Jihad ekonomi Muhammadiyah agar jadi kekuatan baru di Indonesia; Liputan Darul Setiawan langsung dari Dome UMM.
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir, menyampaikan tiga cara agar jihad ekonomi Muhammadiyah menjadi gerakan masif, struktural, dan sistemik.
Hal tersebut disampaikannya dalam Kajian Ramadhan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur 1444 H/2023 M di Dome Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (25/3/23).
Menurut Haedar, agar jihad ekonomi ini menjadi gerakan yang masif, struktural dan sistematik, maka perlu reorientasi pada tiga aspek, pertama pada aspek teologis, kedua pada aspek strategis. “Sedangkan yang ketiga bukan reorientasi tapi akselerasi pada gerakan praksis serta amal usaha ekonomi,” jelasnya.
Muktamar yang lalu itu, sambungnya, menetapkan delapan prioritas, satu di antaranya adalah gerakan ekonomi. Mengapa pada periode ini kita bikin terobosan. “Pak Muhadjir yang selama ini membidangi pendidikan itu kan sudah tidak aneh, itu sudah mainannya. Beliau sendiri juga ingin, dan saya juga sejak awal mendorong dan sekarang menjadi ketua yang membidangi ekonomi dan bisnis,” jelasnya.
Tapi mengapa kok tidak ada tampang pengusaha ya? “Pengusaha itu tidak kelihatan memang, tapi salah satunya memang UM Malang bisa seperti ini, sebelumnya Pak Malik, Pak Muhadjir kemudian dilanjutkan Pak Fauzan. Kalau tidak punya sentuhan, taste, dan minat serta kemampuan maka tidak bisa seperti ini,” paparnya.
Reorientasi Teologis
Haedar lalu menyampaikan kenapa perlu reorientasi teologis. Pertama kita umat Islam yang mayoritas di negeri ini, dengan Muhammadiyah sebagai pilar strategis umat Islam. Tentu dalam segala orientasi tindakannya harus selalu merujuk pada prinsip-prinsip, pandangan, dan ruh keagamaan, ruh diniyah. “Karena kita adalah gerakan Islam yang menjalankan misi dakwah dan tajdid,” ujarnya.
Reorientasi teologis diperlukan karena pandangan Islam terkait jihad ekonomi memang perlu dielaborasi, bahkan direkonstruksi. “Agar tidak terjadi dua hal, pertama masih ada pandangan negatif terhadap bisnis, ekonomi, orang kaya, saudagar, bahkan dunia di masyarakat,” terangnya.
Ada ayat al-Quran yang berbunyi bahwa dunia adalah tempat bermain dan bersenda gurau. Tapi ayat ini harus diletakkan secara utuh, dalam memandang dan menyikapi hidup di dunia. “Supaya tidak melahirkan orientasi teologis, orang Islam itu anti dunia karena dunia tempat senda gurau dan bermain-bermain atau tempat indrawi saja,” tuturnya.
Bahwa ada dimensi seperti itu di dunia, iya. Tetapi perlu ditekankan juga jika manusia juga mempunyai tugas sebagai khalifatullah fil ardh. Itu kan tugasnya memakmurkan bumi, menjadikan bumi makmur. “Tugas tersebut diemban manusia sebagai khalifatullah fil ardh selain sebagai abdullah, untuk beribadah, karena selain tugas kekhalifahan, juga ada ketergantungan pada Allah supaya seimbang. Agar tidak bebas dan liar. Membangun tanpa merusak,” tegasnya.
Beberapa ulama menyebut, jika dunia adalah ladang untuk akhirat. Pintu surga lewat dunia, tidak dari yang lain. Jalaludin Rumi, seorang sufi mengatakan, kalau orang-orang shalih tidak aktif dalam dunia, jangan salahkan nanti orang-orang dzalim yang berkuasa. Itulah dasarnya, reorientasi teologis.
“Orang miskin dan anak yatim tidak cukup hanya diceramahi. KH Dahlan mengatakan, kalau sudah paham, kita bikin rumah miskin dan yatim dan rumah sakit pertama di Yogyakarta,” ungkapnya.
Reorientasi Strategis Gerakan
Kedua, jika ingin jihad, mengerahkan segala kemampuan, maka perlu reorientasi strategi gerakan. Alhamdulillah, Muhammadiyah ini punya tools, instrument. Di setiap pernyataan PP Muhammadiyah selalu menyampaikan, “Muhammadiyah di abad kedua harus mengubah reorientasi strateginya dari lil muarradah ke lil muwajahah, dari yang serba reaktif konfrontatif negatif kepada positif konstruktif,” jelasnya.
Menurut Haedar Nashir, Muarradah perlu, kritis, tetapi kalau kritis terus tidak memberi solusi, maka dari ritual komunal menjadi gerakan yang produktif. Ini strategi. Mengapa saya selalu ngerem gerakan-gerakan yang penuh aksi massa?
Karena hal tersebut tidak ada habis-habisnya. Aksi massa selesai, ganti reuni. Itu gerakan komunal yang tidak akan bisa bergerak strategis. “Jamaah kita hidup nggak, masjid kita hidup juga nggak? Kita perlu refleksi, jangan-jangan kita tidak tekun merawat semua itu,” ulasnya.
Yang ketiga adalah akselerasi praksis, jadi modal apa yang sudah dibangun dan dirintis perlu dinaikkan kelasnya. Termasuk unit-unit bisnis di amal usaha dikapitalisasi lagi. “Contohnya BTM-BTM yang modalnya 90 juta jadi 30 miliar. Itu kan luar biasa. Bisa jadi percontohan,” kata Haedar.
Suara Muhammadiyah, sambungnya, dulu nyaris mati atau meninggal dunia. Kita kembangkan usaha dan alhamdulillah besar. Dua bulan ke depan akan dikembangkan Hotel SM Tower. “Saya percaya, jika gerakan ini diakselerasi jadi luar biasa,” ujarnya.
Kader-kader kita harus kita dorong ke dunia usaha. Mulai merintis, mungkin dari gagal, jatuh bangun. Memang perlu jihad, sekali gagal ulangi, tapi jangan melakukan yang gagal. Mentalitas juga perlu di warga Muhammadiyah, seperti hemat, disiplin, dan kerja keras. Perlu ditanamkan dengan pembiasaan di sekolah dan rumah.
Kesimpulannya reorientasi teologis, strategis, dan akselerasi gerakan praksis ekonomi, itulah jihad ekonomi warga Muhammadiyah. “Di tangan tokoh-tokoh hebat ini saya percaya, lima tahun ke depan akan terjadi gerakan yang masif sehingga ekonomi Muhammadiyah menjadi kekuatan baru di Indonesia,” pungkasnya.(*)
Editor Mohammad Nurfatoni.