Hukum Tradisi Megengan Menyambut Ramadhan Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO-Megengan merupakan salah satu tradisi Islam yang berkembang di Jawa, terutama di Jawa Timur. Megengan berasal dari kata megeng yang memiliki arti menahan.
Maka megengan dimaksudkan sebagai tradisi menyambut bulan Ramadhan di mana di dalamnya terdapat amalan berpuasa selama sebulan penuh.
Megengan dalam praktiknya dilakukan dengan cara mengunjungi makam orang tua atau leluhur pada hari H-1 Ramadhan dan mendoakannya di dekat makam tersebut. Selanjutnya masyarakat pada hari itu juga membuat kue apem yang konon penamaan kue ini juga sarat makna.
Kata apem diyakini berasal dari kata ‘afwun’ yang dalam bahasa Arab, mashdar dari kata ‘afaa ya’fu yang artinya memaafkan.
Kue apem tersebut lantas dibagikan kepada tetangga dengan harapan adanya saling memaafkan pada hari menjelang Ramadhan sehingga tidak ada lagi dosa di antara mereka.
Para peneliti berusaha memahami fenomena ini sebagai bagian dari islamisasi budaya, yakni budaya Jawa yang asalnya sekadar budaya kemudian berusaha diisi dengan nilai-nilai Islam sehingga tersampaikanlah nilai Islam kepada masyarakat tanpa harus meninggalkan budaya mereka.
Melihat filosofi dari tradisi tersebut sungguh mulia dan sejalan dengan spirit Islam, yakni tazkiyatun nufus (mensucikan diri) baik yang sedang hidup dan permohonan ampunan bagi yang telah meninggal.
Selain itu ada misi spiritual lain yang ingin disampaikan dalam tradisi megengan ini yakni bersedekah kepada sesama, sekaligus bersilaturahmi kepada tetangga dan kerabat.
Jika makna dari tradisi megengan ini dipahami dengan baik maka akan menjadi pembelajaran yang sangat baik.
Selanjutnya, sebagai umat Islam dalam memandang tradisi penting mengedepankan sikap yang arif, sehingga tidak terjerumus pada taklid (sekadar ikut-ikutan) ataupun sebaliknya menjauhi seluruh tradisi lokal yang ada di tengah masyarakat.
Perbedaan Corak
Megengan merupakan tradisi yang dalam penerapannya berbeda-beda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Di satu daerah tertentu megengan hanya dilakukan dengan cara mengunjungi makam dan mendoakan orang yang meninggal tersebut. Kemudian membagikan kue apem ke tetangga sebagai bentuk sedekah dan silaturahmi. Kedua hal ini tentu baik dan sejalan dengan spirit Islam.
Namun jika hal ini dianggap sebagai ibadah yang harus dilakukan menjelang Ramadhan, maka menjadi tidak tepat, karena tidak ada praktik maupun persetujuan legal dari Nabi Muhammad SAW atas tradisi tersebut.
Selanjutnya, di daerah tertentu ada praktik megengan yang dilakukan dengan cara melempar kue apem ke atas atap rumah dengan harapan kue tersebut akan dimakan oleh arwah orang yang telah meninggal.
Maka hal ini sudah menjurus kepada kesyirikan. Ini lah yang bertentangan dengan ajaran Islam. Praktik megengan yang semacam ini yang kiranya harus dihindari. Wallahu a’lam bish shawab.(*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah Anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni