PWMU.CO– Sentra sawit milik perusahaan konglomerasi ditemukan angka stunting dan kemiskinan ekstrem tinggi di kehidupan pekerja dan masyarakatnya.
Hal itu terungkap dalam Roadshow Dialog Penanganan Stunting dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy secara daring, Rabu (5/4/2023).
Seri roadshow ke-30 itu dihadiri Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah beserta Wagub Audy Joinaldy, serta pimpinan 19 kabupaten/kota se Provinsi Sumatra Barat.
Wakil Gubernur Sumatera Barat Audy Joinaldy menyebut, problem stunting dan kemiskinan ekstrem tinggi di wilayahnya. Kedua persoalan ini justru terjadi di wilayah sentra sawit.
”Penyebabnya antara lain, kurang keragaman asupan makanan di wilayah sentra sawit tersebut. Contoh, makan nasi lauknya mi instan,” katanya.
Salah satu wilayahnya adalah Kabupaten Pasaman Barat paling tinggi angka stunting yakni sebesar 35,5 persen. Walaupun angka kemiskinan ekstremnya turun sebesar 0,76 persen.
“Strategi yang kita lakukan dengan memastikan apakah pelaksanaan 8 aksi konvergensi sudah optimal dilakukan pada masing-masing daerah yang masih tinggi angka stuntingnya,” ujarnya.
Bupati Pasaman Barat Hamsuardi menjelaskan, tingginya angka tersebut disebabkan masih rendahnya capaian pada intervensi sensitif maupun spesifik yang diterapkan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
“Capaian-capaian yang masih rendah ini akan terus kita kejar dengan penguatan peran lintas sektor dan peningkatan SDM yang kita miliki sehingga target penurunan angka stunting dapat kita penuhi,” jelasnya.
Upaya yang telah dilakukan oleh Pemkab Pasaman Barat dengan melaksanakan rembuk stunting pada tingkat kabupaten hingga kecamatan, serta penetapan lokus intervensi stunting sampai tingkat Jorong (RT/RW) di tiap desa melalui Surat Keputusan Bupati yang dikeluarkan setiap tahun.
Mengeroyok
Menko PMK Muhadjir Effendy meminta seluruh bupati/wali kota di Sumatera Barat menggunakan seluruh sumber daya ‘mengeroyok’ permasalahan stunting dan kemiskinan ekstrem pada masing-masing wilayahnya.
”Saya yakin dengan melibatkan semua potensi dana dan daya yang ada, termasuk juga sektor swasta, juga Aparatur Sipil Negara (ASN) bergotong royong, jika ini terwujud saya yakin Sumatera Barat bisa secepatnya terlepas dari stunting dan kemiskinan ekstrem,” jelas Muhadjir.
Dia juga berharap masing-masing kabupaten/kota melaporkan tentang kondisi sarana-prasarana yang dimiliki terutama berkaitan dengan intervensi spesifik yang sangat mendesak yakni pengadaan alat timbang di masing-masing Posyandu serta alat Ultrasonografi (USG) di Puskesmas.
Juga perlu penataan ulang bantuan yang berkaitan dengan intervensi sensitif yaitu berkaitan dengan sanitasi, pengadaan air minum dan air bersih dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem dan penanganan stunting.
”Saya mohon bupati dan wali kota dapat mengusulkan kebutuhan sanitasi air bersih dan air minum kepada pemerintah pusat melalui Kementerian PUPR dengan kajian yang akurat terkait wilayah mana saja yang betul-betul membutuhkan bantuan tersebut,” ucapnya.
Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) angka prevalensi stunting di Provinsi Sumatera Barat naik sebesar 1,9 persen. Pada 2021 sebanyak 23,3 persen menjadi 25,2 persen pada 2022.
Sementara itu, rentang prevalensi stuntingnya berada di antara 13,7 persen pada wilayah Kota Sawah Lunto, sampai dengan 32 persen pada wilayah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Angka stunting ini di atas rerata nasional, yakni 21,6 persen pada 2022.
Editor Sugeng Purwanto