Model Kompromi dan Jalan Dakwah Anak Punk ala PPT Jilid 16, kolom oleh Coeditor PWMU.CO Ichwan Arif
PWMU.CO – Dalam buku A New Handbook of Literary Term (2007), David Mikics pernah mengatakan karya sastra memiliki fungsi sebagai sarana hiburan dan penyampaian pesan moral.
Dalam buku tersebut, dia menyebut Horace mengatakan ada dua fungsi karya sastra sebagai dulce et etile (dalam bahasa Indonesia berarti indah dan berguna).
Dalam sinetron religius SCTV Para Pencari Tuhan (PPT) Jilid 16, dulce et etile itu begitu kentara. Pesan moral begitu kental dengan hadirnya dunia anak Punk yang dibawa gang DPR (Di bawah Pohon Rindang). Mereka memainkan alur cerita Kiamat Semakin Dekat.
Dalam sinetron ini, pesan tidak sekadar menyempurnakan tatanan unsur intrinsik cerita, tetapi menjadi salah satu tolok ukur kualitasnya. Sejauh mana sinetron ini mampu memberikan nilai pendidikan dan wawasan atau memainkan fungsi etis dan didaktis sekaligus.
Ada yang menarik, manakala kita melihat sinetron produksi Citra Sinema dari sudut pandang unsur pesan atau amanat ini. Selain ada circle jalan dakwah yang diperankan tokoh tua (Bang Jack, Galaksi, Pak Jalal, maupun H Soleh) dalam menyelami dan menyadarkan 4 anak Punk, King, Cupi, Dobleh, dan Gembel.
Ada juga model kompromi yang diperankan tokoh Asrul dan Udin. Maka, mereka pun berpura-pura menjadi ‘punk tua’. Dadanannya pun menyesuaikan. Bahkan mobil tumpangannya layaknya anak punk sejati.
Kepura-pura inilah yang dinamai dengan model kompromi. Walaupun ada unsur berbohong, tetapi inilah yang misi terselubung supaya mereka mampu membersamai anak punk, gang DPR ini.
Wening Udasmoro dalam Sastra Anak dan Pendidikan Karakter (2012), model kompomi terlihat bahwa aspek negatif dan positif tidak sekadar muncul bersamaan, tetapi yang negatif dilakukan sebagai sarana untuk bertahan diri (survival strategy) tokoh cerita.
Ide Udin dan Asrul pura-pura menjadi punk tua tersebut menjadi kompromi untuk memecahkan persoalan. Yang menarik adalah bahwa dalam konteks ini, memosisikan pada yang lemah (4 anak punk) menjadi sangat menyolok.
Fashion Code
Bang Jack yang diperankan Deddy Mizwar menjadi tokoh lentur atau serba bisa dalam sinetron ini. Sosoknya mencair. Kadang dia sebagai portal dalam mengontrol ujaran dari tokoh lain, kadang juga sebagai alarm yang bisa ditekan, kapan pun dan di mana pun.
Kunci fungsi etis dan didaktis sinetron ini ada pada dirinya. Bahkan, dia juga yang merayu H Soleh supaya Isyana yang diperankan Janis Aneira tidak kendur dalam ‘berdakwah’ di depan tokoh King. Lagi-lagi, tokoh H Soleh yang diperankan El Manik menjadi model kompromi.
Dalam menjalankan misi dakwah, ada fashion code menjadi salah satu alat untuk menjelaskan identitas tokoh Isyana. Jilbab yang dikenakannya, bukan sekadar karena sinetron ini bernapaskan religius atau putri dari H Soleh, tetapi lebih pada penekanan misi dakwah.
Isyana menjadi tokoh ‘penakluk hati’ King supaya kembali pada shiratal mustaqim. Bahkan, dia juga yang ‘menyadarkan’ ayahnya ketika disuruh mundur dalam ‘berdakwah’ ini.
Editor Mohammad Nurfatoni.