Peran Istri
Maka, tak jarang jika suami ditinggal mati istri, pamornya mulai ikut surut. Dia telah kehilangan separuh dari jiwanya. Nabi Muhammad SAW berdiri tegak mendakwahkan Islam pada dekade awal, Khadijah binti Khuwailid, istrinya, yang selalu menyokong all outmendampingi perjuangan risalahnya.
Sepeninggal Khadijah dan pamannya Abi Thalib, perjalanan Muhammad sang Nabi selama dua tahun terasa vakum. Nabi menyatakan bahwa beliau tidak akan pernah menemukan cinta seperti itu lagi (Sejarah Hidup Nabi Muhammad, Al-Ghazali, 2003). Para ahli sejarah menyebutnya tahun kesedihan (’Aamu Huzni). Akhirnya, Allah SWTmenghiburnya dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Baru setelah hijrah ke Madinah diperintahkan oleh Allah SWTmenikah lagi dengan Siti ’Aisyah yang masih gadis belia.
Akan tetapi, yang luar biasa, jika suami lebih dulu wafat, sang istri umumnya masih bisa eksis mengarungi kerasnya kehidupan. Wanita yang ditinggal mati suaminya, biasanya jarang yang mau menikah lagi. Dia ingin membesarkan anak-anaknya meskipun single parent.
Dibandingkan dengan lelaki, wanita lebih tahan banting. Karena telah berpengalaman hidup menderita, semenjak menstruasi, hamil, melahirkan, hingga menyusui dan mendidik anak-anak.
Ibarat kesiapan mental, fisik lebih prima dan tahan uji.
Bu Ema mengungkapkan perasaannya terhadap tanda mata dari suaminya. ”Semasa suami saya menghadiahkan buku itu sepulang dari haji, saya sangat terharu dan bersyukur menitikkan air mata melihat buah tangan sendiri suami tersayang. Ini merupakan kado termahal dan teristimewa yang pernah saya terima dari suami.
Kami sering membaca bersama sambil tertawa, menangis, dan tentu bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kami terus-menerus rasa kasih sayang antara kami sebagai suami istri. Kini, saya membacanya sendirian, tetapi masih terasa kehadiran suami tersayang di sisi saya membaca bersama. Buku ini, kini menjadi teman yang dapat mengurangkan rasa rindu saya kepada suami tersayang.”
Sungguh beruntung wanita seperti Bu Ema ada sebuah buku yang menjadi media bernostalgia terhadap suami tercinta. Andaikan tak ada sebuah barang pun, seorang istri atau suami tetap akan mengenang buah kasihnya sepanjang perjalanan hidup bersamanya, penuh kemesraan, cinta kasih, dan keberkahan. Sebagaimana makna as-sakiinah, yaitu at-tuma’ninah wal-waqaar wal mahabbah, tenang, mulia, dan penuh kehormatan.
Akhlak mulia yang ditulis di atas batu kehidupan adalah tatahan indah, tak akan mudah terhapus oleh udzurnya umur dan teriknya matahari pernikahan. Istri merasa didengar, diperhatikan, didukung keinginannya, diwujudkan impian-impiannya, dimengerti perasaan halusnya, plus tidak diduakan. Nilainya sudah lebih dari cukup dibandingkan dengan pemberian sebuah barang.
Lebih lagi wanita salihah, yang dinobatkan rasulnya menjadi sebaik-baik perhiasan dunia. Kemenarikan duniawi yang penuh materi sudah terlewatinya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni