Jobdes Ideal 13 Anggota PWM Jatim oleh Abu Nasir, Ketua PDM Kota Pasuruan.
PWMU.CO– Tidak mudah memimpin Muhammadiyah Jawa Timur. Tidak hanya kapasitas, kompetensi, dan integritas yang dibutuhkan, juga kemauan kuat untuk mengabdi dan tulus.
Komitmen dan tanggung jawab kepemimpinan juga tidak sesederhana yang dipikirkan. Ada banyak persoalan yang harus diatasi dan diselesaikan.
Jangan pernah membayangkan bahwa menjadi pimpinan Muhammadiyah di wilayah sekadar datang ke daerah-daerah memenuhi undangan ceramah Ahad pagi ataupun pengarahan di acara seremonial.
Apalagi mulai bulan depan PDM se-Jatim sudah mulai melaksanakan Musyawarah Daerah. Para pimpinan harus siap menghadiri setiap gelaran Musyda dan menguatkan dakwah di setiap daerah. Itulah gunanya pimpinan Muhammadiyah di Jatim.
Persoalan Daerah
Dalam sejumlah bidang terdapat hal-hal yang wajib diperhatikan dan membutuhkan penyelesaian segera. Persoalan yang perlu ditangani antara lain
Pertama, bidang pendidikan.
Periode kemarin Majelis Dikdasmen telah memetakan sekolah-sekolah Muhammadiyah se Jatim dalam beberapa kelas dari A sampai D. Upaya ini sudah cukup bagus sebagai bahan diagnosa awal dan menentukan terapi yang tepat masing-masing lembaga.
Sekolah dalam kategori A belum tentu tidak jatuh ke posisi B. Begitu juga yang posisi D bisa jadi melejit ke level B. Tugas periode saat ini adalah menerapi dan mengeksekusi suatu tindakan tepat yang dapat menjadi solusi ampuh bagi masing-masing level sekolah tersebut sehingga meningkat dalam performa dan prestasi. Menjadikan unggul yang sudah maju, memajukan yang masih stagnan dan menghidupkan yang hampir mati. Apalagi banyak di antara sekolah Muhammadiyah di daerah yang statusnya laa yamutu wa laa yahya.
Kedua, bidang ekonomi.
Persoalan klasik ini masih belum tersentuh secara maksimal oleh PWM. Rata-rata daerah berinisiatif sendiri dan berjalan sekadarnya. Sebagian kecil yang telah mapan dan mampu menjadi tiang penyangga bagi kegiatan persyarikatan.
Sebagian besarnya masih mandeg. Belum beranjak sama sekali sehingga kegiatan Muhammadiyah masih mengandalkan dana secara konvensional. Untungnya orang Muhammadiyah luman-luman sehingga iuran dan infak spontan bisa rutin mengalir untuk menopang kebutuhan anggaran PDM.
Ada banyak potensi yang bisa dikembangkan daerah. Selain kesadaran dan spirit berekonomi yang tinggi, juga dari segi lahan maupun mobilisasi modal.
Kekurangan mendasarnya terletak pada dukungan sumber daya manusia dan skill bisnis. Dari sisi ini PWM bisa masuk memberikan advokasi hingga stimulus untuk mewujudkan amal usaha di bidang ekonomi.
Ketiga, bidang kesehatan.
Selama ini terkesan, hanya kota-kota besar yang bisa memiliki usaha kesehatan. Kesan ini diperkuat dengan berdirinya Rumah Sakit Muhammadiyah di daerah yang memiliki ceruk dana dan akses melimpah.
Padahal usaha kesehatan seperti klinik bersalin, apotek, rumah sakit, menjadi kebutuhan di setiap daerah. Layanan kesehatan yang disediakan pemerintah tidak mampu menjangkau semua masyarakat. Ini ruang dan peluang membuka amal usaha kesehatan di setiap daerah. Muhammadiyah di daerah sangat antusias sekiranya PWM memberikan perhatian dan memulainya dengan studi kelayakan.
Di sisi lain PWM segera menyehatkan AUM Kesehatan yang sakit sehingga semua bisa maju bersama.
Keempat, bidang tarjih dan tabligh.
Ketika majelis tarjih hanya bergerak pada tataran pusat dan itupun bersifat insidental seperti menentukan hari raya idain dan kajian tarjih lima tahun sekali, maka di saat sama persoalan klasik bidang ini akan terus ada. Ketersediaan kader ulama dan mubaligh yang minim misalnya.
Stok kader tarjih lebih mengenaskan. Di daerah, bukan hanya sedikit tapi hampir tidak ada. Kalaupun ada, itu pasti berlatar belakang pendidikan agama dan berprofesi guru. Dampaknya luar biasa. Masjid dan mushala Muhammadiyah kering oleh kajian. Sulit mendapatkan postur ketakmiran yang standar sesuai dengan spirit dakwah Muhammadiyah.
Tidak jarang karena hal ini masjid dan mushalla Muhammadiyah dikelola oleh kelompok lain yang tidak berlatar belakang Muhammadiyah. Di era menguatnya rezimentasi agama sekarang Muhammadiyah segera mengambil tindakan cepat menyelamatkan modal dasar berdirinya persyarikatan ini.
Selain hal di atas beberapa PDM juga masih terlilit oleh masalah internal dengan berbagai latar dan persoalan baik itu kesehatan, pendidikan, aset tanah, maupun masjid dan mushala. Dibutuhkan kemauan dan kemampuan tinggi semua komponen PWM untuk menyelesaikannya.
Posisi Tugas
Dalam menjalankan persyarikatan, kepemimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan dipandu oleh sistem kolektif kolegial. Sebuah kepemimpnan bersama yang didasarkan pada keterfungsian semua komponen dengan baik. Sinergi di antara pemimpin dan tidak mengandalkan figuritas seseorang. Meskipun demikian penting disadari bahwa tidak semua orang mampu melakukan semua hal.
Al-Quran mendorong agar seseorang bekerja sesuai dengan potensi dan skill-nya. ”Katakanlah (Muhammad ), setiap orang bekerja menurut kemampuannya masing masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang jalannya (bekerjanya) lebih benar.” (Al-Isra: 84)
Skill dan kemampuan seseorang menentukan keberhasilan sebuah pekerjaan. Sebanyak 13 anggota PWM hasil Musywil ke-16 Ponorogo harus membagi diri sesuai dengan passion dan keahliannya. Tidak perlu ragu untuk mengatakan ”Tidak” jika bidang yang ditugaskan kepadanya tidak sejalan dengan passion dan kemampuannya.
Mereka yang terpilih dalam Musywil kemarin diyakini memilik kemampuan yang dibutuhkan oleh setiap bidang garap amal usaha. Job description ideal bagi para pimpinan bakal menguatkan PWM.
Prof Biyanto, misalnya. Sebagai intelektual dengan latar belakang ulama sepertinya akan diplot menjadi pendamping Ketua PWM Sukadiono sebagai sekretaris. Keberadaan Biyanto di posisi ini menjadikan dua matahari yang akan menggaransi performa PWM. Di satu sisi seorang manajer dan di sisi lain sebagai ulama.
Mereka berdua juga jago lobi. Memiliki relasi ke berbagai akses, mudah berkomunikasi dan bisa menjadi penyeimbang sturktur sosial, kultur, dan politik Jawa Timur.
Tamhid Masyhudi yang sudah menjadi sekretaris beberapa periode bergeser ke posisi yang bisa membantu mengatasi persoalan yang membelit amal usaha daerah melalui keberanian dan sikap tegasnya.
Hidayatullah yang memiliki jam terbang tinggi mengelola sekolah dan perguruan tinggi yang sudah terbukti sukses dapat menempati wakil ketua bidang pendidikan.
Kemampuan manajemen kepemimpinan lembaga pendidikan yang dimilikinya dapat menerapi persoalan pendidikan di daerah. Di tangan dinginnya sekolah Muhammadiyah diharapkan menjadi sekolah efektif dan maju.
Posisi bendahara yang selama ini dijabat Hidayatullah bisa diserahkan kepada Zainul Muslimin yang selama tujuh tahun ini sukses menggalang gerakan filantrofi lewat Lazismu.
Sosok Hidayaturrahman yang memiliki segudang pengalaman bisnis bisa menggaransi berdirinya amal usaha ekonomi di daerah. Selain berkemampuan tinggi, mobilitas dan modalitas yang dimilikinya sangat memadai di bidang itu.
Dr Syamsuddin dengan kefakihan ilmunya layak menggawangi bidang tarjih dan tajdid. Unsur pembantu pimpinan yang sejalan dengan itu bisa berada dalam wewenang bidangnya. Dia akan berkolaborasi dan sinergi dengan M. Sholihin Fanani untuk menggerakkan dan menggembirakan gerakan dakwah dan tabligh Muhammadiyah. Di tangan mereka berdua tertanggungjawabkan kemunculan kader tarjih dan tabligh.
Bidang kesehatan bisa diserahkan kepada Sulthon Amien. Skill dan passion CEO Klinik Kesehatan dan Laboratorium Parahita ini bisa diandalkan mengatasi dan membantu daerah menghidupkan dan mengembangkan usaha kesehatan. Sekali saja dia mau bergerak dan berkomitmen amal usaha kesehatan di daerah akan bisa berdiri dan berkembang.
Bidang-bidang lain seperti teknologi informasi, digitalisasi, pengembangan SDM, LPCR, urusan sosial, seni budaya, politik hukum, dan lain lain kalau mengikuti struktur kepemimpinan PP, bisa di-share di antara Nazaruddin Malik, Khoirul Abduh, Prof Sasmito Jati, dan tokoh senior Prof Thohir Luth.
Di tengah tanggung jawab terhadap daerah yang begitu besar inilah PWM Jatim dituntut terus menjaga marwah dan kedudukannya di mata Indonesia dan dunia sebagi PWM berasa PP.
Editor Sugeng Purwanto