Karena Ini Nur Cholis Huda Menangis di Musywil Ponorogo
Tangisan Nur Cholis Huda di Musywil Ponorogo, liputan kontributor PWMU.CO Sugiran.
PWMU.CO – Sebelum penutupan Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jatim di Expotorium Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Umpo), Ahad (25/12/2022), ada agenda khusus Sidang Pleno VI.
Sekretaris Pimpinan Wilayah Muhammadiyah PWM Jatim periode 2015-2020 Ir Tamhid Masyhudi didaulat untuk memimpin Sidang Pleno VI ini.
“Sidang Pleno VI ini berbeda dengan musywil lainnya. Kita akan mendengarkan bukan kata perpisahan, namun wejangan senior kita, Pak Nur Cholis Huda dan Prof Achmad Jainuri,” ujarnya.
Sesaat kemudian, Nur Cholis Huda menuju mimbar dan memulai wejangannya. Dia mengaku sudah 30 tahun menjadi anggota PWM Jatim.
“Selama 30 tahun menjadi anggota PWM, belum pernah saya menyaksikan Musywil semeriah ini. Ada reog, orchestra, aneka tarian, wayang kulit, bahkan door prize umroh. Jadi kalo Pak Din Syamsuddin tadi di Pengajian Ahad Pagi Al-Manar menyampaikan bahwa ini musywil rasa muktamar maka itu benar,” ungkapnya disambut tepuk tangan hadirin.
“Dulu mungkin hanya paduan suara. Dan pembukaan kemarin luar biasa. Terima kasih Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Ponorogo dan Panitia Musywil,” imbuhnya kembali disambut tepuk tangan hadirin.
Selama 30 tahun pula, lanjutnya, belum pernah merasakan kecemasan seperti menjelang Musywil Ke-16 Muhammadiyah Jatim di Ponorogo ini.
“Saya baca-baca di medsos luar biasa, di luar nalar Muhammadiyah. Sampai tiap shalat saya berdoa. Ya Allah, selamatkanlah Muhammadiyah ini,” ucap Nur Cholis Huda sambil sesenggukan dan meneteskan air mata.
Pak Nur, sapaan akrabnya, mengaku sedih sekali. Mengapa di medsos di luar nalar Muhammadiyah. Kasar dan membuatnya cemas.
“Ya Allah. Selamatkanlah Muhammadiyah yang telah membesarkan saya 30 tahun lebih,” ungkapnya sambil kembali sesenggukan.
“Alhamdulillah saya bersyukur semuanya berjalan dengan baik dan lancar,” ungkapnya disambut apllaus hadirin.
Kemudian Pak Nur mengajak peserta Musywil untuk mengenang gaya mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah AR Fachruddin.
“Saat Muktamar Muhammadiyah di Surabaya, tepatnya di Tambaksari, Pak AR berpidato yang membuat saya terkejut,” paparnya.
“Kepada saudara saya para pencopet. Saya mohon minta tolong kepada Saudara, selama muktamar jangan ada peserta yang kena copet. Karena yang datang ke Muktamar ini orang dari desa. Mereka mengumpulkan uang saku untuk bisa ke Surabaya,” ucap Pak Nur menirukan Pak AR.
Menurutnya, ini pemintaan yang lugu. Tapi apa hasilnya? Tidak satupun peserta muktamar yang kecopetan. Yang kecopetan memang diminta lapor ke panitia, dan nanti pencopetnya akan dicari.
“Apakah pidato Pak AR lebih hebat dari para pencopet? Bukan itu, tetapi ada tangan-tangan yang tidak tampak yang membantu,” terangnya.
Lalu Pak Nur melanjutkan ceritanya. “Ada seorang karyawan Dispenda waktu itu, saya memanggilnya Cak Muslimin. Dia memutuskan keluar dari pekerjaannya karena saat itu semua PNS wajib ikut Korpri dan tidak boleh yang lain. Maka saya jadikan seksi penerangan dan komunikasi,” ungkapnya.
Apa ternyata yang terjadi? Ternyata Cak Muslimin berkoordinasi dengan kepala copet. Dia minta tolong pada koordinator copet dua daerah di Surabaya untuk tidak mencopet selama muktamar Muhammadiyah.
“Penghasilan kalian para pencopet selama sepekan akan saya ganti. Tolong dihitung jumlah anggotamu di dua daerah itu. Semuanya akan saya ganti,” ucap Pak Nur menirukan Muslimin.
“Dan betul tidak ada yang kecopetan selama muktamar. Kesimpulannya, Muhammadiyah bisa bergaul dengan siapapun termasuk pencopet,” terangnya disambut gerrr hadirin. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni