PWMU.CO– Empat resolusi disampaikan Korwil Alumni IPM Jawa Timur untuk Musywil ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur.
Resolusi Korwil Alumni IPM Jawa Timur disampaikan oleh Ketua Ali Mu’thi dan Sekretaris Achmad Rosyidi dalam rilis yang diterima PWMU.CO, Kamis (1/12/2022).
Musyawarah Wilayah (Musywil) ke-16 Muhammadiyah Jawa Tmur digelar di Universitas Muhammadiyah Ponorogo, 24-25 Desember 2022.
Ali Mu’thi menyampaikan, Musywil ini tidak hanya sebagai rutinitas lima tahunan untuk menghasilkan pimpinan dan program yang formal.
Dia berharap forum tertinggi tingkat provinsi ini menghasilkan keputusan-keputusan organisisasi yang strategis dan menjawab tantangan persyarikatan mendatang.
Karena itu, sambung dia, Korwil (Koordinator Wilayah) Alumni Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Jawa Timur berharap Musywil ke-16 mampu menghasilkan rumusan permusyawatan yang dapat menjawab isu-isu strategis organisasi.
Dia menyampaikan empat resolusi Korwil Alumni IPM Jawa Timur yang berisi:
Pertama, menghasilkan suatu sistem dan mekanisme organisasi yang akuntabel. Ini mencegah praktik penyalahgunaan aset Muhammadiyah untuk kepentingan pribadi maupun golongan yang tidak bisa di pertanggungjawabkan.
Kedua, mampu merumuskan program kerja yang berorientasi pada upaya mempersempit kesenjangan amal usaha, terutama di bidang Pendidikan.
Ketiga, mampu melahirkan program kerja yang berorientasi pada upaya mempersempit kesenjangan antar majelis. ”Untuk itu diperlukan mekanisme organisasi yang dapat menepis citra majelis mata air dan majelis air mata,” ujarnya.
Keempat, mampu menetapkan kepemimpinan kolektif yang mempertimbangkan berikut ini.
Satu, memiliki kematangan kekaderan. Isu ini penting untuk menjamin kelangsungan organisasi sesuai dengan ideologi Muhammadiyah dan mengantisipasi adanya infiltrasi dari ideologi-ideologi lain.
Dua, memiliki keberanian menegakkan aturan organisasi secara tegas dan disiplin. Salah satunya adalah menyangkut ketegasan dalam mendisiplinkan pimpinan amal usaha yang melebih batas periode yang sudah ditentukan dalam organisasi.
Tiga, memiliki kepedulian dan komitmen terhadap Organisasi Otonom maupun kader-kader Angkatan Muda Muhammadiyah.
Empat, memiliki kemampuan komunikasi dan akomodasi yang baik terhadap kader-kader Muhammadiyah. Pimpinan kolektif seyogyanya memiliki ruang dan waktu untuk berkomunikasi dengan kader-kader Muhammadiyah secara fleksibel sehingga pimpinan tidak terkesan sakral yang sulit diakses. ”Harus ada upaya desakralisasi pimpinan yang terjadi akhir-akhir ini,” katanya.
Lima, memiliki kemampuan mendesain Muhammadiyah Jawa Timur sebagai organisasi pergerakan yang peka persoalan keumatan dan kebangsaan. Bukan organisasi yang cenderung birokratis.
Editor Sugeng Purwanto