Tarjih tentang Tatswib ‘Asshalatu Khairun Minan Naum’ dalam Adzan Subuh; Oleh Dr Zainuddin MZ (NBM: 984477) dalam Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama
PWMU.CO – Tanya: Apakah dalam paham Muhammadiyah adzan Subuh tidak memakai tatswib (yakni bacaan asshalatu khairun minan-naum)?
Jawab: Menurut keputusan Muktamar Tarjih di Palembang tahun 1956, dalam adzan Subuh muazdin hendaklah sesudah menyerukan hayya alal-falah, hayya alal-falah mengucapkan taswib yaitu bacaan asshalatu khairun minan-naum, asshalatu khairun minan-naum. Hal ini didasari hadits berikut ini:
Hadits Abu Mahdzurah
عَنْ أَبِي مَحْذُورَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ لِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَإِنْ كَانَ صَلَاةُ الصُّبْحِ وَفِي رِوَايَةٍ: (وَإِذَا أَذَّنْتَ بِالْأَوَّلِ مِنْ الصُّبْحِ) قُلْتَ: الصَلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ, الصَلَاةُ خَيْرٌ مِنْ النَّوْمِ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
Abu Mahdzurah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda padaku: Pada saat shalat Subuh. Dalam riwayat lain: (Pada saat adzan awal waktu Subuh), maka ucapkanlah, Asshalatu khairun minan naum 2x, Allahu akbar 2x. La ilaha illallah. (HR Abu Dawud: 500, 501; Nasai: 633; Ahmad: 15376, 15413, 15416)
Catatan:
Redaksi hadits yang dipaparkan tim fatwa bias, karena setelah ditakhrij secara sempurna, ditemukan bacaan tatswib itu ada pada dua waktu, yaitu pada waktu shalat Subuh, dan pada waktu adzan awal (malam).
Redaksi dengan ‘adzan awal’ (malam) itu dapat diperiksa pada: Abu Dawud: 501; Nasai: 633; Ahmad: 15376.
Jadi bacaan taswib menurut putusan Muktamar Tarjih di Palembang adalah masyru’ (sesuai dengan hukum syariah). Kemudian masalah ini dikaji ulang dalam Muktamar Tarjih ke-21 di Klaten (Jawa Tengah), apakah bacaan tersebut diucapkan pada adzan awal (malam hari) atau pada adzan kedua (waktu Subuh). Karena keduanya sama-sama mempunyai dalil yang mendukung, maka dalam Muktamar tersebut belum berhasil mengambil keputusan.
Kemudian permasalahan ini dibawa ke Muktamar Tarjih Ke-22 di Malang tahun 1989, di mana keputusannya berbunyi: (1) adzan awal (malam) dan adzan tsani (Subuh) disyariatkan (masyru’), dan (2) bacaan taswibdisyariatkan pada adzan pertama, sedangkan pada adzan kedua belum disepakati ada dan tidak adanya bacaan tersebut.
Sedangkan dalam Muktamar Tarjih Ke-23 di Aceh 1995, karena sempitnya waktu (hanya dua hari), maka Majelis Tarjih tidak mengagendakan masalah-masalah ibadah dalam acara sidang Muktamar tersebut.
Pembahasannya terfokus pada dua masalah. Yaitu kebudayaan dan perburuhan. Jadi belum ada ketegasan baru tentang taswib pada adzan Subuh. Karena itu putusan muktamar Tarjih di Palembang belum dicabut, maka putusan tersebut masih tetap berlaku.
Catatan:
Tim fatwa belum memaparkan bacaan tatswib yang dikumandangkan oleh Bilal, padahal itu adalah akar masalah dan sejarah awal tambahan tatswib dalam adzan fajar. Dan perlu diketahui pada redaksi hadits-hadits Bilal dengan menggunakan lafadz fajar dan Subuh, sehingga pemaknaannya bisa adzan awal (malam) dan bisa adzan Subuh. Lantas dari kedua pemaknaan itu, mana yang lebih dekat? (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Redaksi mengupdate artikel ini pada Jumat (6/1/2023) pukul 06.12 WIB untuk memisah tulisan Zainuddin MZ pada terbitan lainnya, agar tidak tercampur dengan pendapat tarjih yang ditulis di bagian awal. Perubahan itu diikuti dengan penyesuaian judul. Dari Hukum Bacaan Tatswib ‘Asshalatu Khairun Minan Naum’ dalam Adzan Subuh menjadi Tarjih tentang Tatswib ‘Asshalatu Khairun Minan Naum’ dalam Adzan Subuh.