PWMU.CO – Ahli politik Muhammadiyah dari Universitas Airlangga Surabaya, Aribowo menyebut rezim Jokowi mirip dengan masa Soekarno. Orientasinya ke China. Hanya saja, pemerintahan Jokowi lebih pragmatis dan berwajah multikultural.
Menurut Aribowo, dakwah Islam secara mendasar–baik nilai Islam, ideologi dan tujuan formulasi politiknya–berbeda dengan wajah rezim Jokowi.
“Kompromi bisa terjadi jika arah dan substansi dakwah Islam menempatkan dirinya dalam bagian dari hegemoni rezim Jokowi,” ujar Aribowo saat menjadi pembicara dalam acara Seminar dan Konsolidasi Majelis Tabligh PWM Jatim, Sabtu (18/3).
(Berita terkait: Mubaligh Muhammadiyah Harus Terampil ‘Menjual’ Islam Berkemajuan)
Negara saat ini memperbesar kekuatannya untuk menjadi rezim nasionalisme. Era ini menggaet dukungan dari media massa, kekuatan kapital, dan kekuatan asing.
“Jadi dakwah Islam yang menjadi bagian civil society secara potensial dan aktual akan berhadapan dengan negara. Dakwah Islam dibiarkan jika bersedia menjadi sub-ordinasi negara,” terangnya.
(Berita terkait: Untuk Pemetaan Dakwah, Muhammadiyah Jatim Giatkan Pendataan Masjid dan Mushala)
Untuk itu Muhammadiyah harus mematangkan strategi dakwahnya. Muhammadiyah saat ini mulai masuk dalam ranah komunitas. “Ada sasaran dakwah komunitas. Atau lebih luas lagi dinamakan dakwah kultural. Salah satu cara untuk masuk ke ranah itu adalah dengan melakukan gerakan sosial dakwah,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam dakwah diperlukan model gerakan sosial. Karena perkembangan masyarakat semakin kompleks dan maju. “Kita tidak bisa lagi membiarkan para da’i atau ustadz bekerja sendiri. Semua hal terkait dengan dakwah amar makruf nahi munkar perlu diorganisir dengan baik, obyektif, dan metodologis,” urainya. (ilmi)