Mana Dalil yang Paling Kuat: Membaca Basmalah dengan Jahr atau Sirri?; Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama; Oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA (NBM: 984477); Direktur Turats Nabawi, Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Tanya: Di sebuah masjid milik Muhammadiyah saya dapati beberapa imam shalat Jumat berbeda dalam membaca surat al-Fatihah. Ada imam yang membaca surat al-Fatihah itu diawali dengan bacaan basmalah, baik pada rakaat pertama maupun pada rakaat kedua.
Ada juga imam yang membacanya hanya pada rakaat pertama, sedangkan pada rakaat kedua tidak. Di samping itu ada juga imam yang tidak membacanya baik pada rakaat pertama maupun pada rakaat kedua. Mohon penjelasan dengan dalil-dalilnya!
Jawab: Mengenai membaca basmalah ketika membaca surat al-Fatihah dalam shalat, memang ada beberapa pendapat.
Ada yang mengatakan bahwa bacaan surat al-Fatihah dalam shalat dimulai dari alhamdulillahi rabbil alamin, tanpa membaca basmallah terlebih dahulu. Ada pula yang berpendapat bahwa bacaan basmalah itu dibaca, tetapi tidak dinyaringkan, yakni ketika membaca surat al-Fatihah dengan suara nyaring.
Pendapat lain mengatakan bahwa bacaan basmalah harus dibaca nyaring, apabila bacaan surat al-Fatihah dibaca dengan nyaring, sedangkan apabila surat al-Fatihah itu dibaca secara sirri (tidak nyaring), maka bacaan basmalah pun tidak dibaca nyaring.
Untuk menentukan pendapat mana yang lebih sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW, maka perhatikan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW beserta para sahabatnya mengenai hal ini dalam hadits-hadits berikut ini:
Hadits Anas bin Malik
وَعَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:) صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ [الفاتحة: 1]( وفى رواية:) فَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(
Anas bin Malik RA berkata: (Aku shalat bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan aku tidak pernah mendengar seorang dari mereka yang membaca basmalah). Dalam riwayat lain: (mereka tidak mengeraskan basmalah). (HR Muslim: 399; Ibnu Khuzaimah: 494, 495, 496, 497; Ibnu Hibban: 1802, 1803; Nasai: 906, 907; Ahmad: 12810, 12845, 13259, 13784, 13892, 13915, 13957, 20545; Malik: 214)
Hadits Anas bin Malik
وَعَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: (كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ يَسْتَفْتِحُونَ الْقِرَاءَةَ بَعْدَ التَّكْبِيرِ بِـ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ) (لَا يَجْهَرُونَ بِـ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) (فِي أَوَّلِ الْقِرَاءَةِ وَلَا فِي آخِرِهَا)
Anas bin Malik RA berkata: (Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar dan Utsman memulai bacaan, surat al-Fatihah,setelah takbiratul ihram dengan hamdalah) (mereka tidak mengeraskan basmalah) (baik di awal bacaannya maupun di akhir bacaannya). (HR Bukhari: 710; Muslim: 399; Tirmidzi: 246; Ahmad: 13361, 14109, 12868; Baihaqi: 2242, 2249).
Hadits Abdullah bin Mughafal
عَنْ ابْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُغَفَّلٍ، قَالَ: سَمِعَنِي أَبِي وَأَنَا فِي الصَّلَاةِ، أَقُولُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ، فَقَالَ لِي: أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ إِيَّاكَ وَالحَدَثَ، قَالَ: وَلَمْ أَرَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ أَبْغَضَ إِلَيْهِ الحَدَثُ فِي الإِسْلَامِ – يَعْنِي مِنْهُ – قَالَ: وَقَدْ صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَمَعَ أَبِي بَكْرٍ، وَمَعَ عُمَرَ، وَمَعَ عُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقُولُهَا، فَلَا تَقُلْهَا، إِذَا أَنْتَ صَلَّيْتَ فَقُلْ: الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ [الفاتحة] .
