PWMU.CO– Manajemen Sosial menjadi bahasan pembekalan Praktik Dakwah Lapangan (PDL) santri Pondok Pesantren al-Mizan Muhammadiyah Lamongan, Ahad (19/3/2023).
Acara di Masjid al-Ghoihab Ponpes al-Mizan Putra menghadirkan Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Lamongan Dr Piet Hizbullah Khaidir MA.
Praktik Dakwah Lapangan untuk pembekalan santri kelas 6 (kelas akhir) yang diterjunkan di 30 Ranting Muhammadiyah se Kabupaten Lamongan dan Bojonegoro selama Ramadhan.
Kegiatan ini merupakan salah satu persyaratan kelulusan di Pondok Pesantren al-Mizan Muhammadiyah Lamongan dan wajib diikuti oleh santri kelas 6 Diniyah (kelas akhir).
Piet Hizbullah Khaidir menjelaskan, dalam mengimplementasikan manajemen sosial dalam dakwah beberapa hal berikut harus dimiliki oleh seorang dai.
Pertama, harus mampu beradaptasi dengan cepat dan tepat dalam segala situasi yang dibutuhkan untuk amar makruf nahyi munkar.
Kedua, memiliki kemampuan memahami keadaan masyarakat sebagai objek dakwah. Dengan demikian, seorang dai tidak misleading dalam menyampaikan isi dan pesan dakwahnya. ”Isi dan pesan dakwah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat,” sambungnya.
Ketiga, seorang dai harus memiliki wawasan yang luas. Dengan wawasan yang luas, seorang dai tidak akan kagetan ketika menghadapi persoalan perbedaan pendapat fikih, amalan fikih yang berbeda, dan hal-hal lain terkait isu keagamaan.
”Dengan wawasannya, seorang dai Muhammadiyah lebih luwes dan menyikapi perbedaan tetap dengan santun, sembari mengutamakan pencerahan untuk masyarakat, daripada fokus terhadap perbedaan,” ujar Ketua Umum DPP IMM periode 2001-2003.
Contoh paling bagus yang disampaikan Ustadz Piet, panggilan akrabnya, ketika menceritakan Pak AR Fakhruddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah, pada masa mudanya berdakwah di Palembang. Datang ketika diundang pengajian yasinan dan tahlilan.
Ketika Pak AR diminta memimpin tahlilan dan yasinan, menawarkan mengaji isi surat Yasin. Tidak hanya dibaca, tetapi perlu dipahami maknanya. Maka pengajian yasinan dan tahlilan menjadi kajian tafsir.
Piet menambahkan, berdakwah itu menjawab kebutuhan masyarakat dalam memahami agama. ”Seorang dai tidak boleh menimbulkan masalah. Seorang dai justru harus mencerahkan, menggembirakan dan memberikan solusi terbaik bagi masyarakatnya,” tandasnya.
Madzhab Muhammadiyah
Dalam sesi tanya jawab, peserta bertanya, pendapat Muhammadiyah tentang mahdzab fiqih. Apakah Muhammadiyah tidak bermadzhab dengan madzhab tertentu? Apakah Muhammadiyah anti madzhab?
Piet yang pernah menjadi Ketua Bidang Dakwah PP Pemuda Muhammadiyah periode 2006-2010 ini menguraikan, Muhammadiyah tidak anti madzhab dan tidak berafiliasi dengan madzhab tertentu.
Muhammadiyah dalam membahas suatu persoalan keagamaan, tetap merujuk kepada pendapat-pendapat madzhab, mempelajari dalil-dalil yang dijadikan landasan oleh madzhab-madzhab, mengulas proses istinbat hukum yang dilakukan oleh mazhab-madzhab, kemudian Muhammadiyah melakukan tarjih, yakni memilih dalil yang paling kuat.
Oleh karena itu, kata Ustadz Piet, bisa saja pendapat Muhammadiyah mirip dengan suatu madzhab, dan terkadang memiliki pandangan tersendiri.
”Maka seorang dai jangan males baca. Harus luas wawasan. Karena ketika ditanya oleh masyarakat, dia harus bisa menjawab dengan baik,” kata Ketua STIQSI Lamongan ini.
Ketika ditanya orang, kata dia, jangan takut dan tetap harus jujur. Kalau ditanya dan belum mengetahui jawabannya. Maka jawablah, mohon maaf, belum tahu jawabannya, nanti saya akan mencari jawabannya.
Saat berinteraksi dengan masyarakat jangan memaksakan suatu pandangan atau pendapat fikih. Secara dakwah harus dengan pelan-pelan. Bil hikmah wal mauizhatil hasanah serta al-jidal al-ahsan.
Dia menyarankan saat tiba di lokasi dakwah, silaturahmi kepada tokoh masyarakat, sesepuh, dan ulama di lokasi dakwah. Mintalah nasihat agar dakwah kita sinergis dengan apa yang telah mereka lakukan.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Sugeng Purwanto