Cerita Baksomu di Musyda Pacitan, liputan kontributor PWMU.CO Pacitan Muh Isa Ansori
PWMU.CO – Permintaan terkait bakso menjelang Musyawrah daerah (Musyda) Muhammadiyah Pacitan, akhirnya terpenuhi.
Permintaan semula datang dari Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pacitan periode 2016-2020, Muhammad Marwan di grup WA Silaturahmi Lazismu Pacitan, jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan Musyda Sabtu (25/2/2023), saat menanggapi pemberitaan di media online yang mengabarkan bakso di arena satu abad NU.
“Lazismu Pacitan menyediakan bakso gratis apa tidak ya?” ungkap Muhammad Marwan yang biasa menulis identitas diri dengan mr’one ini.
Kepastian ketersediaan bakso gratis, baru dipastikan, sepekan sebelum pelaksanaan Musyda, setelah ada kesanggupan dari Indah Kurnia Dewi, yang juga Ketua Ikatan Guru Bustanul Athfal (IGABA) Kabupaten Pacitan ini.
Bakso menjadi trending topik mulai Muktamar, Musywil dan sampai Musyda. Lazismu Jawa Timur menjadi pihak yang patut disebut, atas populernya makanan yang satu ini, di acara-acara Muhammadiyah.
Bahkan bakso gratis juga disediakan di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), saat acara Satu Abad NU, saudara muda Muhammadiyah. Maka tidak heran, di Pacitan masih ada yang mengingatkan adanya menu khusus ini di arena Musyda.
Hidangan Bakso
Peserta Musyda, penggembira dan team kesenian dari Bustanul Athfal Aisyiyah Pacitan dan Baleharjo juga terlihat menikmati hidangan bakso yang dikemas dalam mangkuk kecil-kecil ini.
Bagian keuangan Lazismu Pacitan, Indah Kurnia Dewi, yang punya resep bakso istimewa, siap memasak dan menghidangkan untuk seluruh peserta dan penggembira. Bahkan masih tersisa untuk dibagikan kepada warga sekitar Gedung Dakwah Muhammadiyah.
Uniknya ada peserta Musyda yang mencicipi bakso pagi dan sore, menemukan perbedaan rasa. “Kok beda ya rasanya dengan yang pagi tadi,” ungkapnya.
Setelah ditanyakan pada team pemasak, ternyata memang beda produk. Penyebabnya saat akan menambah jumlah mangkuk bakso yang semula direncanakan 275, menjadi 500 porsi. Ayah mertua Indah Kurnia Dewi, yang tinggal di Wonogiri meninggal dunia, sehingga kekurangannya terpaksa dipesankan pada orang lain. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.