2023, Tahun Demokrasi Muhammadiyah; Kolom oleh Prima Mari Kristanto
PWMU.CO – Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta November 2022 dan Muyswarah Wilayah (Musywil) Muhammadiyah Jatim di Ponorogo Desember 2022 mendorong segenap pimpinan daerah, cabang, dan ranting mempersiapkan agenda musyawarah daerah (musyda), musyawarah cabang (musycab), dan musyawarah ranting (musyran).
Sebagaimana muktamar dan musywil, musyda, musycab, dan musyran layak disebut pesta demokrasi warga Persyarikatan. Pesta yang sebenar-benarnya di mana ada penggembira dan pemilik suara bergembira tanpa berseteru, berkomitmen menjaga suasana pesta berjalan kondusif.
Dalam musyda, musycab dan musyran, pemilihan ketua dan jajaran pengurus inti menjadi salah satu agenda. Tradisi Persyarikatan memilih anggota pimpinan berdasarkan voting atau pemungutan suara oleh pemilik hak suara. Lalu dilanjutkan dengan pemilihan ketua secara musyawarah oleh anggota pimpinan yang terpilih.
Tidak semua warga Persyarikatan punya hak suara dalam muysda, musycab, dan musyran. Pemilik suara sebagai perwakilan dalam prosedur yang telah disepakati bersama dijamin bisa dipertanggungjawabkan untuk memberi legitimasi pimpinan terpilih.
Warga yang tidak memiliki hak suara pun secara umum legowo dengan prosedur yang ada karena terjamin keadilan dan kejujuran prosesnya.
Sebagaimana pesta demokrasi, muncul banyak kandidat yang diusulkan menjadi pimpinan, hampir jarang terjadi muncul calon tunggal, apalagi calon setingan. Berbeda dengan pesta demokrasi ala liberal di mana antarkandidat berkampanye supaya terpilih. Di persyarikatan kandidat cenderung pasif. Jika kemudian muncul semacam tim sukses “dadakan” yang berusaha agar tokoh tertentu mendapat suara banyak masih dalam taraf wajar.
Politik sebagai seni mempengaruhi orang lain agar berpihak pada sesuatu atau tokoh tertentu menjadi pembelajaran tersendiri bagi peserta musyawarah. Menjadi tidak wajar jika dalam usaha memenangkan tokoh tertentu kemudian menjelekkan tokoh lain, menebar ghibah, bahkan fitnah.
Di samping memilih pimpinan, agenda musyda, musycab, musyran, yang tidak kalah strategis yaitu melakukan evaluasi periode sebelumnya dan mempersiapkan agenda yang akan datang.
Terdapat tujuh agenda persyarikatan dalam lima tahun ke depan telah dirumuskan dalam muktamar untuk dilaksanakan jajaran wilayah, daerah, cabang, dan ranting.
Tujuh agenda tersebut yang
- Peneguhan Paham Keislaman dan Ideologi Muhammadiyah.
- Penguatan dan Penyebarluasan Pandangan Islam Berkemajuan.
- Memperkuat dan Memperluas Basis Umat di Akar-rumput.
- Mengembangkan AUM Unggulan dan Kekuatan Ekonomi.
- Berdakwah bagi Milenial, Generasi Z dan Generasi Alpha.
- Reformasi Kaderisasi dan Diaspora Kader ke Berbagai Lingkungan dan Bidang Kehidupan.
- Digitalisasi dan Intensitas Internasionalisasi Muhammadiyah.
Menerjemahkan 7 Agenda
Daerah, cabang, dan ranting bisa disebut pusat denyut nadi Persyarikatan yang memberikan energi ke wilayah sampai pusat. Tidak ada aktivitas pimpinan pusat dan wilayah yang sangat menarik bahkan meriah selain mengisi pengajian atau meresmikan amal-amal usaha yang dikembangkan daerah, cabang dan ranting.
Warga di daerah, cabang, dan ranting yang membuat para unsur pimpinan pusat dan wilayah memiliki bahan dalam merumuskan beragam kebijakan persyarikatan. Demikian pentingnya posisi daerah, cabang, dan ranting ditunjukkan Porf Dien Syamsuddin yang naik pangkat menjadi Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah di Pondok Labu Jakarta setelah dua periode menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat tahun 2005-2015.
Seluruh rangkaian muktamar, muyswil, sampai muysran sama-sama penting. Selayaknya rangkaian acara tersebut dipersiapkan dengan baik dan sungguh-sungguh sekelas muktamar dan musywil dalam hal keseriusannya.
Untuk kemeriahan tidak perlu dipaksakan hingga menguras sumber daya keuangan pimpinan maupun warga secara berlebihan. Keberlangsungan kepemimpinan dan kegiatan setelah musyda, musycab, dan musyran lebih penting dirumuskan secara sungguh-sungguh daripada musyda, musycab dan musyran itu sendiri.
Pemilihan pimpinan daerah, cabang, dan ranting tidak relevan mengusung istilah darah segar atau darah muda. Terpenting bagaimana mempersiapkan para unsur pimpinan yang dianggap mampu mengemban tujuh agenda hasil rumusan muktamar dalam lima tahun ke depan.
Tahun 2023 dipastikan menjadi pesta demokrasi warga Persyarikatan dalam kegiatan musyda, muscab, hingga musyran. Diharapkan seluruh agenda bisa dituntaskan dalam tahun 2023 sebelum “terganggu” atau “terbagi” konsentrasi dengan tahun politik nasional 2024. Keindahan sistem demokrasi ala Muhammadiyah semoga bisa menjadi contoh para politisi yang akan berebut kursi dalam pesta demokrasi 2024. Berebut kursi tidak masalah, menjadi masalah besar jika kursi-kursi harus beterbangan hanya karena perbedaan pendapat dan berebut tempat.
Mengacu pada agenda keenam yaitu “Reformasi Kaderisasi dan Diaspora Kader ke Berbagai Lingkungan dan Bidang Kehidupan” tidak menutup kemungkinan diterjemahkan dengan mengirim sejumlah kader dalam konstelasi politik 2024. Menyikapi kemungkinan demikian dan sepertinya sangat mungkin karena sejumlah partai politik seringkali tertarik dengan figur-figur tokoh Muhammadiyah dan warga Muhammadiyah.
Demikian juga pencalonan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang beberapa kali pemilihan umum menampilkan tokoh-tokoh Muhammadiyah memerlukan perhatian lebih serius untuk bisa lolos ke Senayan.
Harapan dan tantangan musyda, musycab, dan musyran, di tahun 2023 dalam membangun kehidupan berjamaah yang indah, kokoh, tertib, tsiqah, setia tanpa taklid buta. Pemilihan pimpinan daerah, cabang, dan ranting sebagai pesta demokrasi berlomba-lomba dalam kebajikan memilih personel yang akan memimpin warga menjalankan tujuh agenda dalam lima tahun ke depan.
Demokrasi sehat bermartabat khas warga Muhammadiyah yang harus dirawat bahkan perlu ditularkan menjadi budaya demokrasi bangsa mewujudkan peradaban Indonesia berkemajuan, bermartabat dan berkeadilan. Darul Ahdi wa Syahadah yang ditawarkan Persyarikatan Muhammadiyah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memerlukan peran segenap warga di tingkat ranting, cabang, daerah untuk dapat dipahami hingga diterima lebih banyak masyarakat. Wallahualambishawab. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni