PWMU.CO– Prof Agus Purwanto Dsc (58), banyak orang berharap guru besar ITS ini masuk dalam jajaran 13 Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur. Namun sayang, pakar Fisika Teori ini tak mengembalikan formulir kesediaan calon pimpinan yang diberi Panitia Musywil. Deadline-nya telah lewat. 26 November lalu.
”Saya belum sanggup mengemban tugas menjadi pimpinan Muhammadiyah Jatim. Saya belum selesai dengan diri sendiri,” kata Gus Pur, panggilan akrabnya.
Musywil ke-16 Muhammadiyah Jatim akan berlangsung di Ponorogo, 24-25 Desember 2022.
Masuk 13 anggota PWM Jatim, kata dia, harus sanggup hadir rapat tiap Jumat. Terus keliling daerah memberi pengajian dan menyelesaikan masalah.
”Sering tinggalkan anak-istri terlebih di hari libur Sabtu-Ahad. Di hari libur malah sibuk ke daerah,” kata Gus Pur yang menjabat Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim sejak 2008 ini.
Tapi alasan utama dia belum sanggup jadi pimpinan PWM karena ingin fokus membina mahasiswanya menjadi ilmuwan sejati. ”Jumlah fisikawan teori di Indonesia sangat sedikit. Hanya 40 orang. Itu pun kebanyakan berkumpul di Bandung dan Jakarta,” kata ilmuwan kelahiran Jember ini.
Dia menjelaskan, bangsa ini butuh lebih banyak lagi ilmuwan. Butuh banyak fisikawan. Butuh lebih banyak lagi fisikawan teori. Kota yang ada doktor fisika teori baru di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Makassar, Palembang, Bogor, Solo.
Fisikawan teori itu ilmuwan langka. Karena itu dia menyediakan waktu membimbing mahasiswa S1, S2 dan S3. Ada pertemuan rutin. Sepekan minimal dua kali. ”Kalau ini saya tinggal, belum ada yang menggantikan,” tandasnya.
Dia juga punya misi yang harus diselesaikan. Sangat sulit selesai jika masuk struktur yang menjadikannya supersibuk. Misi ini terkait karya monumental untuk Islam.
Alasan lain dia juga mau kembangkan program unggulan Trensains alias Pesantren Sains. Seperti yang sudah dibangun di Sragen bersama Muhammadiyah dan Jombang milik Ponpes Tebuireng. Kalau PP mau sekolah Muhammadiyah punya unggulan ini dia sanggup membinanya.
Ahli Hisab
Sebagai orang yang bergerak dari bawah dari PCM yang membina Ranting, dari Daerah yang membina Cabang, dari Wilayah yang membina daerah, dia tahu hitam putihnya Muhammadiyah.
”Saya tahu pimpinan Muhammadiyah itu harus bagaimana. Itu sebabnya saya tidak bersedia karena bakal tidak sanggup. Saya juga tahu diriku Muhammadiyah harus menumbuhkembangkan ilmu dan ilmuwan,” ujar ahli astronomi ini.
Dia tetap bersedia masuk di Majelis Tarjih dan Tajdid sesuai dengan keilmuan yang dia kuasai. Membantu tim ahli hisab Muhammadiyah Pusat.
”Bisa jadi ada yang berpikir menjadi pimpinan 13 bisa punya akses berhubungan dengan kekuasaan, bisa keluar negeri, mendapat fasilitas, mengisi pengajian ke daerah-daerah. Tak masalah dengan impian seperti itu asal tugas utama sebagai pimpinan 13 telah terpenuhi. Menjadi masalah jika mengejar impian tersebut namun tugas utama sebagai pimpinan 13 terbengkalai,” kata penulis buku Ayat-ayat Semesta ini.
Jadi Penggembira
Menurut dia, menjadi pimpinan 13 adalah menjadi pengabdi dan pelayan. Jam tidur berkurang. Bahkan bisa jadi tidurnya di perjalanan saat menuju lokasi bertemu dan melayani umat.
Warga persyarikatan di pelosok se Jatim sejak ujung timur Banyuwangi dan Kangean hingga ujung barat Pacitan menunggu kehadiran pimpinan 13 secara langsung.
”PWM Jatim adalah PWM rasa PP. Maka pimpinan 13 mesti berideologi Muhammadiyah yang kokoh dan trengginas,” ujar Gus Pur yang juga menulis buku Pintar Membaca Arab Gundul dengan Metode Hikari.
Dia menerangkan, Muhammadiyah itu punya kultur unik. Mereka yang suka koar-koar, misalkan dengan mempromokan diri bisa ini itu jika terpilih, biasanya malah tidak terpilih.
”Maklum orang Muhammadiyah umumnya kan orang lapangan. Tahu likunya lapangan. Yang pekerja tulen umumnya bekerja dalam senyap. Kalaupun bersuara suaranya untuk siar. Aktivitasnya bukan sounding kemampuan atau kehebatannya,” tandas Prof Agus Purwanto.
Dikatakan, umat Muhammadiyah sudah bisa menilai siapa pimpinan sejati atau pimpinan papan nama. Pimpinan papan nama itu di daftar nama pimpinan ada, tetapi di lapangan tidak ditemukan.
”Dus, gak usah kasak-kusuk menjelang Musywil agar tidak terpeleset dan terkuak niat busuknya,” tuturnya. ”Saya siap berangkat jadi penggembira Musywil di Ponorogo.”
Editor Sugeng Purwanto