KH Mudzakkir, Tokoh Muhammadiyah Godog Penerjemah Arab Pegon. Tulisan Alfain Jalaluddin Ramadlan, Kontributor PWMU.CO Lamongan
PWMU.CO – KH Mudzakkir merupakan sosok pejuang Muhammadiyah di Desa Godog, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Ia adalah anak dari pasangan H Matakur dan Hj Rubiah. Lahir di Desa Godog, 14 Oktober 1949, dan wafat pada hari Ahad, tanggal 24 September 2017 pukul 19.45 WIB.
KH Mudzakkir mempunyai istri bernama Sahliyah. Ia dikaruniai empat anak; yaitu Maslahul Falah, Thafhanul Fahri, Dliyaul Af’idah, dan Hilyatin Millah Afafah.
KH Muzakkir merupakan lulusan Pondok Pesantren Maskumambang Dukun Gresik. Semasa hidupnya, ia aktif di Persyarikatan Muhammadiyah. Pernah menjabat sebagai Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Laren, Ketua PCM Laren Periode 1995-2000 dan 2000-2005, Wakil Ketua PCM Godog 2005-2015 dan Ketua PRM Godog.
Dalam kesehariannya, Mudzakkir selain menjadi petani, juga aktif mengajar di lembaga pendidikan. Pernah menjadi Kepala Madrasah Aliyah Muhammadiyah (MAM) 3 Godog pada Tahun 1986-1996 dan menjadi pendidik di SMP Muhammadiyah 8 Godog Laren.
Namun menjelang ibadah haji Tahun 2014, Mudzakkir melepaskan diri dari dunia mendidik. Ia ingin fokus untuk beribadah haji bersama istrinya. Sepulang haji, dia fokus mengurus dan membina santri Pondok Pesantren Al Falah Muhammadiyah Godog sekitar kurang lebih dua tahun hingga kepergiannya.
Pengajar, Pembelajar, dan Penulis
Murdzakkir banyak menghabiskan waktu untuk mengaji kitab Bulughul Maram, Riyadhus Sholihin dan Tafsir Al-Maraghi. Dia juga mempunyai perpustakaan pribadi yang berisi deretan kitab. Di antara kitab yang ia pelajari adalah Tafsir Al-Manar, Tafsir Al Azhar, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ayat Ahkam Rawa’ul Bayan.
Ada juga Kitab-kitab Fiqih, Tasawuf, Buku Kemuhammadiyahan, Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan ada juga Kitab Mu’jam Mufradal Alfazh al-Qur’an ar Raghib al-Ashfahani, tak luput juga Nailul Author.
Selain aktif mempelajari kitab, Mudzakkir juga merupakan seorang penulis. Ia meninggalkan dua karya, yakni Buku Pelajaran Bahasa Arab yang disusun Tahun 2002 dan Terjemah 100 Ayat Surat al-Baqarah menggunakan huruf pegon. Dua bukunya tersebut diterbitkan oleh Taman Kajian Islam Godog, Laren, Lamongan.
Anak pertama KH Mudzakkir, Maslahul Falah menceritakan, almarhum bapaknya merupakan sosok yang banyak berkhidmat untuk umat.
“Alhamdulillah, bapak kami ikut berkhidmat di masyarakat membina keagamaan, yang salah satunya adalah sering dimintai tolong untuk membagi harta warisan di kampung kami,” katanya.
Dia mengatakan, bapaknya ini selalu dijadikan sebagai rujukan dalam pembagian warisan, karena banyak mempelajari buku al Faraid (ilmu pembagian warisan) karangan A Hassan, tokoh Organisasi Islam, Persatuan Islam (Persis).
“Buku tersebut sekarang saya rawat dan mengisi salah satu deretan perpustakaan pribadi kami,” ucapnya.
Pendakwah
Tidak hanya sebagai seorang petani, pendidik dan penulis, Mudzakkir juga merupakan seorang dai. Dia rutin menjadi khatib Jumat dan pengisi pengajian di Masjid At Taqwa Godog. Ia merupakan khatib tetap setiap Jum’at Wage. Malamnya, dia mengaji di Masjid At Taqwa Godog setelah shalat Maghrib hingga menjelang Isya.
