Din Syamsuddin: Islam Bukan Agama Sakramen; Penulis Sayyidah Nuriyah. Editor Mohammad Nurfatoni.
PWMU.CO – Islam agama yang tidak hanya berorientasi pada kerja (action oriented), tapi berorientasi pada kerja yang terbaik (quality oriented). Islam mementingkan kualitas.
Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, Jakarta Selatan, Prof M Din Syamsuddin MA PhD mengungkapnya saat mengisi Pengajian Ahad Pagi Fajar Mubarok yang digelar Majelis Tabligh PDM Nganjuk, Ahad (8/1/2023).
Prof Din–sapaan akrabnya–menegaskan, iman harus dikaitkan dengan kerja. “Iman dan amal ini selalu dirangkaikan dalam puluhan ayat suci kitab suci al-Quran,” ujarnya di SMA Muhammadiyah 1 Nganjuk.
Kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2015 itu, Islam tidak hanya menekankan iman di dalam hati, tapi harus menjelma dalam amal (kerja). Ini sebagaimana potongan ayat 2 al-Ashr berbunyi, “Alladzii na aa manuu wa amilus shalihaati (orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan).”
Kemudian pada ayat 2 al-Mulk: “Alladzi khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amalaa. Dialah Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji siapakah di antara kamu yang berbuat terbaik.”
Berdasarkan ayat itulah Prof Din menerangkan agama Islam berorientasi pada quality oriented. “Kerja terbaik atau kualitas kerja bukan sebanyak-banyaknya amal. Sebanyak-banyaknya perbuatan boleh banyak, tapi harus lebih banyak kualitas daripada kuantitas!” imbaunya.
Selain itu, Islam juga agama yang menekankan orientasi masa depan, pada goal oriented (tujuan). “Lihat pada ayat waltanẓur nafsum mā qaddamat ligad (al-Hasyr ayat 18). Hendaklah setiap diri telah merancang dan menyiapkan masa depan,” tutur Ketua World Peace Forum (Forum Perdamaian Dunia) itu.
Oleh karenanya, sambung Prof Din, masa, tahun, atau periode depan harus lebih baik dari tahun dan periode ini. “Hari dan periode ini harus lebih baik dari hari dan periode kemarin!” imbuhnya di mana itu seperti ungkapan, “Man kana yaumuhu khairan min amsihi fahuwa robih. Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin itulah orang-orang yang beruntung.”
Prof Din menerangkan, orang sukses kalau misla amsihi (harinya sekarang) sama saja wahumu khasir(harinya kemarin) maka merugi, gagal. Apalagi yang hari sekarang lebih buruk dari hari kemarin, maka termasuk orang-orang yang terlaknat. “Inilah Islam yang berkemajuan. Islam yang hidup dan kehidupan umatnya harus maju dan dinamis,” tambahnya.
Agama Etik
Dalam istilah ilmu perbandingan agama, Prof Din menegaskan Islam bukan agama sakramen (penuh dengan kebaktian, ritus-ritus ibadah-ibadah belaka). “Islam jauh lebih daripada itu, adalah agama etik yang pemeluknya harus memiliki wawasan etika akhlak yang berkemajuan,” terangnya.
Akhlak di sini bukan hanya akhlak lembut seperti sopan santun dan berbaik dengan orang lain. “Ada juga akhlak kerja keras menjadi pemenang, penguasa. Seperti al-Qohhar, al-Jabbar, al-Qadir,” ungkap guru besar di FISIP UIN Jakarta ini.
Kalau dianalisis, kata Prof Din, 99 sifat-sifat Allah itu ada yang keras dan ada yang lembut seperti al-Ghafur, ar-Rahman, ar-Rahim, apalagi ar-Rouf dan al-Latif.
“Akhlak harus kita miliki dan ini yang harus menjadi muara dari peribadatan kita. Jadi ibadah itu belum tujuan terakhir!” tegasnya.
Dia lantas menyampaikan pendapatnya tentang maksud ayat al-Quran yang berbunyi, “Wama khalaqtul jinna Wal insa illa liya’budun. Artinya, tidaklah kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah.”
Maksudnya, mereka terus-menerus, dalam proses yang tiada hentinya, untuk beribadah kepada Allah dan tujuan ibadah itu harus mampu membentuk kepribadian yang berakhlak
Jadi Prof Din menyimpulkan, kalau hanya ibadah tapi tidak ada akhlak dalam hidup itu sama dengan sebuah kegagalan. “Maka Islam berkemajuan ini adalah Islam keberislaman yang mampu memadukan hablum minallah dengan hablum minannas. Jangan dipisah yang hablum minallah kita menjelma dalam hablum minannas. Harus menjelma satu kesatuan hablum minannas!” ungkapnya.
Berbuat baik dengan sesama sering dipahami berbaik dengan sesama, tetangga, termasuk dengan pemeluk agama lain. Dia meluruskan, “Hablum minannas itu adalah kerja sama, atta’awun. Bekerja bersama-sama membangun kehidupan bersama. Agar sama-sama maju. Agar kebudayaan dan peradaban kita maju. Sebenarnya luas sekali.” (*)