Sainstifikasi Nushus dan Nushusisasi Sains, Filosofi di Balik Tema Musywil Ponorogo; liputan Mohammad Nurfatoni
PWMU.CO – Membumikan Islam Berkemajuan, Memajukan Jawa Timur. Itulah tema Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur, yang akan berlangsung di Ponorogo, 24-25 Desember 2022.
Untuk memahami makna tema tersebut, PWMU.CO mewawancarai Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr M Saad Ibrahim MA untuk mendapatkan penjelasan secara mendalam. Wawancara dilakukan melalui sambungan telepon, Senin (12/12/2022).
Saad Ibrahim mengatakan, ‘Membumikan Islam Berkemajuan’ itu sebenarnya sudah dimulai sejak Muhammadiyah didirikan. “Artinya, pendirian Muhammadiyah diawali dengan pandangan Islam berkemajuan. Ini tampak dari, misalnya, KH Ahmad Dahlan menggunakan Ilmu Falak (Astronomi) untuk menata kembali masjid-masjid agar bisa secara saintifik mengarah ke Baitullah,” jelasnya.
Menariknya, lanjut dia, dalam mempelajari Islam, KH Ahmad Dahlan mengkaji nash-nash di antaranya dalam konteks fikih dan tafsir. Baik ketika berguru ke Kiai Sholeh Darat, ke Makkah, maupun ke yang lainnya.
“Waktu beliau mendirikan Muhammadiyah, lalu bersentuhan secara konkret dengan dunia sains, dalam hal ini Ilmu Falak atau Astronomi. Maknanya ini adalah sebuah declare (pernyataan) bahwa Muhammadiyah ini membawa dan mengaplikasikan apa yang belakangan kita kenal dengan Islam Berkemajuan,” terangnya.
Saad menegaskan, ukuran kemajuan itu konteksnya saintifik, “Menggunakan teknologi terkini. Menggunakan Ilmu Falak saat itu bagian dari pernyataan Islam Berkemajuan.”
Muhamamdiyah Pelopor
Dalam perkembangannya, Muhammadiyah memelopori pendidikan yang memadukan nushus—jamak dari nash yakni teks-teks agama—dengan sains. Karena itu, seperti pernah dikatakan Robert Heffner, Antropolog dari Boston University, “Pendidikan Islam yang terbaik adalah yang dilakukan Muhammadiyah.”
Alasannya, pendidikan di Muhammadiyah telah lama memadukan dimensi nushus dan dimensi sains, yang kemudian belakangan diikuti dengan berdirinya—atau lebih tepatnya metamorfosis Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi—Universitas Islam Negeri (UIN).
“Segi-segi keislaman yang dilakukan perguruan tinggi Islam itu semata-mata berbicara tentang konteks nushus. Tapi dengan menjadi UIN, maka dimensi saintifik di dalamnya juga terjadi. Tentu tidak cukup dengan menyejajarkannya, tapi saling masuk ke dalamnya,” terangnya tentang fenomena saintifikasi nushus.
Menurutnya, mungkin perlu juga dipikirkan istilah berikutnya yaitu nushusisasi sains. “Yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan, ketika nash mengajarkan shalat menghadap arah kiblat, itu diwujudkan dengan menggunakan sains berupa Ilmu Falak.
Dia menerangkan, yang dilakukan KH Ahmad Dahlan ini satu langkah saintifikasi nushus. “Tugas kita, Muhammadiyah, ke depan sebenarnya menguatkan kembali proses nushusisasi sains, yang dulu istilahnya islamisasi sains,” ujarnya.
Dengan dua langkah itulah, yakni nushusisasi sains dan sainstifikasi nushus, insyaallah Islam Berkemajuan dilengkapi dengan kemajuan Islam. Mengapa? Dia menjelaskan, “Kalau dunia sains tanpa dikendalikan dimensi teologis, apalagi kekuatan dunia sains dengan teknologi modern sangat dahsyat, bisa memiliki potensi distukrsi sangat dahsyat!”
Jika Muhammadiyah tidak melakukan kemajuan sainstifik dengan dimensi nash-nash, maka menurutnya akan menjerumuskan umat manusia. Oleh karena itu, dia mengimbau Islam Berkemajuan ini harus terus dilakukan.
Memajukan Jawa Timur
Terkait frase tema ‘Memajukan Jawa Timur’, menurutnya ini bukan pernyataan akan tetapi telah, sedang, dan akan terus dilakukan. “Inilah bagian dari langkah Muhammadiyah,” katanya.
Di satu sisi, seluruh langkah Muhammadiyah itu untuk li i’laai kalimaatillah, li i’laai diinillah, li i’laai ummatillah.
(لإعلاء كلمة الله، لإعلا دين الله، لإعلاء أمة الله)
Yakni meninggikan kalimat Allah/ajaran Islam,meninggikan agama Allah, dan meninggikan umat Allah.
Di sisi lainnya, khidmatu al ummah, khidmatu as-sya’ab, bahkan bernash jamii’an fii kulli ankhai ardhillah itu.
(خدمة الأمة، خدمة الشعب، جميعا في كل أنخاء أرض الله)
Yaitu khidmah atau pengabdian kepada umat Islam), khidmah untuk bangsa. Dan semuanya di setiap penjuru bumi Allah.
Saad menegaskan di samping kita meninggikan agama Islam ini dengan langkah-langkah kita, sekaligus juga untuk berkhidmat pada umat, bangsa, dan kemanusiaan universal.
“Maka kalau toh kita berikan batasan pada konteks Jawa Timur, itu hanya untuk menunjukkan bahwa ini bagian langkah-langkah utama kita. Tapi kita pun juga berusaha untuk tidak sekadar dalam konteks Jawa Timur tapi berkiprah lebih luas. Entah itu konteks keindonesiaan maupun konteks global,” imbuhnya.
Dia menyadari Muhammadiyah bagian elemen penting bangsa, selain juga ada pemerintah maupun organisasi keagamaan lainnya. Maka, dia mengajak, “Mari gunakan seluruh energi kita, gunakan seluruh elemen bangsa itu untuk konteks yang saya sampaikan tadi! Tentu kalau ini kita lakukan, maka dampak positifnya tidak hanya mengenai Muhammadiyah, tapi juga ke bangsa ini, bahkan Jawa Timur dalam konteks yang lebih luas yang tidak hanya dihuni orang-orang Muhammadiyah.” (*)