“Secara rutin, bapak kami membina kajian di rumah dan Musholla Ibu Risyah Godog setiap satu pekan dua kali. Materi yang disampaikan adalah Kitab Bulughul Maram, Riyadhus Sholihin dan Tafsir Al-Maraghi dengan penerjemahan pegon. Walau belum tamat Tafsir Al-Maraghi, tetapi juz 30 sudah tamat beberapa kali. Santrinya adalah ibu-ibu Aisyiyah,” ujar Maslahul Falah.
Selain itu, Mudzakkir juga ikut membina Ranting Muhammadiyah Desa Singkul Kecamatan Laren. Dia rutin memberikan pengajian di Ranting Singkul, bertempat di Masjid Mujahidin Singkul setiap malam Kamis.
“Bapak juga memandu ngaji di Aisyiyah setiap Jum’at sore, serta ngaji bagi adik-adik IPM setiap malam Ahad. Selain itu juga, pengajian Aisyiyah Ranting Pilang rutin setiap hari Selasa sore,” imbuh Falah.
Ayah yang Demokratis
Untuk kegiatan Kemuhammadiyahan, kata Falah, selama menjadi Ketua PCM Laren, hampir setiap Idul Fitri dan Idul Adha pasti ayahnya mengisi khutbah hari raya di Ranting-ranting Muhammadiyah yang berada di bagian barat Laren.
“Bahkan pernah berangkat dari rumah Godog ini setelah Ashar dan menginap di Ranting setempat untuk khutbah Idul Fitri esok harinya, karena jalan yang saat itu sulit dilalui,” kenang Falah.
Dia berdoa, semoga amal ibadah bapaknya selama hidup di dunia bermanfaat, dan ilmunya dimanfaatkan untuk kebaikan, serta semoga anak-anaknya menjadi anak shalih yang selalu mendoakannya.
“Semoga kami mampu meneruskan perjuangan beliau. Tentu saja doa-doa kami untuk kebaikannya di alam kubur,” tuturnya.
Sementara itu, anak ketiga Mudzakkir, yakni Dliyaul Af’idah, menceritakan, dalam hubungan bermasyarakat, bapaknya ini merupakan sosok yang sangat baik, bahkan tidak pernah mengalami permasalahan dengan siapapun.
“Dalam mendidik anak, almarhum memberikan metode pendidikan yang sangat santai pada anak-anaknya, yakni dengan memberi teladan yang baik, tanpa harus menuntut anaknya harus menyamai dan meniru orang tuanya, cukup dikasih kepercayaan dan pengertian dengan sikap baiknya saja,” katanya.
Dia mengatakan, semua anak dibekali dengan ilmu keagamaan dan umum. Dalam hal keagamaan, keempat anaknya dipondokkan di pesantren dan melanjutkan pendidikan sampai peguruan tinggi.
Guru yang Karismatik
Kebaikan dan dedikasi Mudzakkir terhadap umat juga diaminkan oleh salah satu muridnya, yakni
Zainal Abidin. Zainal mengatakan, gurunya tersebut merupakan sosok yang sangat menginspirasi.
“Kedekatan beliau dengan siswa tidak mengurangi karismatik beliau. Beliau guru yang karismatik dan dekat dengan anak-anak. Beliau tidak hanya membuat contoh tapi juga memberi contoh kepada murid-muridnya termasuk saya,” kata Zainal.
Menurutnya, banyak kenangan yang selalu terekam, salah satunya saat gurunya tersebut mengajar, namun Zainal belum masuk kelas.
“Beliau menunggu di pintu, dan ketika saya masuk, beliau usap rambut saya dengan penuh kasih sayang, sambil berkata besok lagi kalau masuk kelas tolong lebih awal ya,” ucap Zainal.
“Jujur, ketika mendengar nama beliau mata ini berlinang, teringat dengan beliau,” ujar salah satu murid Mudzakkir yang sekarang menjabat Kepala MI Muhammadiyah 7 Singkul ini. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni