Mengulang Sejarah Musywil Ponorogo oleh Fatma Hajar Islamiyah, aktivis IPM.
PWMU.CO– Menghadiri Musywil ke-16 Muhammadiyah Jatim di Ponorogo, 24-25 Desember 2022, bagi saya seperti mengulang sejarah lima tahun yang lalu.
Apalagi di arena itu bertemu dengan Muhammad Manu dari Gresik, Khoirun Nasikin dari Bojonegoro, Dedi Kurniawan yang sekarang Ketua Lembaga Komunitas PP IPM, Syahrul Ramadhan yang sekarang PCIM Iran, dan Azaki Khoirudin, pendiri website IBTimes.id.
Juga hadir Nafis Zamani, Ketua Umum PW IPM Jawa Timur dan Devi Meyla Pramesti yang Bendahara Umum PW IPM Jawa Timur.
Mereka itu semua aktivis IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) yang juga hadir saat digelar Musywil IPM Jatim pada 3-5 Februari 2017. Lima tahun lalu. Hanya lokasinya berbeda. Musywil Muhammadiyah Jatim di kampus Universitas Muhammadiyah Ponorogo, kalau Musywil IPM Jatim di SMA Muhammadiyah 1 Ponorogo.
Waktu itu saya utusan Pimpinan Cabang IPM Sugio. Berangkat bersama Ketua Umum IPM Sugio Didik, Mirza Lazuardy, M Zuhad Al-Jihad, dan Mafatikhul Rahma.
Hadir satu rombongan dengan Pimpinan Daerah IPM Lamongan diketuai Irvan Syaifullah. Tahun 2017 itu saya masih mahasiswa semester dua. Selain aktif di IPM juga berkiprah di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).
Saya sudah tujuh tahun aktif menjadi kader IPM. Niatnya di Musywil 2017 itu sebagai tanda mau mengakhiri masa aktif di IPM berganti ke IMM.
Namun niat itu urung saya lakukan. Sebab forum Musywil IPM itu membuat cakrawala pengetahuan makin terbuka lebar. Suasana kekompakan kader IPM Lamongan, diskusi yang memantik ide, gagasan yang terlontar, dan kepercayaan diri menyampaikan pendapat membuat saya makin cinta dan bersemangat untuk ber-IPM terus.
Menapak Tilas Sejarah
Di sela acara Musywil ke-16 Muhammadiyah Jatim 2022, saya mengajak Dedi Kurniawan yang saat ini menjadi Ketua Lembaga Komunitas PP IPM untuk menapaki sejarah lima tahun lalu.
Saya di Musywil PWM ini hanya penggembira. Hadir bersama Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik. Jadi banyak waktu menapak tilas perjalanan IPM Jatim di Kota Reog ini.
Mulai dari acara pembukaan yang berlangsung di alun-alun Ponorogo. Momen menonton gelaran reog Ponorogo seperti hadir kembali tapi dengan penonton yang berbeda. Yang turut berkesan sekarang bisa menikmati bakso Lazismu Jawa Timur. Juga melihat kemegahan Kantor Pemda Ponorogo yang menghadap alun-alun.
Berkumpul dengan para aktivis IPM di arena Musywil Muhammadiyah Jatim menjadi ajang reuni. Bisa bergurau dan berdikusi dengan gayeng.
Rahma Ismayanti, kader IPM Lamongan yang juga aktivis IMM Malang setelah ngobrol lama ternyata kami satu almamater SMA. Ada juga Ariani Widoretno Asmoro yang ingin juga mengakhiri aktivitas di IPM ternyata makin cinta. Dia dua periode bersama PD IPM Lamongan.
Azaki Khoirudin yang pernah menjadi Sekretaris Pimpinan Pusat IPM ternyata juga pernah guru SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik. Dia perumus Sistem Perkaderan Ikatan (SPI).
Saat berdiskusi seperti mengulang sejarah kembali perdebatan di Musywil IPM lima tahun lalu. Perdebatan yang dinamis, kritis, kadang juga berbeda. Dialektika yang memberi warna intelektualitas IPM.
”IPM Lamongan saat itu membawa agenda aksi dan program kerja sesuai dengan cita-cita IPM 2024 dengan goal utamanya adalah terwujudnya masyarakat ilmu,” tutur Dedi Kurniawan.
Dedi Kurniawan dan Alfa Reski Ramadhan, dua kader IPM Lamongan penyusun sekaligus membantu kontingen Lamongan untuk mendalami materi musyawarah yang menjadi fokus bahasan dalam Musywil IPM 2017.
”Ada tiga poin penting yang ditekankan yaitu literasi, komunitas, dan kemandirian pelajar. Ketiganya kemudian disebut agenda aksi,” sambung Dedi.
Saya juga ingat lontaran pemikiran almarhum Irvan Syaifullah di arena Musywil lima tahun itu. Paling membekas analisis sosial dan Appreciative Inquiry (AI) yang saat itu banyak disebut dalam materi.
”Analisis sosial lahir dari pemikiran yang berorientasi masa lalu yang bersifat kritis dan evaluatif. Sedang AI terbangun dari pemikiran yang berorientasi masa depan dan bersifat pengembangan,” begitu kata Irvan.
Juga dibahas tentang pengembangan daya kreatif kader IPM, aksi nyata menjadikan IPM Jawa Timur sebagai rumah aktualisasi dan apreasiasi bagi pelajar.
Dalam materi juga digagas program literasi, transformasi gerakan, hingga menuju pada pemberdayaan teknologi informasi yang mengarah pada gerakan mandiri pelajar.
Semua itu adalah ide segar dari generasi muda Muhammadiyah yang sekarang populer disebut darah segar. Mereka ini pemimpin Muhammadiyah di masa depan.
Editor Sugeng Purwanto