantas, saya pun mengadukan hal tersebut kepada Rasulullah SAW. Beliau pun merespon dengan menyatakan, ‘Lakukan apa yang dilakukan orang yang berhaji, hanya saja jangan melaksanakan tawaf di Baitullah sebelum suci’ (HR Bukhari dan Muslim).
Namun demikian di tengah masyarakat masih ada anggapan terkait larangan bagi wanita haid untuk melakukan beberapa hal selain yang telah disebutkan pada hadits di atas. Di antaranya yaitu wanita haid dilarang memotong rambut maupun kuku. Ini karena adanya analogi yang menyatakan bahwa pada saat hari kebangkitan tiba, maka setiap bagian tubuh akan dikembalikan dalam kondisi sedia kala.
Analogi tersebut tentu saja tidak berdasar pada nash-nash yang jelas sehingga tidak perlu diikuti.
Selain itu Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah juga pernah menjawab pertanyaan serupa di dalam buku Tanya Jawab Agama Jilid 4 halaman 251. Pada prinsipnya yang secara tegas dijelaskan di dalam al-Qur’an dan hadits mengenai larangan bagi wanita haid adalah melakukan hubungan suami istri, shalat, puasa, dan thawaf. Adapun mengenai memotong kuku dan rambut tidak ada larangan baginya, sehingga boleh dilakukan.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; Alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); Guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni