PWMU.CO – Transformasi pemberdayaan bisa dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti ekonomi, budaya, dan teknologi.
Demikian yang disampaikan Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah M Nurul Yamien, dalam Talkshow Kabar MPM “Melejitkan Ekosistem Derap Pemberdayaan Dhuafa Mustadh’afin” di sela Rakerpim MPM 2022-2027, Sabtu (1/4/23) di UC UGM, Yogyakarta.
Menurut Yamien, gerakan pengentasan kemiskinan di Indonesia tidak bisa dilakukan secara sepihak. Pasalnya, pemberdayaan masyarakat merupakan kerja-kerja kolaboratif yang memerlukan nafas dan logistik yang panjang.
Menyinggung tema Rakerpim MPM 2022-2027, ‘Melejitkan Ekosistem Derap Pemberdayaan Dhuafa Mustadh’afin’, Yamien menjelaskan bahwa di dalamnya menyangkut tentang sinergi-kolaborasi baik di internal Persyarikatan Muhammadiyah, juga dari eksternal Muhammadiyah.
“Sehingga MPM terbuka dengan siapapun untuk tugas-tugas kemanusiaan ini dalam mengentaskan kemiskinan. Tentu dengan harapan yang tadinya mustahik menjadi muzzaki, itu ada sebuah transformasi ekonomi, budaya, teknologi dalam pendekatannya,” ungkap Yamien.
Maka, lanjut dia, konsep pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM menempatkan masyarakat bukan sebagai obyek. “Melainkan mereka sebagai subyek perubahan-transformasi yang menolong diri mereka sendiri,” jelasnya.
Tidak Boleh Ada Orang Miskin di Sekitar Kita
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas menyampaikan, berangkat dari teologi al-Ma’un, Muhammadiyah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) diharapkan mengentaskan masalah kemiskinan – ketidakberdayaan masyarakat. “Kerja pemberdayaan merupakan usaha Muhammadiyah mentransformasikan masyarakat,” ujarnya.
Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan Hidup, itu menjelaskan, masyarakat yang diberdayakan oleh Muhammadiyah yang awalnya sebagai penerima zakat (mustahik) bisa bertransformasi menjadi pemberi zakat (muzzaki). “Transformasi ini menjadi indikator sederhana dalam mengukur kerja-kerja pemberdayaan,” paparnya.
Keberpihakan Muhammadiyah terhadap kelompok marginal, dhuafa-mustadh’afin, kata dia, merupakan komitmennya terhadap ajaran Agama Islam. Mengutip salah satu hadis nabi, Abbas mengatakan bahwa tidak dikatakan seseorang yang perutnya kenyang sementara tetangganya kelaparan.
“Oleh karena itu tidak boleh ada orang yang miskin di sekeliling kita. Dan kalau ada orang yang miskin atau fakir yang tinggal di sekeliling kita itu tanggung jawab kita sebagai seorang muslim untuk membantu mereka, memberdayakan mereka,” ungkapnya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.