Putra Abdullah bin Mughafal berkata: Aku memperdengarkan bacaanku di hadapan bapakku sewaktu shalat. Lalu aku ucapkan basmalah. Maka bapakku berkata: Wahai anakku, janganlah anda membuat perkara bid’ah. Ia (Abdullah bin Mughafal) berkata: Aku tidak pernah mendengar seorang shabat yang lebih murka terhadap hal-hal bid’ah dalam keislaman. Aku telah shalat bersama Nabi, Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan aku tidak pernah mendengar seorang di antara mereka yang membacanya, maka janganlah anda lakukan. Sewaktu shalat, bacalah alhamdulillahi rabbil alamin … (HR Tirmidzi: 244; Nasai: 908; Ibnu Majah: 815; Ahmad: 16787, 20559)
Catatan: Hadits ini dengan berbagai kesaksian periwayatannya berstatus hasan. Padahal teks hadits itu dengan redaksi “yusmi’u” yang berkonotasi membaca dengan suara tidak terlalu keras sehingga dapat didengar teman-teman dekatnya saja.
Hadits-hadits tersebut di atas dhahirnya menunjukkan bahwa Nabi saw. tidak membaca basmalah pada saat beliau mengawali bacaan surat al-Fatihah.
Demikian pula halnya dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman terkesan bahwa mereka tidak membacanya pada permulaan bacaan surat al-Fatihah.
Kesan seperti itu tidak dapat diterima, sebab ditemukan hadits-hadits lain yang menjelaskan secara tegas bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya membaca basmalah dalam mengawali bacaan surat al-Fatihah.
Hadits Abu Salamah
حَدَّثَنَا سَعِيدٌ يَعْنِي ابْنَ يَزِيدَ أَبُو مَسْلَمَةَ، قَالَ: سَأَلْتُ أَنَسًا: أَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ أَوْ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ؟ فَقَالَ: «إِنَّكَ لَتَسْأَلُنِي عَنْ شَيْءٍ مَا أَحْفَظُهُ – أَوْ مَا سَأَلَنِي أَحَدٌ قَبْلَكَ -»
Abu Maslamah (Sa’id bin Yazid) berkata: Aku bertanya Anas bin Malik: Apakah Nabi saw. membaca basmalah atau hamdalah. Ia menjawab: Sungguh anda bertanya padaku sesuatu apa yang aku masih mengingatnya, yang belum pernah ditanyakan seorang pun padaku selain Anda. (HR Ahmad: 12700, 12974; Daraqutni: 1208; Daraqutni dalam Ma’rifah Sunan wa Atsar: 3132)
Hadits Anas bin Malik
وَعَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ:) صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ، وَعُمَرَ، وَعُثْمَانَ، فَلَمْ أَسْمَعْ أَحَدًا مِنْهُمْ يَقْرَأُ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ [الفاتحة: 1]( وفى رواية:)فَكَانُوا لَا يَجْهَرُونَ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ(
Anas bin Malik ra. berkata: (Aku shalat bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar dan Utsman, dan aku tidak pernah mendengar seorang dari mereka yang membaca basmalah). Dalam riwayat lain: (mereka tidak mengeraskan basmalah). (HR Muslim: 399; Ibnu Khuzaimah: 494, 495, 496, 497; Ibnu Hibban: 1802, 1803; Nasai: 906, 907; Ahmad: 12810, 12845, 13259, 13784, 13892, 13915, 13957, 20545; Malik: 214)
Hadits Ibnu Abbas
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْتَتِحُ صَلَاتَهُ بِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ibnu Abbas RA berkata: Rasulullah saw. memulai shalatnya dengan membaca basmalah. (HR Tirmidzi: 245)
Catatan: Hadits ini dhaif, dalam sanadnya terdapat Ismail bin Hamad bin Abu Sulaiman dan Abu Khalid al-Walibi (Hurmuz al-Kufi) yang dinilai lemah.
Hadits Ibnu Abbas (yang benar Hadits Abu Hurairah)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَرَأَ وَهُوَ يَؤُمُّ النَّاسَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ بِـ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ [الفاتحة: ] .
Abu Hurairah ra. berkata: Apabila Rasulullah saw. mengimamai umat, beliau memulai bacaannya dengan basmalah. (HR Daraqutni: 1171; Baihaqi dalam Sunan Kubra: 2395, 2396; Khatib dalam Tarikh: 2431; Abdul Bar dalam Inshaf: 35)
Catatan: Walaupun dalam sanadnya terdapat Abu Syamah, namun ia termasuk perawi Shahih Muslim. Lagi-lagi teks hadits ini dengan redaksi “qara-a”, bukan “jahara”, sementara itu ditemukan juga dari riwayat Abu Hurairah bahwa Nabi saw. memulai bacaannya dengan hamdalah, dan hadits Qudsi yang juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., bahwa dialog hamba dengan Tuhan dimulai saat hamba membaca hamdalah, bukan basmalah, sehingga tapat jika surat al-Fatihah itu dibagi dua. Separuh menjadi hak Allah dan separuh lagi menjadi hak hambanya. Jika hadits dialog itu dimulai dari basmalah, maka hak Allah menjadi 4,5 dan hak hamba hanya 2,5. Namun jika dimulai dari hamdalah, maka hak Allah menjadi 3,5 dan hak hamba menjadi 3,5. Karena surat al-Fatihah itu terdiri 7 ayat (bagian) atau sab’u matsani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang).
Hadits Nu’aim al-Mujmir
عَنْ نُعَيْمِ الْمُجْمِرِ قَالَ: صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ: بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ثُمَّ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ حَتَّى إِذَا بَلَغَ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّالِّينَ قَالَ: آمِينَ وَقَالَ النَّاسُ: آمِينَ … فَلَمَّا سَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَشْبَهُكُمْ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Nu’aim al-Mujmir berkata: Aku shalat di belakang Abu Hurairah. Ia membaca basmalah, kemudian ia membaca surat al-Fatihah sampai ayat, … bukan jalannya orang-orang yang Engkau murkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat. Lalu ia mengucapkan ‘amin’. Umat pun mengucapkan ‘amin’ … Seusai salam Abu Hurairah berkata: Demi yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya aku serupakan buat kalian dengan shalat Nabi SAW. (HR Hakim: 849; Ibnu Khuzaimah: 499, 688; Ibnu Hibban: 1797, 1801; Nasai: 905; Ahmad: 1766, 1767; Baihaqi: 391; Ibnu Jarud dalam Muntaqa: 184)
Hadits Anas bin Malik
أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ أَخْبَرَهُ, قَالَ: صَلَّى مُعَاوِيَةُ بِالْمَدِينَةِ صَلَاةً فَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ فَلَمْ يَقْرَأْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلَمْ يَقْرَأْهَا لِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَهَا وَلَمْ يُكَبِّرْ حِينَ يَهْوِي حَتَّى قَضَى تِلْكَ الصَّلَاةَ فَلَمَّا سَلَّمَ نَادَاهُ مَنْ سَمِعَ ذَلِكَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ مِنْ كُلِّ مَكَانٍ: يَا مُعَاوِيَةُ أَسَرَقْتَ الصَّلَاةَ أَمْ نَسِيتَ قَالَ: فَلَمْ يُصَلِّ بَعْدَ ذَلِكَ إِلَّا قَرَأَ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ لِأُمِّ الْقُرْآنِ وَلِلسُّورَةِ الَّتِي بَعْدَهَا وَكَبَّرَ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا
Anas bin Malik berkata: Di Madinah Mu’awiyah mengimami shalat jahar (bacaan dikeraskan), ia tidak membaca basmalah ketika hendak membaca surat al-Fatihah dan surat lainnya dan tidak membaca takbir ketika hendak turun (sujud). Ketika selesai, orang-orang muhajirin dan anshar menegurnya, Wahai Mu’awiyah, apakah anda mencuri shalat atau lupa? Anas berkata: Sejak itulah Mu’awiyah membaca basmalah baik untuk memulai surat al-Fatihah maupun surat lainnya, dan ia bertakbir ketika hendak sujud. (HR Hakim: 851; Daraqutni: 1187).
Catatan: Dalam sanad hadits ini terdapat Abdullah bin Utsman bin Hutsaim, dia perawi imam Muslim, namun bukan perawi pokok melainkan hanya dalam kesaksian periwayatan. Ibnu Ma’in menilainya tidak kuat. Nasai menilainya tidak kuat. Daraqutni yang mengeluarkannya hadits ini menilainya, layyinuhu. Ibnu Madini menilainya, munkar hadits.
Maka jika ia menyendiri seperti dalam periwayatan ini, haditsnya jelas tertolak. Bahkan dalam penelitian terdapat kekacau-balauan baik dari sisi sanad maupun matan-nya, dari sisi matannya kadang meriwayatkan mengeraskan basmalah, dalam riwayat lain tidak mengeraskan basmalah.
Mu’awiyah sendiri hidup di negeri Syam, penduduknya bermadzhab tidak mengeraskan basmalah, bahkan tidak membaca basmalah, maka jika Mu’awiyah ruju’ mengeraskan basmalah tentu diceritakan penduduk Syam, namun kenyataannya tidak ada. Bahkan pakarnya seperti al-Auza’i berpandangan tidak mengeraskan basmalah.
Hadits Anas bin Malik
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ, قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ بِـ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Anas bin Malik ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. mengeraskan basmalah. (HR Hakim: 750; Daraqutni: 1178).
Catatan: HR Daraqutni: 1178, dari Ahmad bin Muhammad bin Sa’id, dari Ja’far bin Muhammad bin Husain, dari Zaid bin Husain bin Isa [h] Abu Ja’far (Muhammad bin Ubaidillah bin Thahir), dari Thahir bin Yahya, dari Abu Yahya bin Husain, dari Zaid bin Husin bin Isa → dari Umar bin Muhammad bin Umar, dari Hatim bin Ismail, dari Syarik bin Abdullah, dari Ismail al-Makki, dari Qatadah, dari Anas RA. … Dikeluarkan Hakim: 853 → dari Hatim bin Ismail, dari Syarik bin Abdullah, dari Ismail al-Makki, dari Qatadah, dari Anas RA …
Problemnya dalam sanad hadits ini terdapat Syarik bin Abdullah yang telah dinilai negatif secara rinci walaupun ada juga yang menilainya positif. Maka menurut kaidah jarh dan ta’dil, nilai jarhnya yang rinci itulah yang seharusnya dikedepankan.
Hadits Ibnu Abbas
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْهَرُ فِي الصَّلَاةِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Abdullah bin Abbas ra. berkata: Sewaktu shalat Nabi saw. mengeraskan basmalah. (HR Daraqutni: 1160; Hakim: 750; Bazzar (sebagaimana dinyatakan Haitsami, dan para perawinya tsiqat); Uqaili dalam Dhuafa’: 1/80; Ibnu Adi dalam Kamil fi Dhuafa’: 1/311)
Catatan: Dalam sanad-nya terdapat Syarik dan Salim (bin Ajlan al-Aqthas) walaupun perawi Bukhari namun hanya dalam kesaksian periwayatan, bukan dalam hadits pokok, dan perawi Abu Shalt dinilai matruk (haditsnya ditinggalkan). Bahkan Daraqutni sendiri menilainya, kelompok Rafidah yang keji, dan pada sanad Hakim terdapat Amr bin Hasan al-Waqi’i yang dinilai pendusta. Dengan demikian penilaian Hakim hadits ini sanad-nya shahih dan tidak ada cacatnya, perlu ditinjau kembali.
Adapun hadits yang dikeluarkan Bazzar sama dengan sanad Daraqutni, maka pernyataan Haitsami, para perawinya tsiqat, juga perlu ditinjau kembali.
Adapun hadits yang dikeluarkan Uqaili, karena dalam sanad-nya terdapat Ismail, haditsnya tidak terjaga dan sering meriwayatkan hadits dari guru yang tidak dikenal nilai kredibilitasnya.
Adapun hadits yang dikeluarkan Ibnu Adi dalam sanad-nya terdapat Ismail juga.
Dengan demikian dapat disimpulkan hadits ini adalah dhaif jiddan yang tak layak dijadikan hujah.
Hadits Ali dan Amar bin Yasir
عَنْ عَلِيٍّ، وَعَمَّارٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَجْهَرُ فِي الْمَكْتُوبَاتِ بِبِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Ali dan Ammar ra. berkata: Nabi saw. mengeraskan basmalah dalam shalat-shalat wajib. (HR Hakim: 1111; Daraqutni: 1158, 1159, 1733, 1734; Baihaqi dalam Ma’rifat Sunan wa Atsar: 2001).
Catatan: Hadits ini dinilai Hakim, sanadnya shahih. Namun dinilai Dzahabi, sangat lemah menyerupai palsu. Di dalam sanad-nya terdapat Sa’id bin Utsman al-Kharraz tidak dikenal nilai kredibilitasnya, dan gurunya Abdurrahman bin Sa’id al-Muadzin, dinilai meriwayatkan hadits-hadits munkar. Adapun dalam sanad Daraqutni terdapat dua perawi pendusta, yaitu Amr bin Syamir dan Jabir al-Ju’fi.
Karena cacat-cacat perawi pada aspek kredibilitasnya, maka status hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujah. Maka berhati-hatilah pada penilaian Hakim yang sering mentashih hadits-hadits yang bermasalah.
Dengan adanya hadits-hadits di atas, maka kesan bahwa hadits-hadits yang dhahirnya seakan Nabi tidak membaca basmalah perlu ditinjau kembali, tetapi hanya menunjukkan bahwa mereka (Anas bin Malik dan Abdullah bin Mughaffal) tidak mendengar Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya membaca basmalah.
Jika mereka tidak mendengar Rasulullah dan para sahabatnya membacanya, tidak berarti bahwa orang lain juga tidak mendengarnya, tetapi bisa saja orang lain mendengarnya, seperti tersebut pada hadits-hadits di atas.
Catatan: Hasil analisis Lajnah Tarjih tersebut singkron dengan analisa penulis, bahwa teks hadits dengan redaksi qaraa, tidak dimaksudkan jahara, melainkan yusmi’u, sehingga hanya dibaca dengan suara lirih. Maka sebagian sahabat ada yang mendengar dan sahabat lainnya ada yang tidak mendengarkannya.
Selanjutnya, hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya membaca basmalah tidak dengan suara nyaring tidak harus mengartikan bahwa membacanya tidak boleh dengan suara nyaring. Karena banyak hadits lain yang menyatakan bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya membaca basmalah dengan suara nyaring.
Demikian pula sebaliknya, hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi saw dan para sahabatnya membaca basmalah dengan suara nyaring tidak harus mengartikan sebagai suatu kewajiban membaca dengan suara nyaring, sebab sebagaimana terlihat di atas, ada juga hadits-hadits yang menyatakan bahwa Nabi saw. dan para sahabatnya membacanya dengan tidak secara nyaring.
Catatan: Teks-teks hadits bahwa Nabi dan para sahabat membaca basmalah dengan suara nyaring tidak ditemukan yang layak dijadikan hujah, apalagi hadits-hadits yang mauquf jika berhadapan dengan hadits yang marfu’.
Kesimpulan
Dari paparan di depan dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Dalam menunaikan shalat, dituntunkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya untuk membaca basmalah dalam mengawali bacaan surat al-Fatihah.
- Bacaan basmalah tersebut dapat dilakukan dengan suara nyaring atau dengan secara sirri (tidak nyaring).
- Agar tidak menimbulkan keraguan, bagi imam yang membaca surat al-Fatihah dengan suara nyaring seyogyanya membaca basmalah dengan suara nyaring pula.
Catatan
Adanya hadits-hadits yang dzahirnya menafikan membaca basmalah dalam surat al-Fatihah dan adanya hadits-hadits yang meng-itsbatkan membaca basmalah, maka hadits-hadits yang meng-itsbatkan seharusnya dikedepankan.
Memang bacaan basmalah tetap dibaca, permasalahannya apakah dikeraskan atau tidak dalam shalat jahr, inilah akar permasalahannya.
Penulis tidak menemukan hadits yang sharih bacaan basmalah itu dikeraskan dengan redaksi yang spesifik ‘jahara’ (mengeraskan). Semua yang meriwayatkan dengan redaksi itu adalah dhaif. Hadits yang shahih menggunakan redaksi ‘qaraa’ (membaca). Sementara hadits yang menggunakan redaksi ‘la yajhar’ (tidak mengeraskan) hampir semuanya adalah shahih.
Untuk itulah penulis mempertanyakan kenapa Lajnah Tarjih dalam kesimpulannya yang terakhir menyarankan untuk menyaringkan bacaan basmalah? Bukankah lebih dekat disarankan untuk membacanya dengan suara lirih (yusmi’u) sehingga tidak ada kesan imam mengkorting basmalah dan dapat mengakomodasi semua hadits-hadits shahih sekitar basmalah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni