Lima Nasihat Prof KH Didin Hafidhuddin di Silatnas X Elkisi, Catatan M. Anwar Djaelani.
PWMU.CO – Ahad 18 Desember 2022 berlangsung Silaturahmi Nasional X Pondok Pesantren Islamic Center (PPIC) Elkisi, Mojokerto. Jawa Timur. Acara yang dimulai pukul 08.45 itu berlangsung lancar dan penuh kesan.
Silatnas X di pesantren yang berdiri pada 2010 itu berlangsung meriah, lantaran adanya berbagai acara yang menarik. Juga, berlangsung khidmat karena banyak tausiah disampaikan oleh dua pembicara yaitu Prof Dr KH Didin Hafidhuddin dan KH Syafruddin Zakariya Labay Lc.
Pun, berlangsung penuh keabraban karena ada nuansa kangen-kangenan, karena acara yang mestinya agenda tahunan di tiap bulan Syawal itu tak dilaksanakan dalam dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19.
Hal yang pasti, dari acara yang dihadiri sekitar 9 ribu orang itu penuh kesan. Bahwa, meski PPIC Elkisi terletak relatif di pelosok yaitu di Dusun Kemuning, Desa Mojorejo, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. tapi yang hadir datang dari berbagai daerah dan kalangan.
Sekadar menyebut pihak hadir, misalnya, ada tokoh masyarakat Mojokerto (termasuk Kapolsek dan Danramil setempat) dan pengasuh Pesantren Al-Fattah Sidoarjo. Juga, ibu-ibu dari Muslimat Dewan Dakwah Jawa Timur, Aisyiyah, dan Muslimat NU.
Ada pula, jamaah dari Banyuwangi, Jember, Probolinggo, Pasuruan, Malang, Trenggalek, Madiun, dan Kediri. Adapun tamu yang tergolong istimewa, adalah yang dari Lombok Utara. Mereka, 25 dai, datang dengan menumpang kapal laut selama 20 jam perjalanan.
Moda transportasi yang digunakan hadirin beragam. Ada mobil pribadi, ada yang menyewa angkot, bahkan ada yang menyewa bus. Contoh, takmir dan jamaah Masjid Raudhatul Jannah Wisma Permai Sidoarjo datang dengan tiga bus.
Forum Melaporkan
Dalam acara tersebut Pengasuh PPIC Elkisi KH Fathur Rohman di saat memberikan sambutan. “Pertama, terima kasih atas kehadiran Bapak dan Ibu semua di acara PPIC Elkisi di usianya yang ke-12,” katanya
Acara ini, sambungnya. antara lain bisa kami manfaatkan untuk memberikan semacam laporan atas perkembangan pesantren ini yang keberadaannya tak lepas dari kontribusi hadirin termasuk lewat zakat, infak, dan sedekah.
“Di Silatnas Elkisi yang pertama kami masih punya empat lokal, dua untuk kelas dan dua untuk penunjang kegiatan. Di awal, pesantren kami ada di lahan 8000 M2. Sekarang, alhamdulilah, lahan pesantren sudah sekitar 21 hektar. Semua itu tak lepas dari, sekali lagi, dukungan zakat, infaq, dan sedekah kaum Muslimin,” lanjutnya.
Kedua, sambungnya, “Kita memang harus total dalam menolong agama Allah. Pesantren ini, bisa dibilang, merupakan perwujudan dari amanah yang disampaikan Allahuyarham Bapak Tamat Anshori kepada saya.”
Tamat Anshori, yang antara lain pernah menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII), Jatim, kala itu menyampaikan bahwa betapa penting menyiapkan kader daI yang siap dan sanggup ditempatkan di berbagai pelosok negeri.
“Hal yang demikian disampaikan Pak Tamat Anshori pada 1992, yang ketika itu mencari da’i dengan kriteria siap mengabdi di daerah terpencil tak semudah di masa-masa sebelumnya.”
Alhamdulillah, kata dia, kini kita bisa saksikan, PPIC Elkisi telah berhasil menyiapkan dan mengantarkan kader dai ke berbagai tempat. Sekarang, di PPIC Elkisi ada TK, SD, SMP, SMA, Elkisi Institute, dan Akademi Dakwah Indonesia (ADI) Jatim.
“Ada pula, yang baru dirintis, Akademi Bola yang nantinya akan didesain menjadi Pesantren Sepakbola. Terkait yang disebut terakhir ini, Tim Elkisi menjadi juara Liga Santri PSSI Piala Kasad 2022 tingkat Kodam V Brawijaya,” ungkapnya.
Dia menambahkan, “Juga ada fasilitas Edupark, kolam renang, dan Camping Ground. Kemudian, hal yang tergolong baru, PPIC Elkisi turut berkontribusi pada usaha membangun Wisma Adab di Malaysia.”
Adapun lulusan PPIC Elkisi, kata dia, antara lain ada yang melanjutkan studi ke luar negeri. Ada yang ke Universitas Al-Azhar Kairo, ke Sudan, dan lain-lainnya.
Spirit Enggano
Berikutnya, KH Syafruddin Zakaria Labay Lc, seorang daa senior di pedalaman Bengkulu, menyampaikan pengalamannya berdakwah di pelosok yang terpencil. Dia, sekarang berusia 68 tahun.
Zakaria bercerita, bahwa pada 1978 ditugaskan oleh Buya Natsir. Itu terjadi setelah dia mendapat pencerahan untuk melanjutkan perjuangan dakwah di tempat terpencil. Memang, sebelumnya, dia mendapatkan pelatihan dakwah di Darul Falah Bogor. Kala itu di antara yang menyampaikan materi adalah Mohammad Natsir, Mohammad Roem, dan Didin Hafidhuddin.
Syafruddin Zakaria Labay ditugaskan berdakwah di Pulau Enggano. Pulau itu salah satu pulau terluar Indonesia, terletak di Samudera Hindia. Pulau Enggano itu sebuah kecamatan, bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Dari Kota Bengkulu, diperlukan 13 jam perjalanan laut.
Di Pulau Enggano, Syafruddin Zakaria Labay harus sabar dan gigih berdakwah. Hal ini, karena sebelumnya, telah lama zending Protestan menyebarkan agama. Sejak 1902, mereka yang berasal dari Jerman itu sudah masuk. Selanjutnya, alhamdulillah berkat dakwah, keadaan berubah. Cahaya dakwah terus bersinar dan menampakkan hasil di Pulau Enggano.
Dengan pengalamannya itu, dia memotivasi santri. “Siapkah para santri berdakwah di pelosok,” tanya Syafruddin Zakaria Labay lantang.
Tantangan ini lalu dijawab oleh yang mendengar, “Insya Allah, siap!”
Teduh dengan Lima Pesan Menggugah
Berikutnya, Prof Dr KH Didin Hafidhuddin menyampaikan tausiah. Dia mengingatkan, agar kita aktif berdakwah. “Aktivitas berdakwah, akan mengundang pertolongan Allah,” tuturnya lembut.
Menurutnya, dalam berdakwah, manfaatkanlah semua peluang. Lihat, kata dia, saat negara Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022, warna dakwah terasa. Misal, tak boleh ada minuman keras dan tak boleh ada kampanye pro-LGBT di turnamen sepakbola yang menyedot perhatian warga dunia itu.
KH Didin Hafidhuddin mengingatkan, berdakwah lewat jabatan yang sedang diamanahkan kepada kita, penting dan strategis. Dia lalu memberikan sebuah kisah nyata, bahwa hasil “Dakwah dengan Tanda Tangan” itu luar biasa. Ada sebuah pengalaman ketika beliau masih sebagai Ketua Umum Baznas RI.
Kisah itu, dialami seorang Direktur Utama salah sebuah BUMN pada 2009. Di BUMN itu ada 40.000 karyawan. Awalnya, teknis pelaksanaan zakat terserah kepada masing-masing karyawan. Hasilnya, didapat Rp 157 juta tiap bulan.
Lalu, lewat surat keputusan yang ditandatangani oleh firektur utama, diatur bahwa bagi semua karyawan yang sudah memenuhi syarat sebagai wajib zakat, maka tiap bulan 2,5 persen dari gaji langsung dipotong. Bagi yang tak setuju, diminta datang kepadanya.
Bulan berikutnya, Oktober 2009, terkumpul dari zakat karyawan, Rp 6,3 miliar. Jelas, ini berkat tanda tangan direktur utama sebuah BUMN, yang berdakwah di bidang ekonomi secara langsung.
Selanjutnya, berikut ini nasihat KH Didin Hafidhuddin kepada hadirin. Pertama, bangun semangat cinta bekerja. Dia lalu memberi ilustrasi. Bahwa, di saat pulang dari Perang Badar, Rasulullah SAW bertemu seorang pemuda. Dia tak ikut perang dan sedang dalam perjalanan pulang dari bekerja. Saat bersalaman, tahulah Nabi SAW, tangan pemuda itu kasar lantaran bekerja. Melihat hal itu, Nabi SAW mengapresiasi pemuda tersebut. Hal ini karena aktif bekerja, bagian dari ibadah.
Kedua, bangun spirit cinta wirausaha. Terus yakini, kata KH Didin Hafidhuddin, bahwa sebaik-baik harta adalah harta yang ada di tangan orang-orang baik. Umat Islam harus terus didorong agar menjadi pedagang yang jujur. Pedagang yang jujur akan bersama syuhada di surga.
Kuat di sisi ekonomi, lanjut KH Didin Hafidhuddin, sesuatu yang niscaya. Dengan posisi itu, kita tidak akan tergantung pada pihak lain. Untuk itu, pasar harus dikuasai. Tentu, makna “kuasai” antara orang Islam dengan nonislam akan beda.
“Ketiga, harus saling mendukung antarsesama Muslim. Bahwa, orang bertakwa tidak makan harta kecuali dari harta sesama orang takwa. “Belilah produk sesama orang takwa,” tutur KH Didin Hafidhuddin.
Keempat, perkuat ekonomi syariah, kata KH Didin Hafidhuddin. Bantu, misalnya, berbagai lembaga keuangan syariah.
Kelima, ikutlah dalam program penguatan pesantren. Ketahuilah, kata dia, pendidikan di pesantren itu terbaik di masa sekarang dan yang akan datang.
Unjuk Hafalan
Di antara acara menarik lainnya adalah saat enam santri, tiga laki-laki dan tiga perempuan, unjuk kebolehan hafalan hadits beserta pemahaman atas maknanya. Mereka diuji oleh dua ustadz dari PPIC Elkisi dan dua penguji spontanitas dari kalangan tamu.
Enam santri itu cekatan menjawab berbagai model pertanyaan dari dua ustadz penguji. Misal, mereka diminta menyebut lengkap hadits tentang larangan bersikap riya’. Juga, tentang larangan menjadikan rumah mirip kuburan. Mereka juga berhasil meneruskan hadits, yang potongan awalnya dibacakan.
Acara menjadi lebih menggugah, ketika yang memberi soal dari kalangan tamu. Pada kesempatan itu, KH Syafruddin Zakaria Labay dan salah seorang tamu dari Lombok Timur mengajukan pertanyaan. Atas pertanyaan keduanya, para santri bisa menjawab dengan baik.
Acara lain, berupa pemberian piala dan piagam penghargaan kepada sejumlah santri laki dan perempuan atas berbagai prestasi yang dicapainya. Tak sedikit hadirin yang terharu melihat para santri itu. Hal ini, antara lain, karena ada yang tampak masih berusia lima tahun.
“Alhamdulillah, hebat santri-santrinya,” kata Siti Zaenab setelah keseluruhan acara selesai. Adapun Siti Zaenab, adalah seorang guru dan tinggal di Sidoarjo.
Demikianlah, acara berakhir pukul 11.00. Para undangan lalu menikmati jamuan makan siang. Kemudian, setelah menegakkan shalat dhuhur, segenap tamu pulang dengan aneka kesan yang baik. Alhamdulillah! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni