PWMU.CO – Sebagai negara Republik Konstitusional Federal, Amerika Serikat (AS) dikenal menganut konsep teori pemisahan kekuasaan negara. Akan tetapi, era Presiden Donald Trump dinilai oleh Prof John Wallace Van Doren justru mengesampingkan konsep teori tersebut.
”Sebagai presiden yang masih sangat baru, Trump sudah banyak menuai kontroversi. Salah satunya adalah Trump mengabaikan pemisahan kekuasaan. Bahkan, Trump cenderung memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri,” ujar Profesor asal Florida State University saat berdiskusi di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur, Kamis (20/4) kemarin.
(Berita terkait: Harapan Prof John Wallace Van Doren pada Muhammadiyah sebagai Jembatan Islam dengan Peradaban Lain)
Dengan tema “Separation of Powers in the United States: Who Holds the Trump Card?”, Van Doren dengan tegas menyampaikan bahwa pemisahan kekuasaan di Amerika Serikat menganut prinsip trias politica. Yaitu, eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan kekuasaan yang sama.
”Pemisahan kekuasaan ini bertujuan untuk mencegah konsentrasi kekuasaan dan memberikan checks and balance. Sehingga tidak ada salah satu pihak yang memiliki kekuasaan absolut, dan pemerintahan bisa berjalan adil. Prinsip ini sedang diuji oleh sosok Trump yang ingin mendapatkan kekuasaan utama,” tegasnya.
Van Doren menyatakan ada pola yang dijalankan oleh Trump yang kini mengusik konstitusi Amerika Serikat tersebut. Salah satunya, belum lama ini Trump memutuskan bahwa Amerika Serikat harus menarik diri dari perjanjian perdagangan Trans-Pacific Partnership (TPP).
Padahal, lanjut Van Doren perjanjian itu memungkinkan dibukanya kawasan perdagangan bebas yang melingkupi kawasan Asia Pasifik. ”Keluarnya AS dari TPP dikhawatirkan akan semakin memperkuat posisi Tiongkok. Selain itu, Trump juga berencana memberlakukan tarif baru bagi barang impor Tiongkok (dinaikkan 400 persen). Ini bisa memicu perang dagang yang membuat perekonomian tidak stabil,” jelasnya.
Di samping itu, kebijakan Trump yang dinilai paling kontroversial adalah pelarangan masuk ke Amerika Serikat bagi imigran baru dari enam negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Seperti Iran, Somalia, Sudan, Yaman, Suriah, dan Libya. Dan belakangan, Trump merevisi kebijakannya dengan mengeluarkan Irak dari daftar pelarangan tersebut.
”Kebijakan pelarangan ini mendapat tentangan yang luas dari publik Amerika Serikat sendiri. Bahkan, beberapa pengadilan federal di negara bagian Amerika Serikat ramai-ramai menolak implementasi kebijakan di wilayah hukumnya,” terangnya. (uzlifah/aan)