PWMU.CO – Minggu lalu (9/4) majelis ekonomi dan Ketenagakerjaan (MEK) PDA Gresik mengadakan seminar kewirausahaan. Acara ini bertempat di gedung dakwah Muhammadiyah Gresik, mulai pukul 08.00-14.00.
Seminar yang diikuti 14 PCA ini dilaksanakan sebagai dasar pengembangan kewirausahaan bagi anggota Aisyiyah di cabang dan ranting. “Selanjutnya akan terbangun market Aisyiyah yang akan memberi terobosan penguatan ekonomi kemasyarakatan dg pelaku warga Aisyiyah,” papar Iffah Nurdiyani, ketua MEK PDA Gresik.
Dalam sambutannya Korbid Majelis Ekonomi PWA Jatim Sumiati menekankan bahwa warga Aisyiyah harus sadar dan serius melakukan perubahan untuk berpartisipasi aktif dalam perputaran perekonomian di daerah Gresik. ”Gresik adalah kota dengan tingkat perekonomian tinggi. UMR (Upah Minimum Regional) tertinggi kedua setelah Surabaya. Gresik jadi pintu perekonomian dan perindustrian yang tidak boleh disia-siakan peluangnya,” tuturnya.
(Baca: Ini 9 Karakter yang Wajib Dimiliki Pimpinan Aisyiyah dan Peran Ganda Nasyiah: Gerakkan Organisasi, juga Dampingi Suami)
Sumiati menjelaskan, MEK memiliki 4 misi. Pertama, melakukan perilaku usaha/enterprenuer yang sejalan dan seimbang secara global. Kedua, membangun kekuatan ekonomi keluarga. Tiga, membangun kedaulatan pangan. Terakhir, menyediaakan koperasi sebagai pendukung gerakan ekonomi Aisyiyah.
Sumiati berharap Sekolah Warga Aisyiyah (SWA) bisa terbentuk. Sekolah itu dikonsep dalam bentuk kursus 3 bulan dengan peserta ibu muda Aisyiyah yang akan menjadi entrepreneur-entrepeneur baru.
Dalam kesempatan yang sama, Nelly Asfiaty membuka fakta kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin. Pada tahun 2016 indeks gini mencapai 0,397 sedangkan di tahun 2015 mencapai 0,408. Jika di lihat dari wilayahnya, indeks gini di perkotaan adalah 0,410 dan di pedesaan adalah 0,327.
“Sejatinya tujuan pembangunan adalah peningkatan pendapatan riil per kapita serta adanya unsur keadilan dan pemerataan. Disadari atau tidak peran pengusaha muslim di perekonomian masyarakat belum maksimal. Secara kuantitas tinggi, tapi secara kualitas rendah.
Penyebab dari permasalahan itu adalah pendidikan yang rendah, Penguasaan Iptek lemah, Kekurangan enterpreneur untuk mendorong penciptaam lapangan kerja dan pergerakan ekonomi. Hal itu juga diperparah dengan pemahaman nilai Islam yang lemah, serta terjebak dalam budaya kemiskinan dan budaya instan.
”Wirausaha Indonesia hanya 1,6% dari jumlah wirausaha dunia. Sedang pengusaha yang muslim pun minim jumlahnya. Padahal dari sektor wirausaha ini bisa membuka lapangan kerja dan mengangkat ekonomi kerakyatan,” katanya.
Seminar kewirausahaan ini juga menampilkan testimoni pengembangan usaha mandiri tentang budidaya lele dengan sistem biofloc oleh Agustine Nurhayati. Dia telah berhasil budidaya lele di pekarangan rumah dan menjadikannya sumber penghasilan. Seminar ditutup dengan praktik membuat bunga dari kresek dan bungkus kopi instan. Semoga bisa dikembangkan di cabang-cabang dan daerah masing-masing. (agustin/ilmi)