Matan Menyoroti Bahaya Rezimisasi Agama; Oleh Miftahul Ilmi, Redaktur majalah Matan
PWMU.CO – Majalah Matan Edisi 198 Januari 2023 menurunkan laporan utama berjudul Bahaya Rezimentasi Agama. Dengan sampul berwarna merah, Matan mengilustrasikan tema tersebut dengan gambar sebuah papan catur. Ada tangan kekuasaan yang memainkan bidak-bidak catur berupa sosok-sosok berpeci atau kopiah.
Isu rezimisasi agama—menjadikan paham agama kelompok tertentu sebagai kebijakan negara—mencuat saat Lembaga Dakwah PBNU (LD PBNU) meminta pemerintah melarang paham Wahabi.
Untungnya pernyataan itu segera dianulir oleh PBNU yang menanggap pernyataan LD PBNU itu kontraproduktif. PBNU menegaskan, pihaknya telah mengeluarkan instruksi khusus tentang pedoman penyampaian informasi publik kepada seluruh lembaga, badan otonom, maupun badan khusus di bawah PBNU.
“Rilis LDNU kontraproduktif dan tidak pernah dikonsultasikan dengan PBNU khususnya kepada Rais Aam dan Ketua Umum. Masalah sepenting ini mereka tidak konsultasi dan tidak memberitahukan,” kata Sekretaris Jenderal PB NU Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dalam siaran pers yang diterima kalangan media, Selasa (1/11/2022).
Menurut Gus Ipul, terkait hal ini, PBNU juga langsung mengeluarkan instruksi bernomor 225/PB.03/A.I.03.41/99/10/2022 yang ditandatangani Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf dan Sekjen Saifullah Yusuf.
Ada beberapa poin dalam instruksi itu, antara lain menginstruksikan untuk tidak memberikan pernyataan yang bersifat strategis lebih-lebih urusan agama sebelum mendapatkan persetujuan Rais Aam dan Ketua Umum PB NU.
“Seluruh hasil permusyawaratan yang dikeluarkan oleh lembaga, badan khusus maupun badan otonom harus dilaporkan kepada PB NU dalam hal ini Rais Aam dan Ketua Umum PB NU untuk mendapatkan persetujuan,” ungkap Gus Ipul.
Penolakan terhadap Festival Keagamaan
Jika ada lembaga yang merilis sesuatu sebelum mendapatkan persetujuan PBNU, maka rilis itu dapat diabaikan karena bukan menjadi keputusan resmi perkumpulan. Instruksi PBNU ini dikeluarkan menyusul munculnya sejumlah rekomendasi dari LD PBNU hasil Rapat Kerja Nasional LD PBNU IX yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Kamis (27/10/2022).
Hasil rekomendasi LD PBNU di antaranya minta pemerintah Indonesia untuk melarang penyebaran Wahabi “Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah (dalam hal ini Kemenkopolhukam, Kemenkumham, Kemendagri, dan Kemenag) untuk membuat dan menetapkan regulasi yang melarang penyebaran ajaran Wahabiyah,” demikian salah satu bunyi rekomendasi tersebut.
Rekomendasi ini dikeluarkan karena paham Wahabi dianggap kerap melontarkan tudingan bid’ah dan pengkafiran. Ada juga rekomendasi terkait festival HijrahFest dan HijabFest.
“Lembaga Dakwah PBNU merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, untuk mewaspadai dan tidak memberikan izin penyelenggaraan kegiatan/event yang bertujuan untuk menolak NKRI dan Pancasila yang dibalut dengan penyelenggaraan kegiatan festival keagamaan ala milenial yang menarik minat generasi muda, seperti HijrahFest atau HijabFest,” ungkap LD PBNU.
Kehilangan Pancasila dan Konflik Horisontal
Muktamar Ke-48 Muhammadiyah lalu melahirkan tujuh isu strategis yang menjadi fokus dakwah Muhammadiyah periode 2022-2027. Di antara tujuh isu keumatan tersebut, isu pertama terkait dengan rezimissi agama atau standardisasi pemahaman agama oleh pemerintah. Termasuk soal tata cara ubudiah berdasarkan mazhab tertentu perlu mendapat perhatian yang sangat serius.
Bukan hanya karena cenderung melanggar konstitusi (Pasal 29 ayat 2 UUD 1945), yaitu terkait dengan kebebasan dan perlindungan dalam beragama, yang dalam konteks maqasyid al-syariah (tujuan syariat) disebutnya sebagai hifzu al-din (melindungsi agama).
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Haedar Nashir menilai fenomena ini mulai terjadi dan harus dicegah. “Kita melihat juga ada problem rezimentasi (rezimisasi) agama di mana agama secara bias, tendensius dan subjektif baik itu berbentuk paham atau golongan ingin disenyawakan dengan negara lalu menjadi kekuatan negara. Ini bagi kami berlawanan dengan dasar konstruksi ide dan cita-cita Indonesia sebagai negara Pancasila,” ungkapnya dalam pengantar Dialektika TVMu, Sabtu (10/12/2022),
Guru Besar Sosiologi menjelaskan Pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa yang harus senantiasa dijaga. Oleh Muhammadiyah, ikhtiar itu dinyatakan lewat dokumen resmi Darul Ahdi wa Syahadah. “Semua bertemu di situ, negara hasil kesepakatan bersama dan kita tidak boleh keluar dari situ termasuk bentuk negara. Indonesia bukan negara sekuler, maka jangan dibawa jadi negara sekuler dan Indonesia bukan negara agama maka jangan dibawa menjadi negara agama,” jelasnya.
Negara agama itu bukan saja semata-mata kekhilafahan, itu jelas kita tolak, atau negara berdasar agama tertentu, tapi juga menjadikan paham agama tertentu, mazhab tertentu, kekuatan agama tertentu itu mendominasi negara dan bersenyawa dengan negara lewat politik. Jika masalah ini dibiarkan berlarut dan terus terjadi, Haedar khawatir Indonesia tidak saja kehilangan Pancasila, tetapi juga terjatuh ke dalam konflik horisontal sebagaimana perang sipil yang pernah terjadi di Eropa.
“Nah ini akan ada problem besar jatidiri Indonesia sebagai negara Pancasila menjadi tereliminasi. Kedua, akan ada problem serius di mana akan ada pertentangan kelompok agama melawan kekuatan agama di balik negara itu. Atau di (khazanah) Islam ada istilah mihnah (ujian), ketika suatu mazhab berkuasa dan menghabisi mazhab lain yang tidak berkuasa, ini tidak boleh terjadi ke depan dan menjadi perhatian kita ke depan,” tegasnya.
Bagaimana Muhammadiyah menyikapi problem ini? Ulasan selengkapnya baca di Majalah Matan edisi Januari 2022. Info pemesanan ke saudara Okie Indiarto +62 881-3109-662 (*)
Editor Mohammad Nurfatoni