Memilih Kucing dalam Karung, Jangan Terjadi di Musywil Muhammadiyah oleh Drh Zainul Muslimin, Ketua Lazismu Jawa Timur.
PWMU.CO– Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur akan digelar di Ponorogo, Sabtu- Ahad, 24-25 Desember 2022. Penyerahan formulir kesediaan menjadi bakal calon Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) batas akhir 26 November 2022 sudah lewat.
Sekarang kita menunggu siapa saja bakal calon PWM yang ditetapkan untuk dipilih anggota Musywil. Saya berharap Panitia Pemilihan mengumumkan jauh hari sebelum Musywil. Supaya anggota Musywil punya waktu untuk menimbang-nimbang siapa yang paling cocok.
Jangan seperti di muktamar lalu. Calon pimpinan baru ditetapkan Tanwir sehari sebelum muktamar. Dalam dunia politik ada istilah memilih kucing dalam karung. Jangan sampai Muhammadiyah yang berslogan Islam berkemajuan masih menerapkan model seperti memilih kucing itu. Sebab satu ciri berkemajuan adalah transparansi. Keterbukaan.
Para calon pimpinan itu bukan kucing yang dimasukkan karung. Lalu diambil sekenanya seperti permainan kolas. Tapi mereka kader-kader terbaik yang bersedia memimpin persyarikatan ini. Sudah selayaknya ditampilkan secara berwibawa. Diperkenalkan kepada musyawirin dengan terhormat. Tidak mendadak dan tersembunyi.
Ada contoh yang menarik dari pelantikan Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo periode 2022- 2026 kemarin. Bisa kita contoh bagaimana memilih pemimpin. Rektor menyusun visi menjadi perguruan tinggi unggul yang dicapai hingga tahun 2038. Juga menuliskan pengembangan kualitas dosen dari doktor hingga profesor, penelitian, dan pencapaian jumlah mahasiswa.
Selain terbuka siapa saja kandidatnya, para calon pemimpin juga menyampaikan target kuantitatif, terstruktur, dan terukur sehingga pada akhir masa jabatan bisa evaluasi.
Dengan target itu kita tahu bahwa calon pemimpin itu paham atau tidak agenda-agenda mendesak yang harus ditangani di Muhammadiyah Jawa Timur.
Kerja Terukur
Pemimpin itu harus terukur. Bisa dievaluasi berhasil tidaknya. Bukan hanya memberi cek kosong. Kita ketika berlaku sebagai pengamat politik suka memakai istilah itu saat berkomentar tentang Pilpres atau Pileg. Namun saat memilih pemimpin sendiri sungkan memakainya. Inilah yang menyebabkan budaya politik kita tidak jelas warna dan rupanya.
Musywil Muhammadiyah Jatim nanti harus berkemajuan. Harus berbeda dengan lima tahun lalu di Sidoarjo. Harus ada inovasi sebagai ciri berkemajuan. Salah satu inovasi itu calon pimpinan harus menyebutkan target visi, misi, dan kerja supaya bisa dinilai oleh musyawirin.
Dengan target itu musyawirin bisa menilai calon pimpinan ini tahu hasil muktamar dan permasalahan Muhammadiyah Jatim apa tidak. Sebab program kerja harus turunan dari hasil muktamar. Jadi memilih pimpinan itu bukan hanya soal darah segar, senior junior, intelektual dan kiai.
PWM Jatim yang berasa PP ini bukan berarti tanpa masalah. Pimpinan terpilih harus bisa menyelesaikan masalah itu supaya kinerjanya makin bagus. Harus mampu menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai target persyarikatan. Kalau menggerakkan diri saja tidak mampu bagaimana bisa menggerakkan orang lain.
Misalnya, kondisi sekolah Muhammadiyah di Jatim 80 persen ibarat wa laa yahya wa la yamuut. Pimpinan harus punya target menyehatkannya.
Sekaligus target menaikkan gaji guru yang jauh di bawah UMR yang jumlahnya mencapai 5.000 guru. Dengan demikian kita bisa menaikkan income per kapital warga Muhammadiyah.
Three Golden Goal
Kalau fokus pada core dakwah Muhammadiyah yang berbasis pada masjid, sekolah, dan lembaga ZIS maka harus ada sinergi yang kuat antara Majelis Tabligh, Majelis Dikdasmen, dan Lazismu. Data masjid, sekolah, potensi ZIS harus clear.
Gunanya untuk mengatur masjid dan sekolah berstatus muzakki bisa membantu yang mustahiq. Bukan sekadar bantuan keuangan tapi ada pendampingan meningkatkan sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang bagus bakal mampu menyelesaikan masalah.
Saya contohkan PDM Sidoarjo punya target, pertama, sistem manajemen keuangan bisa diaudit sebagai wujud transparansi dan pertanggungjawaban.
Kedua, fokus pada three golden goal yaitu sekolah, masjid, dan rumah sakit harus bersinergi untuk saling memajukan. Memperbaiki layanan dan kualitas manusianya yang profesional dan cerminan perilaku Islami. (*)
Editor Sugeng Purwanto