Serentak Gala Premiere di 18 Kota, Film Buya Hamka dan Urgensi Kisah Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku “50 Pendakwah Pengubah Sejarah” dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Hari ini, Ahad 9 April 2023, serentak Gala Premiere film Buya Hamka digelar di 18 kota, termasuk Surabaya. Film tersebut mengisahkan perjalanan hidup Buya Hamka, Ketua MUI yang pertama.
Sebelumnya, buku berisi biografi Hamka sudah banyak yang diterbitkan dalam berbagai judul. Bahkan, biografi Hamka yang dinovelkan juga ada. Misal, novelis kondang A. Fuadi menulis “Buya Hamka, Sebuah Novel Biografi”. Penulis lain, Haidar Musyafa, menulis “Hamka, Sebuah Novel Biografi”. Penulis yang disebut terakhir ini terbilang istimewa, karena novel-novel biografi karyanya berkisah tokoh-tokoh antara lain tentang KH Ahmad Dahlan – pendiri Muhammadiyah.
Figur Buya Hamka, layak ditulis biografinya. Sosok Buya Hamka, patut difilmkan riwayatnya. Ini, karena pada dirinya banyak keteladanan yang bisa kita tiru. Sekadar menyebut, beliau seorang Ulama Besar, pejuang, sastrawan, wartawan, dan banyak predikat baik yang lain. Belakangan, perjuangan Hamka diapresiasi lewat penghargaan kepadanya sebagai Pahlawan Nasional.
Ulama Besar? Lihatlah kiprah Hamka dalam berdakwah, diakui umat Islam di Indonesia bahkan sampai di berbagai negara. Karya tulisnya lebih dari seratus judul. Sementara, karya terbaiknya adalah Tafsir Al-Azhar.
Kita patut menyambut antusias kehadiran film “Buya Hamka” ini. Sebuah film yang menghabiskan biaya besar dan memakan waktu lama dalam proses pembuatannya.
Kita patut memberi apresiasi positif atas film yang mengisahkan perjuangan seorang ulama. Di titik ini, kita ingat dua pernyataan Ulama Besar yang menunjukkan betapa sangat penting membaca atau mempelajari riwayat hidup seorang ulama, sang pejuang dakwah.
Imam Abu Hanifah mengatakan, bahwa “Kisah-kisah tentang ulama dan kebaikan mereka lebih aku suka daripada banyak bicara tentang fikih, sebab kisah-kisah itu dapat membentuk kepribadian”. Sementara, dalam kalimat berbeda tapi dengan semangat yang sama Ibnul Jauzi berkata, “Padukanlah menuntut ilmu fikih dan hadits itu dengan menelaah sejarah ulama salaf dan orang-orang yang zuhud, agar hatimu menjadi lembut” (Dr. Khalid Abu Syadi, 2007: 4).
Penting!
Pada 2018, buku saya Jejak Kisah Pengukir Sejarah, terbit. Seperti tergambar di judul, buku tersebut memuat kisah-kisah yang menyejarah. Ada harapan, saya dan pembaca buku tersebut dapat mengambil banyak pelajaran dari buku setebal 303 halaman itu.
Mungkin, ada yang langsung menyoal: Bisakah meraup pelajaran dari kisah? Insya Allah bisa! Bahkan, tak hanya pelajaran, tapi juga berkah. Apa berkah?
Menurut bahasa, berkah berasal dari bahasa Arab yaitu barakah yang artinya nikmat. Menurut istilah, berkah artinya ziyadatul khair atau “bertambahnya kebaikan”. Alhasil, berkah ialah “kebaikan yang banyak dan berketerusan”.
Di kata p[engantar buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah, saya mengajak untuk mencermati dua kisah berikut ini. Pertama, tentang Aquino Umar, artis remaja. Perempuan ini mantap berhijab setelah menonton film yang dibintanginya sendiri yang berjudul Ketika Mas Gagah Pergi. Hijrah Noy, sapaan gadis yang lahir pada 22 April 1995 itu, jelas sangat menarik. “Setelah menonton filmnya, saya tergerak untuk berhijab,” ungkap Noy pada Oktober 2017.
Kedua, tentang sejumlah pasangan suami-istri yang selamat dari kemungkinan bercerai setelah membaca buku Catatan Hati Seorang Istri. Misal, seorang istri menulis, “Saya sudah begitu dekat dengan perceraian. Tapi, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk menata kembali rumah-tangga kami.” Keputusan penting itu diambil setelah dia membaca buku kumpulan kisah nyata, yang judulnya sudah disebut di atas. Buku tersebut berisi cerita faktual dari banyak pasangan suami-istri yang kembali utuh setelah sebelumnya ditimpa prahara keluarga nan berat.
Dari setidaknya dua ilustrasi di atas, meyakinkan kita bahwa membaca kisah–fiksi maupun nyata-sungguh sangat bermanfaat. Kuat terlihat pengaruh positif aktivitas membaca (dan/atau melihat) kisah terhadap kepribadian seseorang. Intinya, kisah-kisah tak hanya mengasyikkan di kala sedang kita baca atau lihat, tapi bisa pula menerangi jiwa seseorang dan terlebih bagi yang sedang “gelap”. Kisah bisa menggugah jiwa.
Berkah
Riwayat Aquino Umar di atas—yang memutuskan berhijab setelah menonton film—bisa disebut sebagai contoh paling lugas dari fenomena ”Mendapat berkah setelah membaca dan/atau melihat kisah”. Begitu juga dengan pasangan suami-istri yang tak jadi bercerai setelah mereka membaca kisah-kisah keluarga yang selamat dari ancaman perceraian.
Secara umum, kisah-kisah (faktual, fiktif, atau gabungan faktual-fiktif) sangat menarik minat masyarakat untuk membaca dan mengambil pelajaran darinya. Maka, menjadi sangat mudah bagi kita untuk memahami mengapa Prof Dr Hamka (1908-1981)—di samping produktif menulis buku-buku teks-, juga banyak menulis buku fiksi.
Lihatlah, sampai kini sejumlah buku fiksi karya Hamka masih terus dicetak-ulang dan dibaca orang, seperti antara lain: Di Bawah Lindungan Ka’bah, Menunggu Beduk Berbunyi, Angkatan Baru, Merantau ke Deli, dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Semua, masih disukai masyarakat.
Dari buku-buku fiksi, masyarakat bisa mengambil banyak pelajaran. Lihatlah, misalnya, nilai-nilai positif dari novel semacam Ayat-Ayat Cinta, Laskar Pelangi, atau Negeri Lima Menar”.
Jika kisah-kisah fiksi saja sudah sedemikian positif dalam mempengaruhi sikap seseorang, maka apatah lagi jika yang kita baca adalah kisah-kisah nyata dari banyak tokoh teladan dalam khazanah Islam. Tentu saja, akan berlipat-lipat kali pengaruh positifnya.
Alhamdulillah, demikianlah, jangan ragu-ragu! Sering-seringlah membaca dan/atau menonton kisah (baik nonfiksi atau fiks). Insya Allah dengan cara itu, ghirah kita bisa tergugah karenanya. Jika sudah demikian, semoga pula teraih berkah yang membuat hidup kita makin indah.
Terakhir, tentu film “Buya Hamka” termasuk salah satu pilihan untuk kita nikmati beramai-ramai. Kita nikmati bersama keluarga, kerabat dan sahabat. Kapan? Insya Allah film ini siap ditonton masyarakat luas mulai 20 April 2023. Semoga berkah! (*)
Editor Mohammad Nurfatoni