PWMU.CO– Ramadhan bulan pembakaran dosa dan kemalasan dikupas Sekretaris PWM Jatim Prof Dr Biyanto MAg dalam Kajian Senja Ramadhan SMA Muhammadiyah 2 Surabaya, Ahad (26/3/2023).
Kajian dengan tema Ramadhan Penuh Karya dihadiri oleh seluruh guru dan karyawan Smamda Surabaya bakda Ashar hingga menjelang Maghrib di Masjid Nurul Ilmi Smamda Surabaya.
”Ramadhan bulan pembakaran, pembakaran sifat-sifat malas supaya bisa dipenuhi dengan sifat-sifat kebaikan. Dengan datangnya bulan Ramadhan, perlu menjauhi beberapa paradoks Ramadhan,” kata Prof Biyanto
Dia menyebut paradoks Ramadhan meliputi pertama, boros dan konsumsif, padahal Ramadhan mengajarkan kesederhanaan dan kesahajaan.
”Puasa hendaknya tanpa flexing. Pamer. Biasanya kalau orang pamer itu termasuk orang yang kurang dihargai, ingin dilihat kemampuannya, terpengaruh pola hidup materialisme hedonisme,” katanya.
Kedua, mudah marah. Padahal puasa mengajarkan kesabaran. Seseorang menahan dirinya untuk tidak mudah marah. Sabar itu sulit, apalagi sedang diguncang kariernya atau sedang dalam keadaan puncak, orang sehat, sedang dalam keadaan kaya, sukses.
”Orang yang mudah marah maka telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai puasa,” kata guru besar UIN Sunan Ampel ini.
Ketiga, malas. Padahal puasa mengajarkan tetap bekerja berkarya dan produktif.
”Ramadhan bulan pembakaran, salah satu yang dibakar adalah sifat malas. Allah sibuk mendengarkan permintaan hambaNya baik yang di langit maupun bumi, maka selama bulan puasa ini hendaknya tetap produktif bukan bermalas-malasan,” tandasnya.
Kemenangan di Ramadhan
Dia juga menjelaskan, bulan Ramadhan itu bulan yang penuh dengan perjuangan. Banyak kemenangan-kemenangan besar umat di bulan Ramadhan yaitu kemenangan Perang Badar, penaklukan Kota Makkah, penaklukan Andalusia, kemenangan Perang Salib, Proklamasi Kemerdekaan RI.
”Jihad besar merupakan jihad melawan hawa nafsu. Jihad melawan hawa nafsu inilah yang sesungguhnya diajarkan dalam puasa,” ujar Biyanto.
Berkaitan dengan ideologi beramal di Muhammadiyah, Biyanto menguraikan, pertama, Muhammadiyah memahami agama dengan penekanan pada pentingnya beramal (a faith with action).
Kedua, mengembangkan etos kerja Calvinis seperti dikupas Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism dan buku Clifford Geertz Paddlers and Princes.
Etos itu seperti sederhana, bersahaja, suka menabung (dunia dan akhirat), kerja sebagai panggilan. ”Tradisi yang kaya organisasi, bukan individu menjadi etika organisasi yang dipegang teguh,” ujarnya.
Ketiga, berkarakter sedikit bicara banyak kerja. Beretos amal saleh, pemurah dan dermawan, cinta sesama, filantropisme, kesukarelaan, dan voluntarisme.
Kelima, mandiri, percaya diri, berani, dan loyal-kritis.
Prof Biyanto berpesan, Ramadhan merupakan bulan berkarya. Allah melipat gandakan pahala setiap amal kebaikan kita. Karena itu, Ramadhan tidak boleh diisi dengan bermalas-malasan. Sejarah menunjukkan banyak karya hebat yang diukir umat Islam pada bulan suci ini. Karena itulah kemalasan, apapun alasannya, merupakan paradoks Ramadhan.
Dia juga menerangkan, bulan Ramadhan hendaknya diisi dengan banyak beramal. Membaca al-Quran merupakan bagian dari beramal. Dalam ajaran Islam yaitu menyatukan kesatuan antara iman dan amal.
”Iman itu tidak akan sah jika tidak diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan. Ibadah ritual mestinya ujungnya adalah perbaikan amal sosial,” terangnya.
Penulis Eka Haris Prastiwi Editor Sugeng Purwanto