Buku Sejarah Muhammadiyah Lumajang Diluncurkan, Ada Kisah Jumatan Dilarang; Liputan Kuswantoro, Kontributor PWMU.CO Lumajang.
PWMU.CO – Buku sejarah Muhammadiyah Lumajang berjudul Muhammadiyah di Balik Semeru Gerilya dalam Senyap karya Suharyo AP dan kawan-kawan diluncurkan.
Launching berlangsung di Musyawarah Daerah (Musyda) Ke-11 Muhammadiyah dan Aisyiyah Lumajang digelar di Gedung KH Abdi Manaf SMK Muhamamdiyah Lumajang (Mulu), Ahad (29/2/2023).
Secara simbolis, peluncuran ditandai dengan diserahkannya buku tersebut kepada orang nomor 1 dan 2 di Kabupaten Lumajang.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Dr dr Sukadiono MM menyerahkan buku itu pada Bupati Lumajang H Thoriqul Haq SAg MML. Sedangkan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah Jawa Timur Dra Hj Siti Dalilah Candrawati MAg menyerahkan pada Wakil Bupati Lumajang Ir Hj Indah Amperawati Masdar MSi.
Suharyo AP menjelaskan, buku ini lahir dari instruksi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim. Waktu itu PWM Jatim mengintruksikan untuk menulis sejarah masuknya Muhammadiyah dan perkembangannya di masing-masing daerah.
“Kami langsung membentuk tim. Kemudian kami tugasi untuk mencari informasi. Yang paling awal dan perkembangannya serta apa yang di miliki oleh Persyarikatan itu. Ternyata diketahuilah bahwa Muhammadiyah masuk Lumajang pada waktu itu di Kecamatan Sukodono, tepatnya Desa Kutorenon,” ungkapnya, Ahad (19/2/2023).
Di situ, lanjutnya, ada tokoh yang dulu menjadi tempat persinggahan KH Ahmad Dahlan. “Dan dari situ kemudian berdirilah masjid sebagai pusat dakwah Muhammadiyah Lumajang,” kata dia.
Kemudian KH Ahmad Dahlan mengembangkan Muhammadiyah ini dari stasiun ke stasiun ke Yosowilangun, Klakah, Randuagung. Bahkan sampai Pasirian, Tempeh, dan Sukodono. “Dan(Muhammadiyah) yang berkembang memang di sekitaran stasiun waktu itu,” ujarnya.
Yang paling bertahan agak lama dan banyak di Desa Kutorenon Kecamatan Sukodono.Pada tahun 1927 dari Sukodono Muhammadiyah berkembang ke selatan arah kota.
Dan mulailah berpikir pendirian rumah yatim piatu atau panti asuhan. “Yang ada di Jalan Diponegoro itu salah satu dari hasil pengembangan gerak Persyarikatan Muhammadiyah Lumajang,” katanya.
Khotbah Bahasa Indonesia Bikin Heboh
Suharyo bercerita, ada satu kejadian yang menghebohkan saat itu— kurang lebih tahun 1935—ketika Muhammadiyah merintis shalat Jumat yang khotbahnya menggunakan bahasa Indonesia. Makah hebohlah masyarakat. Bupati Lumajang sampai memangil sang khatib agar tidak meneruskan kebiasaan berkhotbah dengan bahasa Indonesia.
Permintaan itu akhirnya diiyakan tapi khotbah seperti itu jalan terus. “Sekarang apa yang dilakukan Muhammadiyah saat itu telah menjadi kenyataan hampir di seluruh masjid,” kata Suharyo.
Kemudahan Muhammadiyah mendirikan amal usaha pendidikan SD Muhammadiyah yang ada di Sukodono, tapi tidak bertahan lama. Tapi Âuhammadiyah terus berkembang mendirikan panti asuhan putri dan di situ dijadikan tempat shalad Jumat.
Karena tempatnya tidak cukup terus pindah ke perguruan Muhammadiyah yang sekarang di Jalan Brantas. Dari tahun ke tahun Muhammadiyah terus berkembang ke kecamatan-kecamatan di Lumajang. Misalnya di Senduro pada tahun 1967 yang dikomandani oleh KH Abdi Manaf dan tokoh-tokoh lainya.
“Intinya Muhammadiyah Lumajang pelan tapi pasti terus bergerak, tetapi kemudian Muhammadiyah tidak berhenti bergerak sesuai maknanya “gerakan Muhammadiyah amar makruf nahi mungkar,” katanya.
Berbagai amal usaha di bidang sosial, pendidikan, kesehatan, ekonomi berdiri di Lumajang. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni