PWM Jatim 2022-2027: Tetap Senapas, meski Tak Setarian; Oleh Abdullah Sidiq Notonegoro, aktivis Muhammadiyah Gresik
PWMU.CO – Terpilihnya 13 orang untuk menjadi nakhoda Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur menjadi ending dari perhelatan Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-16 Muhammadiyah Jawa Timur.
Perhelatan yang penuh ketenangan dan kegembiraan menjadi sinyal bahwa tampilnya 13 orang tersebut tidak menyisakan persoalan. Komposisi kepeimpinan pun banyak yang menilai sebagai yang ideal, terdiri tujuh figur periode sebelumnya dan enam pendatang baru.
Namun secara keseluruhan, ke-13 orang tersebut bukanlah figur-figur yang asing di Muhammadiyah Jawa Timur. Mereka merupakan tokoh-tokoh yang populer di bidangnya masing-masing.
Bahkan tampilnya figur lama dan baru yang seimbang ini seolah sebagai jawaban atas harapan agar estafet kepemimpinan di Muhammadiyah Jawa Timur berjalan secara evolutif.
“Pelajaran berharga yang diberikan Prof Jainuri dan Pak Nur haruslah bisa diteladani oleh level kepemimpinan di bawahnya.”
Tak bersedianya lagi sejumlah tokoh senior seperti Prof Achmad Jainuri dan Pak Nur Cholis Huda—yang sudah cukup lama berada dalam jajaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim—untuk dicalonkan kembali merupakan teladan bahwa regenerasi di Muhammadiyah tidak boleh berhenti, namun juga tidak boleh bersifat revolutif dengan memutus generasi. Penggabungan figur lama dan figur baru merupakan teladan yang harus dirawat sampai kapan pun.
Pelajaran berharga yang diberikan Prof Jainuri dan Pak Nur haruslah bisa diteladani oleh level kepemimpinan di bawahnya, baik di Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM),maupun Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM).
Mengapa hal seperti ini harus ditularkan? Karena mungkin hanya di tingkat persyarikatan yang tidak memiliki batas, selama ‘merasa’ mampu dan ‘merasa’ dibutuhkan. Demikian pula yang di contohkan oleh Prof Zainuddin Maliki yang sedang mengemban amanah sebagai kader umat, yaitu sebagai anggota legislatif DPR RI dengan mandat PWM Jatim.
Berjuang dan berkiprah di Muhammadiyah tidak harus seumur hidup sebagai pimpinan, tapi harus seumur hidup untuk menjadi roda penggeraknya. Apalagi jika dikaitkan dengan proses transformasi kader—dari kader persyarikatan ke kader umat; dari kader umat ke kader bangsa—maka sesungguhnya peran dan kiprah kader Muhammadiyah tidak terbatas.
Menjadi penggerak dan menjadi inspirator Persyarikatan mungkin jauh lebih utama. Sekaligus memberi pengalaman praktis pada “kader muda” untuk lebih menyelami dimensi kepemimpinan Persyarikatan.
Ragam Karakter
Tak dipungkiri jika masih ada satu-dua orang yang meragukan soliditas dan kinerja PWM Jatim periode 2022-2027. Keraguan tersebut cukup bisa dimaklumi, karena ke-13 personel PWM teranyar ini memiliki talenta yang relatif beragam. Ada yang berkarakter pengusaha, mubaligh, pemikir, akademisi, ada yang berkarakterpendobrak dan sebagainya. Pendek kata, jika dilihat dengan kasat mata akan penuh dengan perbedaan.
Menyatukan ragam karakter memang menjadi tantangan tersendiri bagi organisasi. Namun justru dalam konteks itulah Muhammadiyah benar-benar menjadi organisasi yang hidup dan berkemajuan. Muhammadiyah maju dan besar bukan karena dinakhodai oleh orang-orang yang ‘berpikiran seragam’. Justru sebaliknya, Muhammadiyah menjadi kapal besar yang kokoh dan kuat karena dipimpin oleh beragam karakter dan pemikiran.
“Di Muhammadiyah tidak dikenal pemimpin yang dominan dan berkuasa penuh, meski dia seorang ketua.”
Hanya, keragaman potensi tersebut diikat oleh satu kata kolektif kolegial. Persoalan Persyarikatan, keumatan, dan kebangsaan menjadi tanggung jawab bersama, diputuskan bersama, dan diselesaikan bersama.
Di Muhammadiyah tidak dikenal pemimpin yang dominan dan berkuasa penuh, meski dia seorang ketua. Kolektif kolegial itulah yang menjadikan roda organisasi berjalan dengan stabil, tidak muncul geseran antarpimpinan untuk saling menjatuhkan dan menisbikan. Tidak ada pemimpin yang satu mengolok-olok pemimpin yang lain, sebaliknya, di antara mereka justru terjadi kompromi etis untuk saling melindungi dan menutupi kekurangan masing-masing.
Bahkan mungkin dalam penataan majelis dan lembaga di jajaran PWM Jatim, 51 nama lainnya yang masuk dalam bursa Musywil kemarin sangat patut dipertimbangkan untuk menjadi bagian penting. Mereka merupakan personel-personel yang mendapat rekomendasi dari daerah masing-masing untuk diusulkan masuk dalam jajaran majelis dan lembaga di PWM Jatim.
Saling Menguatkan
Tantangan Muhammadiyah ke depan semakin kompleks. Isu-isu strategis dalam konteks keumatan, kemasyarakatan dan, kemanusiaan yang disampaikan dalam Musywil di Ponorogo tersebut jangan sampai menguap begitu saja atau sekadar sebagai oleh-oleh musyawirin. Isu tersebut merupakan hal yang sangat nyata dan menjadi tantangan bagi Muhammadiyah hari ini dan esok.
Karena itu, meski masing-masing pimpinan memiliki karakter yang berbeda, bergandeng tangan untuk saling menguatkan harus tetap terjaga. Kuatnya cengkeraman jemari memang sangat tergantung pada energi yang dimiliki, namun tarikan nafas haruslah tetap selaras.
“Kini saatnya semua berpadu menjadi ‘tim sukses’ untuk menyukseskan program kerja PWM Jatim periode 2022-2027.”
Lima tahun ke depan akan menjadi waktu yang sangat panjang dan menjenuhkan jika diri tidak berdaya dalam karya. Namun akan menjadi waktu yang sangat singkat jika dinamika Persyarikatan tetap bisa terjaga.
Marilah bermuhammadiyah tanpa kata lelah dan menyerah. Musywil PWM merupakan perhelatan demokratis yang etis. Kini saatnya semua berpadu menjadi ‘tim sukses’ untuk menyukseskan program kerja PWM Jatim periode 2022-2027. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni