Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu agama dan umum, Liputan Darul Setiawan, kontributor PWMU.CO dari Kabupaten Sidoarjo.
PWMU.CO – Islam tidak mengenal dikotomi antara ilmu agama atau akhirat dengan ilmu dunia atau umum. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua PWM Jatim Dr Hidayatulloh MSi, dalam Kajian Ahad Subuh Masjid An Nur Sidoarjo, Ahad (8/1/23).
Hidayatulloh yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), itu mengatakan, setiap orang ingin mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya, baik bahagia di dunia maupun di akhirat.
“Karena itulah setiap hari, baik di dalam shalat maupun di luar shalat, kita selalu berdoa pada Allah SWT: Rabbana atina fiddunya hasanah wafil akhirati hasanah waqina adzabannar. Kita bermohon kepada Allah untuk diberikan kebahagiaan hidup di dunia, dan juga kebahagiaan hidup di akhirat,” ujarnya.
“Lantas pertanyaannya, bagaimana cara kita untuk bisa meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat itu? Apakah cukup hanya berdoa, atau ada hal lain yang harus kita lakukan?” tanyanya.
Imam Syafii, lanjutnya, mengingatkan pada kita, man arada dunya fa’alaihi bil’ilmi, barangsiapa yang ingin bahagia di dunia maka dengan ilmu. Man aradal akhirah fa’alaihi bil’ilmi, barangsiapaingin bahagia di akhirat dengan ilmu, Wa man arada humaa fa’alaihi bil’ilmi, dan barangsiapa ingin bahagia dunia akhirat juga harus memiliki ilmunya.
Bendahara Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim periode sebelumnya itu juga mengutip pesan dari Imam Syafii, yang menegaskan bahwa pentingnya bagi umat Islam khususnya, untuk selalu belajar, belajar, dan belajar. Menuntut ilmu, menuntut ilmu, dan menuntut ilmu.
“Al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh umat manusia telah menegaskan juga, bahwa kalau kita ini selalu berusaha untuk meningkatkan keilmuan kita yang dibangun atas dasar keimanan kepada Allah SWT, maka kehidupan kita akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Yarfaillahulladzina amanu minkum walladzina utul ilma darajat, Allah menegaskan jika akan diangkat derajatnya orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan,” paparnya.
Dikotomi Ilmu Agama dan Umum
Maka pertanyaannya sekarang adalah bagaimana kita untuk bisa mengembangkan sekaligus memiliki ilmu pengetahuan itu? Di dalam pandangan Islam tidak ada istilah ini ilmu agama ini ilmu umum. Istilah itu dikembangkan pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda, supaya umat Islam tidak mempelajari Ilmu dunia, cukup mempelajari ilmu-ilmu yang ada di pesantren saja.
“Apa akibatnya, lantas kemudian umat Islam tidak mempunyai peran pada berbagai bidang yang bersifat keduniawiaan,” jelasnya.
Di dalam pandangan Islam, semua ilmu itu awalnya berasal dari Allah SWT. Allah menurunkan ayat-ayat-Nya, dan ayat-ayat Allah itu menjadi salah satu tanda kekuasannya di hadapan manusia. Allah menurunkan ayat-ayatnya yang bisa dibagi menjadi dua.
“Pertama, yang disebut dengan ayat-ayat qauliah, dan yang kedua adalah ayat-ayat kauniah. Ayat-ayat qauliah adalah keseluruhan firman Allah SWT yang itu kita kenal dengan al-Quran. Kedua, keseluruhan sabda nabi SAW yang kita kenal dengan al-Hadits yang shahih,” jelasnya.
Tapi jangan lupa, sambungnya, Allah SWT juga menunjukkan kekuasaannya atas berbagai peristiwa, kejadian yang ada di alam semesta. “Dan itu semua adalah tanda-tanda kekuasaan Allah SWT, yang itu dikenal dengan ayat-ayat kauniah,” imbuhnya.
Hidayatulloh melanjutkan, baik ayat qauliah al-Quran dan as-Sunnah maupun ayat-ayat kauniah, kedua-keduanya ini bersumber pada Dzat yang sama yaitu Allah SWT.
Cabang Ilmu Akhirat dan Dunia
Kalau ayat-ayat kauliyah, kita pelajari maka bisa turun berbagai cabang keilmuan. Ada ulumul Quran, ulumul hadits, ilmu tafsir, ilmu tauhid, syariah, akhlak dan lain-lainnya. “Tetapi jangan lupa ada ayat-ayat kauniah yang bersumber pada Allah SWT, yang apabila kita kaji dan studi juga melahirkan berbagai cabang keilmuan, yang kita kenal dengan sains,” tuturnya.
Ada tiga cabang keilmuan, yang pertama disebut dengan natural sciences, ilmu-ilmu kealaman. Bagi anak-anak sekolah yang mempelajari ada ilmu fisika, kimia, biologi, astronomi, geologi, itu adalah kelompok natural sciences.
“Tapi juga ada yang kedua disebut dengan social sciences, ilmu sosial, maka ada yang belajar sosiologi, antropologi, ekonomi, dan seterusnya, itu termasuk social sciences,” kata Hidayatulloh.
Ada yang ketiga disebut dengan humaniora, ada yang belajar tentang bahasa dari berbagai macam bahasa yang ada di seluruh dunia ini. Ada juga yang berkaitan dengan hukum itu juga masuk dalam kelompok humaniora.
Harusnya sebagai umat Islam tidak membedakan ini dunia atau kauniah, kemudian qauliah itu akhirat, itu tidak seperti itu. Karena kedua-keduanya bersimpul pada Dzat yang sama yaitu Allah SWT.
“Akan menjadi kelimuan yang sempurna kalau kemudian kedua kutub ini kita studi dan pelajari dua-duanya dan kemudian kita coba melakukan proses integrasi atau setidaknya interkoneksi, kita satukan dan pertemukan antara kedua kutub ini,” ungkapnya.
Itulah kemudian, kata dia, kalau kita melakukan studi yang sangat mendalam, dan kita bangun dengan kerangka filsafat ilmu maka insyaallah kita akan bisa membangun keilmuan baru yakni keilmuan Islam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni.