Beraisyiyah adalah Perjanjian Kuat dengan Allah. Liputan Nely Izzatul, dari Rayz Hotel UMM
PWMU.CO – Ketua Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah, Dr Siti Aisyah MAg, mengatakan, beraisyiyah merupakan perjanjian kuat (mitsaqan ghalidhan) dengan Allah. Oleh sebab itu harus bersungguh-sungguh.
Hal itu dia sampaikan dalam kegiatan Konsolidasi Penguatan Ideologi Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim yang berlangsung di Room Meeting Rayz Hotel Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (26/3/2023).
Bu Aisy, sapaan akrabnya, mengatakan, kalau kita meyakini beraisyiyah adalah perjanjian yang kuat (mitsaqan ghalida), maka kita akan bersungguh-sungguh dan merasa akan ada pertanggungjawaban kepada Allah.
“Selain bersungguh-sungguh, kita harus ikhlas. Ikhlas adalah ruh jihad kita. Sebenernya kita ikhlas itu karena kebutuhan, kewajiban atau rasa cinta? Apapun itu, Ikhlas itu semestinya nampak dari kerja. Yakni dibuktikan dengan kerja keras, kerja ikhlas, dan kerja tuntas,” tandasnya.
Terkait dengan kepemimpinan perempuan, Aisyah mengatakan, dalam konteks Aisyiyah, kepemimpinan perempuan itu hal yang sudah final. Bahwa pemimpin itu bukan karena jenis kelamin, tapi karena upaya-upaya seseorang baik laki-laki maupun perempuan.
“Yakni karena upayanya, aktivitasnya, gerakannya, ide-idenya, mampu mengajak bukan hanya dia sendiri tapi juga orang lain. Kami pernah mendiskusikan ini dengan Prof Yunahar. Saya membahas tentang akhlak jamaah, sementara Pak Yunahar membahas kepemimpinan perempuan,” jelasnya.
Kepemimpinan Profetik
Selain membahas kepemimpinan perempuan, Dosen Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) itu juga menjelaskan kepemimpinan profetik, atau kepemimpinan Rasulullah SAW.
“Kepemimpinan profetik yakni kepemimpinan nabi. Kepemimpinan nabi itu STAF (shiddiq, tabligh, amanah, fatanah). Kepemimpinan profetik di gerakan Muhammadiyah abad kedua mengangkat surat Ali Imran ayat 10, yang menurut Kuntowijoyo, kepemimpinan profetik membawa misi humanisasi, liberalisasi dan transendensi,” jelasnya.
Misi humanisasi yaitu ukhrijat linnas dengan mengangkat martabat manusia yakni memberdayakan. Sementara misi liberalisasi yakni takmuruna bil ma’ruf wa tanhauna anil munkar. yang mengajak manusia pada kebaikan dan membebaskan manusia dari belenggu keterpurukan dan penindasan.
Sedangkan misi transedensi yaitu tumu’nina billah, yaitu misi yang me-manifestasi-kan misi humanisasi dan misi liberasi, kesadaran ilahiyah yang mampu menggerakkan hati dan bersikap ikhlas terhadap segala yang telah dilakukan.
Aisyah menegaskan, kehadiran Aisyiyah di mana-mana itu harus membuat aman dan menjaga betul kepercayaan (trust).
“Jabatan kita itu bukan pencitraan, tapi amanah. Maka keuangan satu sen saja ya harus dipertanggungjawabkan. Aisyiyah Muhammadiyah itu satu, dan Insya Allah 500 tahun akan tetap ada. Tapi namanya kepemimpinan harus berganti sehingga siapapun pemimpinnya, Muhammadiyah Aisyiyah harus tetap jalan,” pungkasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni