PWMU.CO – Strategi dakwah di era digital dibahas Prof Ir Daniel Mohammad Rosyid MPhil PhD dalam Pengajian Ahad Pagi Muhammadiyah (Pagimu). Acara yang digelar Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Ngagel, Surabaya, di Sekolah Kreatif SD Muhammadiyah 16 Surabaya, Ahad (22/1/2023).
Prof Daniel mengatakan saat ini Muhammadiyah sudah tepat berposisi “menyerang”. Namun perlu terus mengembangkan dakwah. Tak boleh hanya satu dan beberapa front atau konsentrasi.
“Muhammadiyah jangan hanya pendidikan dan kesehatan. Fokus juga ke bisnis, misalnya. Muhammadiyah perlu punya pabrik juga. Kita agak terlambat. Kenapa agak karena saya dengar Muhammadiyah mau punya maskapai Muhammadiyah. Ini luar biasa,” katanya.
Guru Besar ITS itu mengatakan Islam tak bisa dipisahkan dari kota. Dan kota salah satu cirinya berisi warga kota yang majemuk. Lalu ciri kota selanjutnya adalah bisnis. Nah, Muhammadiyah perlu menyiapkan tenaga muda untuk mengisi kota. Kota yang berhasil karena ditata dengan Islam.
“Muhammadiyah perlu menyiapkan warga muda untuk mengisi kota. Yang cerdas, cakap bertalenta, dan berkarakter baik. Kalau Muhammadiyah tidak mewarnai Surabaya boleh dikata Muhamamdiyah kurang berhasil,” terang pria asli Klaten itu.
Membangun Jiwa Merdeka
Dia mengatakan pada prinsipnya pendidikan urusan pentingnya adalah belajar. Pendidikan bukan hanya sekolah. Karena dulu pernah tidak ada kemudian sekolah diadakan dan disiapkan untuk mempersiapkan pekerja-pekerja.
“Saya kira sistem pendidikan yang seperti itu yang dikoreksi Kiai Ahmad Dahlan dengan mendirikan sekolah Muhamadiyah yang memerdekakan anak didik,” tuturnya.
Dikatakan gaya hidup saat ini cukup buruk karena gaya hidup pasif. Anak main hape tak terbendung, ke sekolah dengan fasilitas kendaraan pribadi. Semestinya hidup yang baik harus secara fisik aktif. Misalnya ke sekolah jalan kaki.
“Kalau anak sedari dini main HP dan naik sepeda motor itu menjadi ancaman serius. Anak-anak yang dididik dengan baik di rumah akan baik-baik saja di sekolah,” jelasnya.
Karana itu pendidikan Muhammadiyah harus bersemangat membangun jiwa merdeka. Yaitu jiwa bertauhid. Orang yang berjiwa tauhid adalah dia yang menghamba kepada Allah bukan kepada orang.
“Di atas jiwa merdeka bisa membahas kejujuran, kemajuan,” katanya.
Prof Daniel memberi solusi. Bahwa lingkungan serba digital itu yang perlu ada ruang imajinasi. Guru dan orangtua selalu mendidik anak mengonsumsi konten positif, karena akses ke negatif sangat terbuka. Maka mencoba gagasan baru dengan imajinasi harus dikawal.
“Anak kita harus punya learning habbit. Salah mencoba tidak masalah yang penting tidak berdosa. Yang salah kalau berbuat dosa,” katanya.
Biarkan anak mencoba jangan dihukum kalau salah dalam mencoba hal baru. Jangan membuat murid takut membuat gagasan baru meskipun mencoba pasti ada risiko tertentu.
“Lingkungan yang nyaman itu buruk. Perlu tantangan karakter. Lingkungan nyaman itu kurikulum membunuh karena kurang membentuk karakter. Kalau sangat nyaman nggak ada yang bisa dipelajari,” terangnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni