PWMU.CO– Lulus ujian doktor, Imam Syaukani, Ketua Korps Mubaligh Muhammadiyah Kota Surabaya, menyampaikan isi disertasi di sidang terbuka promosi doktor di Universitas Muhammadiyah Malang, Selasa (24/1/2023).
Judul disertasinya Manajemen Dakwah dalam Gerakan Islam Berkemajuan (Studi Kasus di Persyarikatan Muhammadiyah Surabaya).
Imam Syaukani memaparkan, proses Islamisasi di Jawa penuh tantangan menghadapi pengaruh budaya Jawa, Hindu, dan Budha. Syariat Islam bercampur dengan budaya tersebut. Karena itu diperlukan gerakan pemurnian Islam.
Salah satu organisasi yang memelopori gerakan tersebut adalah Muhammadiyah. Proses pemurnian dan pembaruan Islam yang dilakukan oleh Ahmad Dahlan (1868-1923) disebut dengan gerakan Islam berkemajuan.
”Gerakan Islam berkemajuan karena keinginan dakwah Muhammadiyah dapat menyesuaikan dengan tuntutan globalisasi akibat revolusi teknologi komunikasi dan transportasi,” kata Imam Syaukani.
Imam Syaukani menyampaikan, inti gerakan Islam KH Ahmad Dahlan menekankan pada pemurnian akidah, pemahaman terhadap berbagai ilmu pengetahuan yang sedang berkembang.
”Menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi maka merujuk kembali al-Quran, menghilangkan sikap fatalisme dan taklid serta menghidupkan semangat ijtihad,” tandasnya.
Menurut Syaukani, ada lima karakteristik Islam berkemajuan. Berlandaskan pada tauhid, bersumber pada al-Quran dan Sunnah, menghidupkan ijtihad dan tajdid, mengembangkan wasatiyah, dan mewujudkan rahmat bagi seluruh alam.
Dalam disertasinya, Syaukani menjelaskan konsep dakwah Islam berkemajuan yang dipraktikkan PDM Kota Surabaya dari Majelis Dikdasmen, Majelis Pembina Kesehatan Umum, Majelis Pelayanan Sosial, dan Majelis Tabligh.
Manajemen dakwah Islam berkemajuan di PDM Kota Surabaya, kata Imam Syaukani, dalam perencanaan empat majelis tadi telah merumuskan tujuan dan rencana mencapai program berupa kebijakan-kebijakan dan metode mencapai tujuan. Sedangkan standar pencapaian tujuan dan kebijakan antisipatif belum dijumpai.
”Dalam pengorganisasian majelis-majelis telah mendeskripsikan pekerjaan yang harus dilakukan majelis dan mendistribusikannya kepada seluruh staf. Pengangkatan staf majelis didasarkan atas kemampuan, kesanggupan, dan integritasnya,” tuturnya.
Tapi, sambung dia, sarana prasarana majelis masih memprihatinkan. Majelis tidak membuat kontrak kerja dengan seluruh staf majelis, juga tidak memberikan fasilitas personal berupa imbal jasa finansial kepada staf pimpinan kecuali kepada pekerja full timer.
Disebutkan, pengerahan seluruh pimpinan dan staf majelis melaksanakan program kerja diselesaikan pada saat rapat periodik. Motivasi kerja diberikan dengan pendekatan religi, komunikasi antara pimpinan dan staf cukup lancar dilakukan pada saat rapat.
”Pemberian hadiah dan hukuman berbasis kinerja staf tidak diberlakukan. Dalam pengendalian dilakukan monev, namun belum dirumuskan standar kinerja secara terukur sehingga menyulitkan mengukur kinerja,” tandas Syaukani yang lulus ujian doktor.
Hasil evaluasi, ujar dia, dikomunikasikan melalui rapat-rapat dan dengan surat. Berdasarkan hasil evaluasi dilakukan tindak lanjut berupa saran-saran perbaikan.
Penulis Syahroni Nur Wachid Editor Sugeng Purwanto