PWMU. CO – John Fontain, seorang aktivis dakwah dari Internasional Commission on Scientific Signs in Qur’an and Sunnah yang berpusat di Arab Saudi, membeberkan bagaimana kisahnya memeluk Islam dan menghadapi tantangan.
Di hadapan warga Muhammadiyah yang memadati Aula Kantor Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Malang, Jalan Gajayana 28-B, Rabu (22/3) malam, Fontain berkisah bahwa ini terlahir dari keluarga Nasrani. “Pada tahun 2008 saya memutuskan pindah agama menjadi Islam,” katanya dalam bahasa Inggris yang diterjemahkan oleh Gonda Yumitro, dosen UMM yang aktif di Pemuda Muhammadiyah Kota Malang.
(Baca: Pernah Kesulitan Akses, Mualaf Karyawati BCA Itu Kini Nyaman Ngaji Alquran bersama Lazismu)
Keputusannya menjadi mualaf itu ditentang oleh keluarga Fontain. “Karena dalam pandangan keluarga saya, Islam adalah agama teroris, agama kekerasan, dan sejenisnya,” tuturnya. Namun Fontain tetap teguh pada pendiriannya dan percaya bahwa Islam adalah agama yang benar.
Fontain menemukan Islam sebagai agama yang benar ketika bekerja di Sierra Leone, Afrika Barat. Namun dia baru resmi memeluk Islam ketika berkunjung ke Mesir. Keputusannya ini, tuturnya, bahkan mengorbankan hal besar dalam hidupnya. “Di samping ditentang keluarga, saya juga harus meninggalkan musik jazz, yang sempat melambungkan nama saya,” kisah pria yang tinggal di Manchester, Inggris ini.
(Baca juga: Agustinus Rendyanto: Jadi Mualaf Berkah Orangtua Cerai, Tertarik Ajaran Shalat 5 Waktu yang Disiplin)
Kepada warga Muhammadiyah, Fontain menyampaikan 5 pesan penting. Pertama, soal kedamaian dalam beragama. “Ketika orang benar-benar mengakui Islam, maka dia akan merasakan kedamaian yang tidak bisa diukur atau dihargai dengan apapun,” tuturnya.
Kedua, lanjutnya, Islam tidak boleh dipahami hanya dengan akal, hati, ataupun hawa nafsu. “Islam harus difahami dengan ilmu, sehingga para mubaligh harus benar-benar faham ilmu tentang Islam agar dapat dipahami secara baik oleh umat,” pesan dia.
(Baca juga: Ragukan Isi Al-Kitab, Gadis Katolik Asal Surabaya Itu Akhirnya Putuskan Masuk Islam)
“Ketiga, dalam beragama Islam harus bersumber pada Alquran dan Asunnah. Beragama tidak boleh pakai sumber ajaran nenek moyang yang tidak jelas sumbernya,” ungkap Fontain.
Keempat, tambah dia, berislam dituntut keberanian dalam bersikap dan mengambil keputusan. Fontain memberi contoh dirinya yang harus meninggalkan musik jazz, yang membesarkan namanya. “Dalam Islam, musik membuat hati tidak tenang dan kosong,” ujarnya.
(Baca juga: Kisah Calon Pendeta Maria Sugiyarti yang Akhirnya Dapat Hidayah Masuk Islam)
Pada pesan kelima, Fontain menjelaskan bahwa Kitab Suci agama yang ditinggalkannya bukan asli lagi. “Karena yang asli mengajarkan tauhid kepada Allah. Sedangkan yang sekarang tidak demikian,” jelasnya.
Mengakhiri ceramahnya, Fontain meneriakkan kalimat ‘Allah Maha Besar’. Itu sebuah ekspresi karena meskipun sejak tahun 2011 dia terserang tumor otak, namun bisa sembuh. “Maka saat ini saya akan selalu mendedikasikan diri untuk berdakwah di jalan Allah SWT,” kata dia.
(Baca juga: Kisah Islamnya Firanda dan Bimbingan Ibu-Ibu Aisyiyah)
Acara yang digagas oleh Pimpinan Daerah Muhamamdiyah Kota Malang ini dikemas dalam bentuk Public Lecture bertema How I Came To Islam (Kenapa Saya Masuk Islam) – Membedah Kelemahan dan Kesalahan Atheisme. Tampak warga Muhammadiyah memberikan respon positif terhadap acara ini.
Hal itu terbukti dengan banyaknya warga yang hadir di Aula PDM Kota Malang. Sebanyak 200 kursi yang disedikan panitia tidak cukup menampung warga yang hadir. Sebagian mereka rela duduk di lantai bahkan berdiri hingga ke luar aula demi mendengar ceramah Fontain. Sebelumnya, pada Rabu siang (22/3) Fontain berceramah di hadapan civitas akademika UMM. (Dien)