Ternyata Istilah Shalat Tarawih Tak Dikenal di Zaman Nabi dan Sahabat, Oleh Dr Zainuddin MZ LC MA, Direktur Turats Nabawi, Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Qiyamu Ramadhan yang di bulan-bulan lain lazim disebut qiyam lail (shalat malam) atau shalat tahajud. Shalat tersebut juga lazim disebut shalat witir Ramadhan karena berjumlah ganjil.
Shalat ini akhirnya dikenal dengan shalat Tarawih. Penamaan shalat itu tidak pernah muncul dalam al-Qur’an dan hadits. Belum juga dikenal generasi sahabat bahkan generasi tabiin. Ulama mujtahid yang empat—Abu Hanifah 150 H; Malik 179 H; Syafii 204 H; dan Ahmad 241 H—-pun tidak menamakan shalat Tarawih.
Diduga Bukhari (256 H) adalah orang pertama yang memberi penamaan shalat Tarawih. Ia mencantumkan dalam bukunya Shahih Bukhari Bab Shalat Tarawih. Dia paparkan enam hadits padanya namun tidak satu hadits pun yang terdapat kalimat tarawih.
Pada generasi sebelumnya memang muncul kalimat yatarawwah sebagai sifat pelaksanaan Qiyam Ramadhan yang banyak ditandai dengan peristirahatan.
Dengan demikian opini yang berkembang di masyarakat global bahwa shalat Tarawih merupakan kreasi Umar bin Khatthab perlu ditinjau ulang. Hadits dhaif yang menceritakan pada zaman Umar bin Khatthab umat melaksanakan shalat malam Ramadhan sebanyak 23 rakaat juga menggunakan penamaan Qiyam Ramadhan.
Untuk itu pernyataan Umar bin Khatthab ni’mat bid’ah hadzihi tidak mungkin dipahami sebagai bid’ah syar’i. Karena tidak ada hal yang baru pada zaman Umar bin Khatthab terkait tata krama Qiyam Ramadhan. Berjamaahnya sudah dicontohkan Nabi, pelaksanaannya di awal malam juga pernah dicontohkan Nabi, bahkan hitungan rakaatnya sesuai dengan perintah Umar bin Khatthab kepada Ubai bin Ka’ab dan Tamim al-Dari, juga 11 rakaat, bukan 23 rakaaat.
Penamaan Bukhari shalat Tarawih tentu tidak terlepas dari kepiawaiannya dalam memahami teks-teks hadits secara holistik. Fikihnya itulah yang biasa tercantum dalam ‘tarjamah bab’ sebelum Bukhari memaparkan hadits-hadits yang terkait dengan bab tersebut.
Indikator-indikator yang mempertajam tesis di atas adalah sebagai berikut.
- Qiyamu Ramadhan ditandai dengan bacaan yang panjang.
- Banyak istirahat setelah dua rakaat, yang biasanya ditandai dengan tawaf. Oleh karena tawaf bernilai shalat, maka penduduk Madinah melipatgandakan hitungan rakaat Qiyam Ramadhan sebagai pengganti tawaf tersebut.
- Selesainya Qiyam Ramadhan sampai menjelang datangnya fajar.
- Untuk itulah mereka bergegas pulang ke rumah masing-masing karena khawatir kehilangan al-falah (makan sahur).
Hadits Nu’man bin Basyir
وَعَنْ النُّعْمَانَ بْنِ بَشِيرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: (صُمْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَمَضَانَ فَلَمْ يَقُمْ بِنَا شَيْئًا مِنْ الشَّهْرِ) (حَتَّى بَقِيَ سَبْعُ لَيَالٍ, فَقَامَ بِنَا) (لَيْلَةَ ثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ) (حَتَّى ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ) (الْأَوَّلِ, ثُمَّ قَالَ: لَا أَحْسَبُ مَا تَطْلُبُونَ إِلَّا وَرَاءَكُمْ) (ثُمَّ لَمْ يَقُمْ بِنَا فِي السَّادِسَةِ, وَقَامَ بِنَا فِي الْخَامِسَةِ) (لَيْلَةِ خَمْسٍ وَعِشْرِينَ إِلَى نِصْفِ اللَّيْلِ) (فَقُلْنَا لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ, لَوْ نَفَّلْتَنَا بَقِيَّةَ لَيْلَتِنَا هَذِهِ, فَقَالَ: إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ) (ثُمَّ قَالَ: لَا أُحْسَبُ مَا تَطْلُبُونَ إِلَّا وَرَاءَكُمْ) (ثُمَّ لَمْ يُصَلِّ بِنَا حَتَّى بَقِيَ ثَلَاثٌ مِنْ الشَّهْرِ) (ثُمَّ قَامَ بِنَا لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ) (وَأَرْسَلَ إِلَى بَنَاتِهِ وَنِسَائِهِ وَحَشَدَ النَّاسَ, فَقَامَ بِنَا حَتَّى خَشِينَا أَنْ يَفُوتَنَا الْفَلَاحُ)
Nu’man bin Basyir r. berkata: (Kami berpuasa Ramadhan bersama Nabi, awalnya beliau tidak shalat malam sedikit pun bersama kami) (hingga malam ke-23. Lalu beliau) (shalat bersama kami hingga berlalu sepertiga) (malam awal.
Sabdanya: Aku tidak menyangka apa yang kalian tuntut kecuali ada di belakang kalian) (malam ke-24, beliau tidak keluar, malam ke-25) (beliau mengimami kami hingga tengah malam) (Kami pun berkata: Wahai Rasulullah, sekiranya tuan tetap mengimami kami di sisa Ramadhan ini.
Maka Nabi saw bersabda: Barangsiapa yang bermakmum bersama imam hingga tuntas, maka ditulis baginya shalat semalam suntuk) (Lagi-lagi beliau bersabda: Aku tidak menyangka apa yang kalian tuntut kecuali ada di belakang kalian) (Lalu beliau tidak keluar hingga malam ke-27) (di malam itu beliau menyuruh seseorang untuk memanggil para istri dan putrinya serta segenap umat, lalu mengimami mereka hingga kami khawatir kehilangan ‘falah’ (yakni makan sahur). (HR Abu Dawud: 1375; Tirmidzi: 806; Nasai: 1364, 1605, 1606; Ibnu Majah: 1327; Ahmad: 18426, 21606)
Menurut penulis jika Bukhari masih hidup dan menyempatkan bermakmum Qiyam Ramadhan di Indonesia yang tampaknya saling mempercepat selesainya, maka bukan mustahil Bukhari terinspirasi untuk menamakannya ‘Shalat Balafanun’.
Apalagi jika sempat bermakmum di Kota Blitar yang melakukan 23 rakaat hanya dalam durasi sekitar 7 menit, maka bukam mustahil Bukhari terinspirasi untuk menamakannya ‘Shalat Kilatun’.
Lepas seorang Muslim memberikan penamaan apapun, maka praktikkan apa yang Anda niati dan wujudkan dalam pelaksanaannya. Artinya jika Anda niat shalat Tarawih, wujudkan indikator-indikator di atas walaupun tetap dalam kadar kemampuan masing-masing.
Sungguh berbeda dengan orang yang berniat ‘Qiyam Ramadhan’, ia mengerjakan dengan lambat atau cepat, dengan banyak istirahat atau tidak, maka niatnya tidak berseberangan dengan perbuatannya. (*)
Judul asli artikel ini adalah Hitungan Qiyamu Ramadhan yang merupakan bab I dari bukur berjudul Hadits Sifat Qiyam Ramadhan. Buku tersebut diterbitkan oleh Turats Nabawi Press, Pusat Studi Hadits, baik versi ebook maupun versi cetakan. Untuk memilikinya bisa menghubungi Nugrahini 0813-3000-4334.
Editor Mohammad Nurfatoni