Bacaan Taawudz dalam Shalat: Jahr atau Sirri, Bagaimana di Rakaat Kedua? Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama Oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA (NBM: 984477). Pusat Studi Hdits Turats Nawabi Sidoarjo.
PWMU.CO – Tanya: Di Himpunan Putusan Tarjih (HPT) halaman 77 dalam hal shalat terdapat tuntunan membaca ta’awudz sebelum membaca basmalah dan surat al-Fatihah. Pertanyaan saya, bagaimana bacaan ta’awudz pada shalat jahr? Apakah dibaca jahr dan dibaca lagi pada rakaat berikutnya?
Jawab: Membaca ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah dalam shalat seperti tersebut dalam HPT, sebagai pokok-pokok tuntunan memang tidak dijelaskan hal itu, mengingat pada dalil-dalil yang dijadikan sandaran untuk menentukan hal itu tidak disebutkan apakah bacaan ta’awudz itu jahr (terdengar) atau sirri (tak terdengar). Juga apakah bacaan ta’awudz itu hanya pada rakaat pertama atau pada rakaat berikutnya, yakni sebelum membaca surat al-Fatihah.
Untuk lebih jelasnya berikut disampaikan dasar-dasar bacaan ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah sewaktu shalat.
Firman-Nya:
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
Apabila kamu akan membaca Al-Qur’an, maka hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk (dengan bacaan ta’awudz). (al-Nakhl: 98).
Di HPT disebutkan penukilan dari riwayat Abu Sa’id al-Khudri yang tersebut dalam kitab Muhaddzab, bahwa Nabi saw. di kala membaca ta’awudz itu, bacaannya adalah ”A’udzu billahi minasy syaithanir rajim.
Nukilan dari kitab Nailul Authar; menyebutkan bahwa Ibnu Mundzir berkata, riwayat yang datang dari Nabi, bahwa Nabi membaca ta’awudz sebelum membaca al-Qur’an: A’udzu billahi minasy syaithanir rajim. (periksa HPT Cetakan III hal. 85-86).
Melihat dalil-dalil yang digunakan dasar tuntunan itu adalah dalil-dalil yang umum. Yakni tuntunan membaca ta’awudz sebelum membaca al-Qur’an, maka termasuk pula ketika membaca surat al-Fatihah pada shalat. Melihat dalil itu pula menunjukkan, bahwa bacaan ta’awudz juga dibaca pada rakaat seterusnya di kala hendak membaca surat al-Fatihah. Dan dalil-dalil yang dikemukakan di atas tidak didapati petunjuk bacaan ta’awudz itu keras atau sirri.
Selanjutnya jika kita tambah pengamatan kita pada hasil penelitian yang dilakukan oleh mantan rektor Universitas Islam di Madinah, Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, kini Menteri Tistek, dalam bukunya Kaifiyat Shalat Nabi SAW yang diterbitkan dalam bahasa Arab dan Inggris, disebutkan bahwa sesudah bacaan doa iftitah, kemudian membaca ta’awudz, kemudian membaca surat al-Fatihah. Hanya sayang tidak disebutkan dalilnya.
Hasil penelitian lain dalam cara shalat menurut Nabi ini dilakukan oleh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Shifat Shalat Nabi SAW” (76-77), sesudah ta’awudz membaca surat al-Fatihah. Dalam catatannya disebutkan dasarnya ialah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari, Muslim, Abu Awanah, Thahawi dan Ahmad.
Dan pengamatan kami selanjutnya kita dapati bahwa bacaan ta’awudz dilakukan sebelum membaca surat al-Fatihah dalam rangkaian membaca doa terakhir salah satu doa iftitah shalat sunahnya. Demikian menurut hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dari Nafi’ bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya. (periksa Fiqih Sunah I, hal. 261).
Melihat riwayat di atas, bahwa bacaan ta’awudz Nabi dalam rangkaian bacaan doa iftitah, maka membaca ta’awudz itu dengan sirri, sebagaimana kita lakukan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Mughni, bahwa membaca ta’awudz itu sirri, tidak jahr. Menurut Ibnu Qudamah tidak ada khilaf(perbedaan pendapat) dalam hal bacaan sirri itu.
Mengenai apakah bacaan ta’awudz itu dilakukan hanya pada rakaat pertama atau pada rakaat berikutnya, dalam HPT ditegaskan: berdasar pada umumnya ayat 98 surat al-Nahl membaca surat al-Fatihah pada rakaat berikutnya juga dimulai dengan ta’awudz.
Begitulah pemahaman umum ketika muktamar membicarakan hal itu. Hanya saja hal itu tidak terumus secara tegas. Untuk pemahaman konprehensif (secara terpadu) antara al-Qur’an dan sunah, tidak salah kalau memahami dalil-dalil yang ada dengan pemahaman bahwa bacaan ta’awudz hanya pada rakaat pertama sesudah membaca doa iftitah, sedang pada rakaat ke dua tidak membacanya. Hal ini didasarkan pada riwayat Muslim.
Hadits Abu Hurairah.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَهَضَ مِنَ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ وَفِي رِوَايَةٍ: (إِذَا نَهَضَ فِي الثَّانِيَةِ) اسْتَفْتَحَ الْقِرَاءَةَ بِـ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَلَمْ يَسْكُتْ
Abu Hurairah ra. berkata: Jika Rasulullah saw. bagkit dari rakaat kedua. Dalam riwayat lain (bangkit pada rakaat kedua) Nabi memulai bacaan dengan hamdalah, dan tidak ada diam. (HR. Muslim: 599; Hakim: 782; Ibnu Khuzaimah: 1603; Baihaqi: 2902.)
Ada yang memahami bacaan hamdalah itu adalah surat al-Fatihah.
Kesimpulannya, bacaan ta’awudz sebelum membaca surat al-Fatihah pada rakaat pertama sesudah membaca doa iftitah adalah sirri, sekalipun dalam shalat jahr.
Bacaan ta’awudz pada rakaat berikutnya sebelum membaca surat al-Fatihah berdasar umumnya dalil ayat 98 surat al-Nahl juga dilakukan. Karena tidak ada ketegasan dalam HPT kalau ada yang memahami bahwa bacaan ta’awudz pada rakaat kedua dan seterusnya tidak perlu dilakukan berdasarkan riwayat Muslim dan lainnya dari Abu Hurairah di atas, tidak dapat disalahkan.
Catatan
Hadits-hadits yang dinukil tim fatwa dari beberapa referensi (Muhaddzab, Nailul Authar, Sifat Shalat Nabi, dan lainnya) adalah sebagai berikut:
Hadits Jubair bin Muth’im
وَعَنْ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ دَخَلَ الصَّلَاةَ قَالَ: اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، الْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، الْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، الْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا، سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، سُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، اللهُمَ إنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْثِهِ وَنَفْخِهِ
Jubair bin Muth’im ra. berkata: Aku menyaksikan ketika Rasulullah saw. memulai shalat membaca: Allahu akbar kabira 3x, alhamdulillah katsira 3x, subhanallah bukratan wa ashilan 3x, Allahumma inni audzu bika minas syaithanir rajim min hamzihi wa naftsihi wa nafkhihi (dari umpatan, tiu¬pan dan buhul-buhulnya). (HR Ibnu Hibban: 2601; Abu Dawud: 764; Ibnu Majah: 807; Ahmad: 16830).
Hadits Abu Sa’id al-Khudri
وعَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: ( كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلَاةِ بِاللَّيْلِ كَبَّرَ، ثُمَّ يَقُولُ: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ, وَتَبَارَكَ اسْمُكَ, وَتَعَالَى جَدُّكَ, وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ) (ثُمَّ يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ – ثَلَاثًا – ثُمَّ يَقُولُ: اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا – ثَلَاثًا – أَعُوذُ بِاللهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ, ثُمَّ يَقْرَأُ)
Abu Sa’id al-Khudri ra. berkata: (Jika Nabi saw. shalat malam, beliau bertakbiratul ihram. Lalu Nabi membaca: Maha suci Allah dan segala puji bagi-Nya, maha berkah nama-Mu, maka tinggi kemuliaan-Mu, tiada tuhan selain Engkau) (Kemudian Nabi membaca: Tiada tuhan selain Allah 3x, Allahu akbar kabira 3x, Aku berlindung kepada Allah yang maha mendengar maha mengetahi dari gangguan setan yang terkutuk, dari umpatan, tiu¬pan dan buhul-buhulnya. Kemudian Nabi saw. membaca –surat al-Fatihah …). HR Ibnu Khuzaimah: 467; Abu Dawud: 775; Tirmidzi: 242; Abu Ya’la: 1108.
Dalil-dalil di atas secara spesifik mempertajam analisis bahwa bacaan taawudz disyariatkan sebelum seseorang membaca surat al-Fatihah sewaktu shalat.
Kemudian ditemukan hadits-hadits lain sebagai berikut:
Hadits Abdullah bin Mas’ud
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ، يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وَهَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ
Ibnu Mas’ud ra. berkata: Apabila Rasulullah saw. memulai shalat, beliau mengucapkan: Ya Allah sesungguhnya aku berlindung pada-Mu dari gangguan setan yang terkutuk, dari umpatan, tiu¬pan dan buhul-buhulnya. (HR Hakim: 749; Ibnu Khuzaimah: 472; Ibnu Majah: 808; Ahmad: 3828, 3830; Baihaqi: 375; Baihaqi dalam Sunan Kubra: 2356, 2357; Abu Ya’la: 5380).
Hadits Abu Umamah
أَخْبَرَنَا يَعْلَى بْنُ عَطَاءٍ، أَنَّهُ سَمِعَ شَيْخًا مِنْ أَهْلِ دِمَشْقَ، أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا أُمَامَةَ الْبَاهِلِيَّ يَقُولُ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ مِنَ اللَّيْلِ كَبَّرَ ثَلَاثًا، وَسَبَّحَ ثَلَاثًا، وَهَلَّلَ ثَلَاثًا، ثُمَّ يَقُولُ: اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَشِرْكِهِ
Ya’la bin Atha’ mendengar seorang guru penduduk Damaskus bahwa ia mendengar Abu Umamah al-Bahili berkata: Apabila Rasulullah saw. memulai shalat malam, beliau membaca takbir 3x, tasbih 3x, tahlil 3x, kemudian beliau mengucapkan: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan-Mu dari gangguan setan yang terkutuk, dari umpatan, tiu¬pan dan sekutunya. (HR Ahmad: 22177.)
Atsar Umar bin Khatthab
وَعَنْ الأَسْوَدِ قَالَ: سَمِعْت عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ وَكَبَّرَ فَقَالَ: سُبْحَانَك اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِك, وَتَبَارَكَ اسْمُك, وَتَعَالَى جَدُّك، وَلَا إلَهَ غَيْرُك، ثُمَّ تَعَوَّذَ
Aswad berkata: Aku mendengar Umar memulai shalat dan takbiratul ihram lalu membaca: Mahasuci Engkau, ya Allah segala puji bagi-Mu, maha berkah nama-Mu, maha tinggi kemuliaan-Mu, tiada tuhan selain Engkau. Kemudian ia membaca taawudz. (HR Muslim: 399; Baihaqi: 2188; Daraqutni: 1/301, hadits: 17; Ibnu Abi Syaibah: 2456)
Dari paparan berbagai hadits di atas diketahui bahwa bacaan ta’awudz sesudah membaca doa iftitah dan sebelum membaca surat al-Fatihah bukan hanya didasari keumuman ayat melainkan juga didasari hadits-hadits yang sangat spesifik.
Jika Tim Lajnah Tarjih merekomendasikan bacaan ta’awudz hanya dibaca pada rakaat yang pertama, dengan berdasarkan riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi pada rakaat berikutnya memulai bacaannya dengan hamdalah(dan tidak ada diamnya), maka berkonsekuensi bukan hanya tidak membaca ta’awudz namun juga tidak membaca basmalah.
Namun jika mengacu kepada riwayat Rifaah bin Rafi’ tentang pembelajaran Nabi kepada orang yang tidak bagus dalam shalatnya, di dalamnya tercantum, “Kemudian kerjakan seperti itu pada setiap rakaat shalatmu,” tentunya bacaan isti’adzah dan basmalah itu dibaca pada setiap rakaat, kecuali doa iftitah yang ada pengkhususannya yang hanya dibaca pada rakaat yang pertama. Haditsnya sangat panjang yang dikeluarkan oleh Bukhari: 724, 5897, 6090; Muslim: 397; Ibnu Hibban: 1787; Abu Dawud: 856, 857, 858, 859, 860, 861; Tirmidzi: 302, 303; Nasai: 884, 1053, 1136, 1313; Ibnu Majah: 1060; Ahmad: 19017. (*)
Bacaan Taawudz dalam Shalat: Jahr atau Sirri, Bagaimana di Rakaat Kedua? Editor Mohammad Nurfatoni