Inilah Inovasi dan Capaian Resource Centre di Gresik; Liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Proses klarifikasi dan verifikasi data empirik draft Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan Inklusif Kabupaten Gresik berlangsung di Aula UPT Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (disingkat LP ABK, sebelumnya disebut UPT Resource Centre) Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik tepat setelah memperingati Hari Disabilitas Internasional 2022, Rabu (14/12/12) siang.
Dalam pertemuan terbatas itu hadir tim dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang dipimpin Prof Dr Budiyanto MPd, Guru Besar di Bidang Inklusi pertama di Unesa sekaligus menjadi guru besar ketiga di Indonesia pada bidang yang sama. Selain itu, hadir Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Gresik S Hariyanto SPd MM dan Ketua UPT LP ABK Innik Hikmatin MPdI.
Hadir pula M Badrut Tamam SPd, mahasiswa Unesa yang sedang magang di UPT LP ABK, dan Sayyidah Nuriyah SPsi mewakili Pusat Layanan Psikologi dan Konseling (PLPK) Smamio, lembaga UPT LP ABK bekerjasama dalam hal asesmen dan identifikasi siswa.
Sebelum proses ini dimulai, Prof Budi sangat mengapresiasi UPT RC Kabupaten Gresik. Sebab, dalam operasionalnya sebagai UPT mendapat mandat tambahan sebagai pendamping penyelenggaraan pendidikan inklusif di Kabupaten Gresik.
“Ini inovasi Kabupaten Gresik yang sering saya bagikan di tempat lain. Semoga tetap kita pertahankan agar tupoksi RC semakin kuat dan ke depan Renstra UPT punya cabang di titik tertentu seperti di Bawean, Gresik Utara, ada cabangnya,” ujarnya.
“Di wilayah Utara, anak-anak berkebutuhan khusus meningkat. Titik episentrum bisa dipindahkan, tapi pusat koordinasi tetap satu (di gedung UPT RC sekarang, Jalan Proklamasi Gg IV),” imbuh Konsultan Pendidikan Inklusif Kabupaten Gresik itu.
Dia menegaskan itu penting karena berdasar analisis timnya pola ini dianggap lebih efektif dan efisien. “Pola RC kita berbeda dengan di kabupaten/kota lain. Karena amanat UU No 8 atau PP 13 RC itu tugasnya hanya empat yang utama: memberikan layanan konsultasi, identifikasi dan asesmen, terapi, dan pendidikan transisi untuk pendidikan formal,” terangnya.
Kemudian, lanjutnya, kalau di Gresik itu UPT berada di bawah Dispendik, sementara RC yang lain sangat bervariasi. “Dominannya hanya melayani anak-anak,” ungkapnya.
Padahal masalahnya berdasarkan kajian tim Prof Budi, sumber daya manusia di sekolah inklusi sangat terbatas sehingga tidak mungkin di sekolah inklusi juga mampu memberikan layanan terapi. Di sinilah RC menjalankan fungsinya. “Jadi bisa kolaboratif karena di kurikulum pendidikan khusus, program materi di layanan pendidikanya ditambah satu yaitu intervensi terapi dan pengembangan kemampuan khusus,” terangnya.
Capaian
Innik Hikmatin menyatakan terbentuknya Renstra ini membuatnya lebih lega. Mengingat, ibu dua anak kelahiran Gresik, 11 Oktober 1965 itu akan pensiun tahun depan. “Pak Budi guru saya. Saya tidak bisa berkontribusi di Unesa. Saya (bekerja) di sini, alhamdulillah anak saya di Unesa,” ujarnya dengan air mata menggantung.
“Setelah pensiun, di UPT RC semua tertata, di rumah sudah banyak yang saya siapkan. Rumah saya jadi pondok tunarungu,” imbuhnya sambil menyeka air matanya.
Dalam kesempatan itu, Innik mengenalkan berbagai capaian proses pelayanan UPT RC selama ini. “Sudah ada tiga buku yang kami launching, karya bersama para guru pendidik khusus dan para bunda tangguh,” terangnya.
Kemudian dia juga menunjukkan kerajinan tangan tas ayaman, bros bunga cantik, lampion hias, bahkan ada pula beberapa sampel baju kebaya yang terpajang di lemari UPT RC. “Ini bagian dari post school.
Anak-anak yang tidak kuliah, berkarya di sini,” ujarnya.
Kata Innik, menganyam tas itu sekaligus sebagai media terapi tangan peserta post school yang masih tremor. Jadi tidak sekadar berkreasi, tapi juga terapi. Yang juga menarik, UPT LP ABK itu kini memberdayakan dua tenaga kerja tunarungu. “Farin dan Tya sudah kuliah di Akademi Semen Indonesia,” ungkapnya.
Pihaknya sebisa mungkin menyelenggarakan pelayanan memenuhi empat pilar pendidikan. Di antaranya mempertimbangkan budaya, praktik, dan kebijakan untuk mewujudkan karakter akhlakul karimah.
Saat pandemi, UPT RC pun tetap memberdayakan para orangtua melalui program blended learning. “Untuk pengembangan komunikasi speech delay dengan total diikuti 112 anak,” terangnya.
Untuk memastikan para siswa ABK bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, Innik mengungkap pihaknya lebih sering ‘jemput bola’. “Kami antar ke sekolah mana yang terdekat. SLB Negeri jauh dari sini, tapi mereka harus tetap sekolah. Semua sekolah harus menerima, kita belajar bareng-bareng,” tuturnya.
Hingga kini, lanjutnya, ada 989 sekolah yang pihaknya dampingi. “Tiap hari ada kepala sekolah, guru, dan sekolah yang ke sini. Kita identifikasi dan petakan akar masalah. Karena belum ada tenaga psikolog, kami bekerja sama dengan PLPK Smamio. Kami sudah memberikan 130 rekomendasi,” imbuhnya.
“Tren ABK naik. Kemarin ada delapan tamu baru. Entah karena bertambahnya disabilitas atau naiknya kesadaran untuk menempuh pendidikan,” kenangnya.
Di sisi lain, pihaknya mendapati tantangan perubahan penempatan guru pendidik khusus. “Dari 156 GPK yang sudah kamu tata penempatannya, 60 persen lolos. Akhirnya kami undang sekolah-sekolah itu untuk mendapat penjelasan lagi tentang pendidikan inklusif sehingga 98 sekolah berkenan melayani tanpa GPK, melayani dengan hati,” terangnya.
Tidak hanya melayani identifikasi siswa, Innik juga mendampingi dan melayani konsultasi para guru dan kepala sekolah. Dia mencontohkan, “Kepala SD Muhammadiyah 1 Bawean kemarin juga magang di sini.”
Pihaknya juga telah menetapkan target agar setiap Ramadhan mengaji bersama. “Ramadhan tahun kemarin, ada Aisyah dari Kotugres sendiri yang menjadi pemateri, didampingi Bu Sayyidah,” imbuhnya.
Innik pun mengungkap, pihaknya berencana mewujudkan pembangunan mushala di tanah kosong. “Agar orangtua bisa menunggu di sana, selain kita juga sudah punya playground,” ujarnya. Saat ini pihaknya masih berusaha mencari penyuntik dana untuk mewujudkannya. (*)