Menjadikan Syukur sebagai Bahan Baku Utama Kebahagiaan Keluarga, liputan Kontributor PWMU.CO Gresik Fitri Wulandari
PWMU.CO – Pengajian Ramadhan 1444 H Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) GKB Gresik, Jawa Timur mendatangkan pemateri Suhadi Fadjaray, Sabtu (1/4/2023).
Dalam Pengajian yang diselenggarakan Mugeb Islamic Center (MIC), dia mengawali materinya di Masjid Taqwa SMP Muhammadiyah 12 GKB dengan menceritakan kisah yang dialami seorang ayah yang telah menghabiskan waktunya untuk bekerja keras demi dapat menyekolahkan anaknya di sekolah terbaik.
Namun sang anak malah tidak bertegur sapa dengan sang ayah bahkan mengharapkan kematiannya agar dapat segera menerima warisan.
“Jangan sampai bekerja, atau berorganisasi dengan luar biasa hingga melupakan keluarga,” tegas konsultan kelurga sakinah ini di hadapan guru 4 sekolah dalam naungan Majelis Dikdasmen PCM GKB ini.
Dia menyampaikan orangtua perlu memiliki ilmu dalam menjalani biduk keluarga. Sudah jamak terjadi anak yang bermasalah ternyata ketika dirunut lebih jauh bermasalah dari keluarga yang bermasalah.
“Allah mempunyai mekanisme yang luar biasa untuk menyayangi kita, yaitu dengan perintah berpuasa yang termaktub dalam al-Baqarah 183,” kata penulis buku Harmoni Cinta ini.
Allah menyebut orang-orang beriman untuk menerima perintah puasa karena perintah ini adalah sarana untuk menahan diri. Dengan kaitan kemampuan menahan diri inilah nantinya kita akan masuk surga bersama dengan keluarga kita.
Lebih lanjut, dia mengutip data terkait tingkat perceraian di Jawa Timur yang mendudukin peringkat tertinggi se-Indonesia.
“Dari 3 alasan perceraian, yaitu karena tidak harmonis, tidak bahagia, dan faktor ekonomi, alasan tidak harmonis merupakan alasan terbanyak,” sambungnya.
Jika, lanjutnya, dicari sumbernya gugatan datang dari istri sebesar 78 persen, sedangkan gugatan yang diajukan suami sebesar 22 persen. Hal ini menunjukkan tingkat kebahagiaan istri lebih rendah.
“Tentu ada yang perlu dikaji lebih lanjut dari fenomena ini,” jelasnya.
Masuk Surga bersama Keluarga
Suhadi Fadjaray menjeladkan Rasullullah menyatakan jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan menaati suaminya, niscaya akan dikatakan padanya: Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau mau.” (HR Ahmad)
Dari hadist tersebut dapat diambil simpulan wanita sangat mudah masuk surga karena dia hanya diminta melakukan ibadah yang wajib. Namun tentu ada syarat yang relatif tidak mudah yaitu berlaku taat kepada suami.
“Ibu-ibu ingin masuk surga, kan?” tanyanya pada peserta ibu-ibu.
“Nah, ibu-ibu diharapkan memperhatian syarat yang terakhir, ya,” tambahnya yang diiringi tepuk tangan peserta pengajian.
Suhadi kemudian mengutip surat Luqman ayat 12 yang berbunyi, Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu, Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.
Dari surat ini, tegasnya, dapat kita ambil hikmah tentang bahan baku utama bahagianya sebuah keluarga, yaitu bersyukur.
“Punya apapun jika bersyukur akan merasakan bahagia. Surat Luqman ini juga berisi perintah untuk berhikmah. Berhikmah dalam keluarga berarti punya pemahaman, punya ilmu, serta bertutur kata yang baik,” katanya.
Bersyukur dan berhikmah inilah yang menjadi dasar untuk mendidik suami, istri, dan anak dalam keluarga. Akidah, ibadah, dan adab harus selalu dipegang di manapun berada.
“Tidak setiap laki-laki bisa menjadi suami atau ayah. Begitu pula sebaliknya tidak setiap wanita bisa menjadi istri atau ibu. Oleh karena itu jika sudah menjadi suami, ayah maka bersyukurlah. Jangan sampai jomblo memgeluh, punya pasangan mengeluh, punya anak mengeluh,” sambungnya.
Ayah dan ibu harus bersyukur mempunyai anak, sebaliknya anak juga bersyukur memiliki ayah dan ibu. Dengan bersyukur, ungkapnya, ketika menghadapi masalah akan dibicarakan dengan kepala dingin sehingga menemukan jalan keluar terbaik. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Muhammad Nurfatoni.